Bagikan:

Potret Peradilan Adat Aceh

Majelis peradilan adat lantas mengundang kedua belah pihak yang bertikai ke balai warga atau meunasah. Di sana mereka mendengarkan putusan sekaligus menggelar upacara perdamaian yang dihadiri warga.

SAGA

Senin, 10 Jun 2013 19:25 WIB

Author

Yudi Rachman

Potret Peradilan Adat Aceh

peradilan adat, aceh, Badruzzaman Ismail, hukum, santet

KBR68H - Tak semua kasus tindak pidana ringan mesti diselesaikan di pengadilan. Di Aceh misalnya, kasus hukum bisa diselesaikan lewat peradilan adat. Di sini pihak yang berperkara  dipertemukan dengan cara musyarawah mufakat tanpa melibatkan aparat penegak hukum.

Di sebuah Kampung Karieng Lam Lhom, Kabupaten Aceh Besar, Banda Aceh, warga ramai berkumpul di aula desa atau yang biasa di sebut meunasah. Beberapa warga  pagi itu tengah  mengadukan permasalahan ilmu santet kepada perangkat desa dan tetua adat. Salah satu warga Syarbini mengaku istrinya menjadi korban santet tetangganya Hasballah atau Seban. Akibat ilmu hitam itu menurut Syarbini, istrinya Ceudah sakit hingga tiga bulan.

Istri Syarbini kerap menyebut nama Hasballah sebagai orang yang mengguna-guna atau menyantet. Dia lantas  melapor ke keuchik atau kepala kampung Karieng Lam Lhom.Keuchik lantas  memanggil Syarbini dan Seban untuk mencari titik terang permasalahan. Dalam pertemuan itu kedua pihak bersikukuh dengan pendiriannya.  Seban yang geram pun tidak bisa menyembunyikan kekesalannya karena dituduh sebagai pelaku santet.

Akhirnya keuchik membawa masalah ini ke tingkat yang lebih tinggi yaitu ureung tuha gampong atau majelis peradilan adat. Keesokan harinya Keuchik melakukan rapat majelis peradilan adat kampung dengan mengundang imuem meunasah atau imam besar di kampung, perwakilan warga dan pengurus kampung. Anggota majelis peradilan adat lantas  memutuskan untuk menelusuri kasus dan memeriksa saksi.

Majelis peradilan adat pun mengklarifikasi duduk perkara kepada Syarbini  selaku pelapor dan Seban sebagai pihak terlapor. Beberapa hari  kemudian majelis peradilan adat menetapkan keputusan bahwa tuduhan santet dari Syarbini terhadap Seban tidak terbukti dan beralasan. Majelis Adat  lantas meminta Syarbini meminta maaf dan membujuk Seban untuk memaafkan.

Majelis peradilan adat lantas mengundang  kedua belah pihak yang bertikai ke balai warga atau meunasah. Di sana mereka mendengarkan putusan sekaligus menggelar upacara perdamaian yang dihadiri  warga.

Simulasi kasus yang menjerat Syarbini dan Seban tersebut adalah contoh perkara hukum ringan  yang berhasil diselesaikan majelis peradilan adat di Aceh Besar. Peradilan adat di Negeri Serambi Mekah sudah berkembang sejak zaman kesultanan atau Kerajaan Aceh ratusan tahun lalu. Pada masa Orde Baru, model penyelesaian hukum tradisional ini sempat tenggelam.  Kini peradilan adat yang cepat, murah dan mudah menyelesaikan berbagai persoalan tindak pidana ringan dihidupkan kembali.

Salah satu wargaKampung Karieng Lam Lhom, Lhok Nga, Kabupaten Aceh Besar bernama Samawati yang juga menjabat perwakilan perempuan di forum kampung  mengakui  manfaat peradilan adat. “Bisa jadi mereka saling berantem atau saling menyindir, otomatis dengan sendirinya timbul lagi kasus baru. Berarti dengan adanya penyelesaian kasus seperti tadi itu kita bisa mengendalikan persoalan ke depan. Jadi sudah terjamin keamanan ke depan,” katanya.

Di Kampung Karieng Lam Lhom majelis adat sudah menyelesaikan beberapa permasalahan seperti sengketa tanah, kekerasan dalam rumah tangga hingga praktik ilmu hitam seperti santet, jelas Samawati.

“Kalau masalah santet baru sekali, tetapi masalah-masalah lain juga seperti lempar ayam patah kakinya dan segala macamnya, mencuri mangga, curi kelapa muda itu sering tetapi Alhamdulillah orang tua dan tokoh-tokoh masyarakat bisa mencari solusi sehingga kejadian yang sekali terjadi itu ke depannya tidak akan terulang lagi”

Lantas apakah peradilan adat seperti di Tanah Rencong ini bisa bersanding dengan hukum formal?


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending