Bagikan:

Lagi, Pahitnya Rasa Garam di Pesisir Jawa Barat

Tarjan adalah satu dari sekian banyak petani garam di Cirebon yang tersisih karena buruknya tata niaga garam. Nasibnya bersama petani lain juga makin suram karena garam yang diproduksi kerap tak berkualitas

SAGA

Rabu, 12 Jun 2013 20:13 WIB

Lagi, Pahitnya Rasa Garam di Pesisir Jawa Barat

Garam, Indramayu, Pugar, Tanung, Jawa Barat

KBR68H - Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat atau Pugar dinilai belum sepenuhnya menyejahterakan petani. Hal ini dikeluhkan sebagian petani garam di pesisir Jawa Barat. Persoalan lain  yang juga  bikin pusing, terkait buruknya tata niaga komoditi pangan tersebut. Petani menjerit karena garam hasil produksi mereka harganya jeblok dan sebagian tak bisa ditampung  pasar.KBR68H berbincang dengan sejumlah petani garam di Indramayu dan Cirebon.

“Itu pari (padi-red) satu kwintal, garam satu kwintal pak harganya. Waktu itu harganya. Pari itu padi, dulu padi pakai gagang. Kalau sekarang padi misalnya Rp 500 ribu perkwintal, garam itu sama harganya. Dulu tahun 1969 dulu…”

Yang dikisahkan Tarjan, warga Desa Pengarengan, Pangenan Cirebon adalah era keemasan pertanian garam pada 1960-an. Tapi kini situasinya sudah berbeda. Harga garam petani tradisional kalah jauh dengan harga gabah. Bandingkan harga garam yang berkisar Rp 200 – Rp 400 per kilogram dengan gabah Rp 3.900 – Rp 4.500 per kilogramnya.

Tapi Tarjan tetap setia bekerja sebagai petani garam sejak 50 tahun lalu. Untuk cari tambahan, ia  bekerja sebagai petugas keamanan salah satu gedung. Gajinya Rp 700 ribu per bulan.

KBR68H: “Kalau tak begitu menghasilkan kenapa masih bertahan?”
TARJAN: “Habis mau kerja apa lagi? Kalau punya bandeng dan tambak. Kalau tak punya? Justru saya di sini jaga malam pak. Bukan punya sendiri. Orang Pengarengan SDMnya terbatas. Misalnya petani tambak, nelayan, penggaraman dan sawah. Misalnya penggaraman sudah habis. Nih yang punya sawah bisa over ke sawah. Tapi bagi kami yang tak punya tambak dan sawah ya sudah nganggur.” “Jujur ini tak bohong. Namanya saya sudah tua. Ya sudahlah gak apa-apa. Suka dukanya bagaimana masalah penggaraman. Lebih banyak dukanya.”

Tarjan adalah satu dari sekian banyak petani garam di Cirebon yang tersisih karena buruknya tata niaga garam. Nasibnya bersama petani lain  juga makin suram karena garam yang diproduksi kerap tak berkualitas. Menurut Tarjan, petani sengaja tak produksi garam yang berkualitas dengan alasan butuh uang untuk penuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari.

KBR68H :”Itu khan yang bikin kualitas buruk?”
TARJAN:”Kalau begitu kembali ke PUGAR nih pak. Kalau PUGAR tepat sasaran bisa begitu pak. Untuk bertahan sampai sepuluh hari sampai setengah bulan. Orang perlu makan, petani perlu makan, perlu anak sekolah. Perlu segala-gala ekonomi. Jadi seolah-olah ada garam sudahlah. Yang penting dijual ada masukan gitu pak. Tapi kalau pemerintahnya ada kepedulian ke petani garam. Ya gimana lah cara membinanya. Misalnya PUGAR.”

“Pugar” yang dimaksud Tarjan adalah program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat yang digagas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Menurut Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha KKP Anshori Anwar, Pugar disiapkan untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas produksi garam petani.
 
“Tahun ini bagaimana kita meningkatkan kualitas. Kualitas 70 persen masih ini. Jadi kualitas dari ada kualitas satu dilihat dari Nacl-nya. Nacl kadar 94 – 99 itu kualitas satu. 94 – 88 itu kualitas dua dan di bawah itu kualitas tiga. Kualitas kita ini 60 – 70 persen masih kualitas dua dan tiga. Karena terus terang saja, kenapa kualitas kita jelek karena memang tak ada yang ngurusin,” katanya.

Memang, semula Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian yang mengurus soal garam. Tapi belakangan, kedua kementerian ini baru peduli pada pengembangan pertanian dan usaha garam di segelintir wilayah seperti Madura,Jawa Timur sampai Cirebon, dan Indramayu.

Sekadar diketahui jumlah produsen garam di negeri ini tersebar di 42 kabupaten/kota.


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending