Bagikan:

Kiprah Komunitas Pelestari Wayang Beber

Meski sudah berusia 3 tahun, komunitas ini tak memiliki banyak anggota aktif. Saat ini, hanya 15 orang yang bertahan.

SAGA

Rabu, 05 Jun 2013 19:20 WIB

Kiprah Komunitas Pelestari Wayang Beber

komunitas wayang beber metropolitan, wayang, samuel, jakarta, seni

KBR68H - Sekelompok kaum muda mencoba melestarikan tradisi budaya wayang beber yang terancam punah.  Namun Komunitas Wayang Beber Metropolitan menyajikan dengan gaya  dan pertunjukan yang lebih inovatif. Teater, musik, tarian serta audio visual jadi satu. Seperti apa kiprah komunitas ini merawat dan meruwat kesenian yang telah ditetapkan UNESCO  sebagai warisan dunia tersebut? 

Hari menjelang petang, suasana di kawasan Kota Tua masih terlihat ramai.Di dalam gedung Museum Wayang, tampak tiga orang remaja tengah duduk berbincang di panggung pertunjukkan wayang. Mereka adalah Rhoro Endah, Sari Atika dan Hari Abrianto. Ketiganya adalah anggota Komunitas Wayang Beber Metropolitan.

Hari itu, mereka akan berlatih. Rhoro Endah, adalah seorang penari di komunitas itu. Ia baru bergabung 2012 lalu. Gadis berkulit putih ini awalnya tak mengenal seni wayang yang berkembang di sejumlah daerah Pulau Jawa tersebut.  “Dia waktu itu ikut latihan karawitan di Bentara, terus kenal terus diajakin, ini yuk ngumpul sama anak-anak wayang beber. Nah, terus saya kan baru pertama kali denger, penasaran terus datang akhirnya,” ucap Rhoro.

Bentara yang disebut Rhoro tadi lengkapnya Bentara Budaya. Komunitas dan tempat kegiatan seni budaya di Jakarta Barat.  Ia mengaku suka wayang beber  beda dengan wayang tradisi

“Iya, baru. Nggak, memang karena pertama memang pengen tau tentang wayang. Cuma kan, di Bentara juga ada grup wayang, tapi dia kan lebih ke tradisi ya, dan berat gitu. Kebetulan pas ke wayang beber, ternyata medianya asik, bahasanya pakai bahasa Indonesia, bukan bahasa Jawa, dan teman-temannya juga welcome, akhirnya ya sudah tetap di sini, stay,” tutur gadis yang gemar menari sejak SD ini.

Meski sudah berusia 3 tahun, komunitas ini tak memiliki banyak anggota aktif. Saat ini, hanya 15 orang yang bertahan. Salah satu pengurus  Komunitas Wayang Beber Metropolitan, Sari Atika menuturkan.“Yang orang Jakarta cuma bisa dihitung beberapa saja. Yang aktif 15 orang. Pokoknya itu bongkar pasang saja.  Misal ada yang hamil atau nikah. Awalnya anggotanya sekitar 25 orang,” ujar Sari.

Gadis yang juga berprofesi sebagai guru ini mengaku sedih dengan nasib seni pertunjukkan  yang terancam punah. Sebab tak banyak generasi muda yang  mau melestarikan. Untuk merangsang minat anak muda, komunitas ini menggratiskan biaya pementasan di sekolah-sekolah dan taman bermain anak.“Kita tidak menetapkan harga. Untuk tampil di  kampus atau  taman bermain yang misinya  untuk kepentingan sosial. Free,” jelasnya.

Hingga kini masih banyak masyarakat yang tidak tahu kesenian yang berkembang di tanah air sejak tahun 1280-an itu. Kembali Sari Atika. “Ya memang kenyataannya seperti itu, jadi nggak usah sedih. Tapi gimana caranya kita menarik minat mereka. Makanya jika ada acara di Museum Wayang, kita diajak, pasti ada stand kita. Dari situ kita memperkenalkan  apa itu wayang beber,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan pemain musik di Wayang Beber Metropolitan, Rizal Baihaqi. Ia mengaku, awalnya tidak tahu  seni yang berupa lembaran lembaran atau beberan yang dibentuk menjadi tokoh tokoh dalam cerita wayang  tersebut . Menurut mahasiswa salah satu perguruan tinggi Jakarta tersebut, bergabung di komunitas budaya ini sebagai tantangan. “Menggabungkan dua unsur yang mungkin agak berbeda, supaya bisa enak. Enak di hati saya gitu. Bisa mengikuti tradisinya bisa, modernnya juga bisa. Jadi imbang, antara tradisi dan modern,” ucap pria berkacamata, ini.

Rizal berpendapat, untuk merangsang  minat kaum muda terhadap seni wayang beber maka diperlukan pengemasan yang lebih menarik. Modern  tanpa mengabaikan keasliannya. Namun, modifikasi seni tersebut kadang ditentang oleh beberapa pegiat seni. “Cuma bagaimana kita penggiat wayang atau penggiat budaya lain itu bisa mengemas budaya lain itu bisa mengemas lebih menarik. Kadang-kadang kita terbentur dengan beberapa praktisi atau pelakon kebudayaan yang terlalu pakem, jadi ketika ada seni tradisi yang dimodifikasi, ada yang keberatan, atau ada yang mendapatkan kritik. Wah, jangan diubah seperti itu!. Padahal beberapa penggiat lain juga menggunakan teknik modernisasi itu untuk menarik generasi muda.,” ujar Rizal, memberi saran.

Di tengah berbagai tantangan tersebut, Komunitas Wayang Beber Metropolitan tetap bertahan dengan cara mereka sendiri.


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending