KBR, Jakarta - Pakar gizi menekankan daun kelor tidak bisa menggantikan protein hewani. Ini menyusul merebaknya wacana telor dan daun kelor sebagai alternatif pengganti susu sapi di program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Hardinsyah mengatakan, daun kelor memang punya kandungan protein dan kalsium lebih tinggi ketimbang sayur lain, tetapi tidak serta-merta bisa menggantikan protein hewani seperti telor, susu, ikan, dll.
"Susu digantikan sayur, itu enggak benar. Yang benar melengkapi, karena di dalam daun kelor itu enggak ada zat tumbuh (growth hormone)," kata Hardinsyah.
Hardinsyah bilang, wacana pemanfaatan daun kelor di program MBG lebih tepat dimaknai sebagai bagian dari keragaman pangan. Di daerah yang banyak ditumbuhi tanaman kelor, gagasan ini bisa diterapkan, tetapi fungsinya sebagai sayur, bukan sumber protein hewani.
"Kalau berupa sayur ya, besoknya pakai telor, atau besoknya lagi telor tempe, besoknya lagi ikan dan daun kelor. Sebenarnya daun kelor juga, kan, enggak bisa mendadak diproduksi skala besar, karena dia tumbuh dulu satu tahun, baru dia hijau, bisa dipetik," imbuhnya.
Pemberian susu di program MBG bisa diprioritaskan di daerah-daerah produsen susu, yang terpenting kebutuhan akan protein hewani terpenuhi.
"Supaya membantu peternak sapi perah, seperti di daerah Lembang, Ciawi, Pasuruan, Malang, Boyolali, harusnya di sana ya susu aja," ujar Hardinsyah.
Baca juga:
Kritik Makan Bergizi Rp10 Ribu, Megawati: Tolong Dihitung Lagi
Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran, Oke Gas?
Dokter dan ahli gizi masyarakat Tan Shot Yen juga mewanti-wanti jangan sampai salah kaprah memahami wacana daun kelor sebagai pengganti susu sapi. Menurutnya, perbincangan soal menu MBG tak perlu fokus pada susu, seolah-olah menjadi satu-satunya sumber protein hewani. Sebab, Indonesia kaya dengan sumber protein hewani yang kandungannya setara bahkan lebih tinggi ketimbang susu.
"Seratus gram susu, kalsiumnya cuma 143 mg, ikan gabus 170 (mg), bahkan telor aja lebih gede 153 (mg). Apalagi kalau kita berikan anak-anak kita pepes ikan teri, udah rasanya enak, sedep, kalsiumnya tinggi, bisa sampai 972 (mg) kalsiumnya," jelas Tan.
Tan juga mengingatkan konsep 4 sehat 5 sempurna sudah tidak dianut di Indonesia sejak terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang. Susu tak cocok menjadi sumber utama protein hewani karena mayoritas orang Indonesia tak bisa mencerna laktosa yang ada dalam susu.
"Kita ini orang Melayu, 80 persen intoleran laktosa, termasuk saya. Akhirnya apa? sering kembung, sering mencret, dsb," ungkap Tan.
Tan bilang, mestinya pemerintah melakukan asesmen di minimal lima pulau besar, yakni Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku, sebelum memulai program MBG. Pemerintah juga bisa menggali pembelajaran dari program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang sudah digulirkan Kementerian Kesehatan.
"Jadi bahasanya bukan top down, 'pokoknya lu mesti makan'. Tapi kita juga harus bisa memahami anak-anak di sini, kebiasaan makannya seperti apa," Tan menekankan.
Dengarkan penjelasan bernas para pakar gizi di What's Trending episode "Daun Kelor Gantikan Susu Sapi, Bisa gitu?" di KBR Prime, Spotify, Noice, dan platform mendengarkan podcast lainnya.