Akhir pekan, lepas jam kerja. Sejumlah anggota komunitas Nebengers berkumpul di sebuah rumah makan siap saji di Jakarta. Kopi darat atau pertemuan tatap-muka seperti ini sering mereka lakukan agar sesama anggota bisa lebih saling kenal. Maklum saja anggota Nebengers yang bergabung lebih sering berinteraksi di dunia maya, media sosial Twitter.
Usai kongkow, sekitar pukul 10 malam sejumlah anggota Nebengers, Melissa, Refi, dan Ciput menumpang mobil Andreas menuju wilayah Jakarta Timur.
Komuntas Nebengers atau numpang kendaraan ini mulai digagas sejak 6 Desember 2011. Komunitas yang digagas Andreas Aditya Swasti, Putri Sentanu dan Stefany Putri ini bermula dari rasa prihatin atas kondisi jalanan ibukota yang semakin hari makin padat dengan kendaraan.
Bayangkan saja, Jakarta hanya memiliki jalan sepanjang 7.200 kilometer. Sementara jumlah kendaraan bermotor terus bertambah saban tahunnya. Mengutip data Kepolisian Jakarta pada 2012, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dan sekitarnya mencapai lebih dari 14 juta unit. Ini berarti kapasitas jalan hanya mampu menampung 60 persen kendaraan yang ada. Idealnya perlu penambahan ruas jalan hingga 12 Ribu kilometer. Jika kondisi ini tak juga diperbaiki, bisa dibayangkan seperti apa macetnya jalanan ibukota di masa datang.
Kondisi seperti itu yang jadi keprihatinan Andreas dan kawan-kawan. Dari pada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin. Tak cukup sekadar berkeluh-kesah atau mengumpat karena jalanan macet. Mereka menawarkan cara sederhana ikut atasi kemacetan: memberi tumpangan lewat mobil atau motor kepada orang yang searah setujuan.
Media sosial Twitter lantas dipilih menjadi ruang berbagi informasi bagi yang ingin mencari atau memberi tumpangan. Catat akun komunitas Nebengers: @nebengers. Sampai akhir pekan lalu (6 Juli –red) tercatat sudah lebih dari 26 ribu follower atau pengikut di akun Twitter komunitas Nebengers. Anggota yang aktif tercatat hampir dua ribuan.
Penggagas Nebengers, Andreas Aditya Swasti, tak menampik jika masih ada anggapan minor seputar aksi mereka. “Beberapa orang menganggap nebeng itu sesuatu yang, “Ah, ngapain gue nebeng gue bisa naik taksi sendiri atau enggak gue bisa bawa mobil sendiri atau bawa motor sendiri. Jadi masih ada paradigma dari masyarakat bahwa nebeng itu kere, gratisan enggak modal, tapi itu tadi dengan adanya term of condition yang kita buat kayak lu sharing ini, ya, sharing itu, ya, itu istilahnya membuat kita jadi saling berbagi. Posisinya sama ni di mobil,” katanya.
Term of Condition yang disebut Andreas tadi adalah aturan bagi anggota Nebengers. Maklum kata dia masih ada yang mengenal Nebengers sekadar supir yang menjemput. “Mungkin belum pada tahu, ya, nebengers itu konsepnya seperti apa. Jadi terkadang ada yang minta dijemput dong. Iya, minta dijemput. Jemput di sini dong. Iya, turun di sini dong guwe. Padahal, ya, entah belum jelas rutenya lewat mana, pasti, kan orang bisa ngira ngira atau nggak dia memang enggak tahu,” jelasnya.
Selain membagikan pengalaman ikut merasakan mobil tumpangan sesama anggota Nebengers, para penebeng juga bisa saling bantu: berbagi peran sebagai supir sampai menyediakan camilan misalnya. “Bukan berarti yang bawa mobil itu lebih tinggi daripada yang ga punya. Soalnya, kan, kita sama sama di sini adalah sifatnya kolaborasi, kerjasama. Bagaimana teman teman ini juga saling menguntungkan. Ada juga enggak bahkan dari si penebeng ini bisa jadi navigator? Oiya. Heeh, ada. Ada yang kadang share rute, ya, gue enggak tahu rute jalan, jadinya dia jadi navigator. Atau enggak mereka, ya, gantian nyetir. Kalau ketika, eh ni guwe lagi enggak enak badan. Ni kita lagi gantian nyetir, saya nyetirin mobil dia,” imbuhnya.
Refi, anggota komunitas Nebengers pernah merasakan cemoohan di akun Twitter-nya seperti dikatakan Andreas tadi. “Ya, ada yang sempet ngetweet enggak modal banget sih, nebeng mulu tiap hari. Loh, kan di sini, kita juga sharing, enggak gratisan.Maksudnya kita juga yang nebeng biasanya pada namanya bareng sama orang, masa kita enggak tergerak sih hatinya. Ngasih apa, walaupun Cuma aqua aqua, kue kue. Kan seneng aja berbagi sama orangnya.”
Tapi Refi tak ambil pusing komentar sinis teman-temannya. “Ah, mereka itu belum tahu enaknya nebeng. Mereka belum ngerasain enaknya nebeng. Dari nebengers sendiri ini sendiri juga link, maksudnya dapat temennya itu juga bermacam macam. Bermacam macam profesinya, bermacama macam karakter orangnya. Jadi lebih banyak mengenal orang sih. Kita bisa saling sharing. Sharing ilmunya juga.”
Gama Queto Riayantori yang biasa memberikan separuh kursi motornya untuk ditebengii berkisah pengalaman suka-dukanya. “Kalau dari yang nebeng sama saya itu macam macam. Kadang mereka bawain sarapan kalau pagi, ya. Kalau sore, bawa cemilan sore atau minuman ringan minuman dingin. Ya itu kadang bikin terharu. Dia pagi pagi diasumsikan berangkat jam setengah 7, dia bawain sarapan yang itu terlihat dibikin sendiri. Nggak nyenenginnya? Ada. Nggak on time. Udah disepakati di tempat tertentu, tiba tiba dia mendadak berubah tempat.”
Kadang orang yang ikut nebeng kata Refi lupa atau tak tahu informasi cara nebeng sudah ditulis di akun Twitter Nebengers.“Jadi sebenarnya gimana? Ada meeting pointnya. Dikumpulin. Di twitter itu, kan, kita bertransaksi. Transaksinya itu, ya udah kita ketemu di Pom bensin. Ya udah jadi nanti transaksinya lewat twitter itu.”
Untuk memudahkan proses penjemputan dan pengantaran sesama anggota Nebengers maka dibuatlah system wilayah. Sebelas wilayah itu tersebar mulai dari Jakarta, Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor sampai Bandung, Jawa Barat. Masing masing distrik digawangi oleh pegiat komunitas itu yang mereka sebut: “ Lurah”.
Dyah Sisca Pramita, Lurah Nebengers wilayah Tangerang Selatan menjelaskan tanggungjawabnya.“Tugas paling penting si biasanya ngebantuin si Bengbeng sama Bengbi untuk verifikasi warga. Bengbeng sama Bengbi itu yang punya, jadi kita nyebut mereka founder itu Bengbeng sama Bengbi. Selain itu si lurah ini tugasnya ngebantuin untuk ngumpulin data. Jadi di distrik itu warganya ada siapa aja, rutenya dari mana kemana, trus apakah dia beri atau cari. Trus dia apakah sharingnya mobil atau taksi.”
Bengbeng dan Bengbi yang disebut Dyah tadi maksudnya sebutan untuk penggagas Nebengers sekaligus pengatur lalu-lintas Twitter Nebengers yakni Andreas Aditya Swasti, dan Stefany Putri.
Di Kota Tangerang Selatan kata Diyah tercatat 150-an orang yang bergabung dalam komunitas ini. Itu artinya, sedikitnya ada 150-an cerita atau pengalaman ikut menumpang kendaraan. “Kalau curhat negatifnya si belum. Kita nyebutnya cerita nebeng. Jadi kalau abis saling tebeng nebeng itu kita sama sama cerita. Eh, tadi aku abis nebeng si A dari A ke B. Tadi selama di jalan kita dikasih, eh kita share cerita lo. Tadi aku bawain makanan, aku ngasih buku. Kita nyebutnya cerita nebeng dan itu harus disetor ke timeline,” katanya.
Lantas seperti apa keamanan dan kenyamanan para anggota Nebengers selama menumpang?
Tak Kenal, Maka Tak Nebeng
Komuntas Nebengers atau numpang kendaraan ini mulai digagas sejak 6 Desember 2011. Komunitas yang digagas Andreas Aditya Swasti, Putri Sentanu dan Stefany Putri ini bermula dari rasa prihatin atas kondisi jalanan ibukota yang semakin hari makin padat deng

SAGA
Selasa, 16 Jul 2013 12:08 WIB


Nebengers, Komunitas, Jakarta, Andreas, Macet
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai