Bagikan:

Fasilitas Terbatas Penyandang Disabilitas

Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan akibat masih buruknya fasilitas penunjang bagi penyandang disabilitas, tak sedikit yang jadi korban kecelakaan lalu lintas.

SAGA

Rabu, 11 Sep 2013 13:05 WIB

Author

Ade Irmansyah

Fasilitas Terbatas Penyandang Disabilitas

disabilitas, difabel, fasilitas, transportasi, Trian

KBR68H- Komnas HAM mendesak DPR segera mengesahkan revisi RUU tentang penyandang disabilitas. Dalam beleid itu diatur soal tanggung jawab pemerintah menyediakan fasilitas bagi para penyandang disabilitas di tempat umum. Seperti jalur pedestrian dan bangku khusus di transportasi umum yang memadai. KBR68H mengikuti aktivitas  penyandang disabilitas di tengah keterbatasan  dan belum ramahnya  fasilitas penunjang bagi kaum difabel.     

Sore itu, Heri, seorang penyandang tuna daksa atau lumpuh memulai aktivitasnya.  Laki-laki berusia 40 tahun itu kerap berbelanja untuk penuhi kebutuhan usahanya sebagai perajin konveksi. Sejak 2006 lalu, Heri menggantungkan hidupnya pada  kursi roda. Ia lumpuh akibat kelainan sum-sum tulang belakangnya.

Lalu lintas yang dilalui Heri di kawasan Thamrin Jakarta tengah  padat. Ditemani KBR68H dia mengaku sering kesulitan berjalan di jalur pedestarian yang biasanya ramai dengan pedangan asongan dan parkir ojek sepeda motor. Belum lagi pembatas antar pertemuan trotoar yang bentuknya tidak landai hingga menghambat laju kursi rodanya. Hambatan lainnya tiang listrik, halte dan pohon pelindung yang  berdiri di tengah trotoar.

Belum ramahnya trotoar di Ibu Kota bagi penyandang disabilitas  juga dirasakan  Arif. Pria 26 tahun ini seorang  tuna netra. Ia buta sejak kelas 3 sekolah dasar akibat penyakit katarak  dan dugaan mal praktik dokter. Arif merupakan karyawan telemarketing salah satu bank swasta  Jakarta.

”KBR68H:Jadi guiding block-nya yang tidak ada? Iya itu yang ada di trotoar. Guiding block itu harusnya ada di mana? Harusnya sih di tengah trotoar, jadi kita bisa berada di tengah trotoar. Jadi kalau kaya gini saya gak tau saya ada di mana. Saya juga gak tau nih beda tinggi trotoarnya dengan jalan. Makanya tadi sambil jalan saya nyari mana sih pinggiran trotoarnya,” kata Arif.

Guiding block yang disebut Arif tadi maksudnya tegel khusus berwarna kuning yang  ditempatkan di trotoar sebagai alat bantu penunjuk jalan bagi tuna netra. Kesalahan penempatan guiding block di trotoar kadang menyulitkan penyandang difabel seperti Arif. Misalnya ketika ingin naik ke jembatan penyeberangan. “Tadi tuh ketika saya jalan sekitar 30 meter sebelum jembatan ini itu susah nyarinya. Ini kayanya agak ke sebelah kiri, sedangkan saya berjalan agak ke sebelah kanan dan itu banyak besi-besi gitu jadi tadi saya sering nabrak tiang dan nabrak orang-orang yang ada di situ karena apa, karena saya gak tau arah. Jadi saya jalan agak  ke kanan. Trus tadi pas mau naik jembatannya juga agak ngeri juga, gitu aja sih,” tuturnya.

Nina difabel lain yang mengaku kerap kesulitan saat berada di jalan raya. Dia penyandang tuna daksa. Kaki kirinya terpaksa diamputasi akibat kecelakaan lalu lintas beberapa tahun lalu. Karyawati 38 tahun ini bekerja di salah satu perusahaan swasta. “Sebenarnya si untuk beberapa jalan sudah cukup landai, maksudnya tidak terlalu menukik gitu. Sejauh ini si tak ada kesulitan kalau di sini dan lantainya juga tidak licin. Berarti ini termasuk jembatan yang cukup baik yah? Iya cukup baik untuk pengguna tongkat. Tapi menurut Anda ada berapa banyak  jembatan yang kondisinya seperti ini? Sayangnya masih dikit ya mas. Paling jembatan bus way aja, soalnya kalau jembatan penyeberangan biasa justru tangga, gak ada bidang landainya,” tuturnya.

Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan akibat masih buruknya fasilitas  penunjang bagi penyandang disabilitas, tak sedikit yang jadi korban kecelakaan lalu lintas. Tapi tak ada data pasti dari lembaga tersebut jumlah penyandang disabilitas yang tewas atau terluka.

Anggota Komnas HAM, Isnenningtiyas Yulianti mengatakan,  hal itu akibat fasilitas khusus untuk penyandang disabilitas minim di semua moda transportasi umum. Ia mencontohkan tanda khusus bagi tuna netra tidak ada di semua perlintasan kereta.

Termasuk jalur khusus bagi penyandang disabilitas untuk mengakses bus Trans Jakarta dan bus umum lainnya, juga nyaris tidak ada.

Untuk itu Komnas HAM desak pemerintah menyediakan fasilitas bagi orang berkebutuhan khusus  di tempat-tempat publik termasuk transportasi. “Mengenai akses penyandang disabilitas banyak keluhan mengenai transportasi dan fasilitas. Terutama bagi penyandang disabilitas yang memakai motor. Di beberapa tempat di lampu merah itu tidak ada suara untuk tuna netra sehingga mereka kesulitan untuk bisa menyeberang.  Di lintasan kereta api itu juga tidak ada sinyal yang itu untuk tuna netra. Juga di beberapa kasus itu mereka meninggal tertabrak kereta karena tidak jelasnya informasi,”jelas Yulianti.

Lalu bagaimana tanggapan pemerintah?


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending