Bagikan:

Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

Sebagian besar korban pelecehan seksual enggan mengadu. Seorang kasir, sebut saja namanya, wati mengatakan, ia sudah terbiasa dengan colekan nakal

SAGA

Senin, 06 Mei 2013 16:11 WIB

Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

pelecehan seksual, buruh, tempat kerja, komnas perempuan, ilo

KBR68H - Pelecehan seksual jelas mengganggu. Kasusnya bertambah pelik ketika terjadi di tempat kerja. Tidak seperti pelecehan seksual di tempat umum, sumber nafkah korban terancam jika  melawan.Salah satu cara mencegahnya lewat aturan yang disepakati bersama antara pekerja dan pengusaha  di Perjanjian Kerja Bersama.

Sebut saja namanya Aida. Sales promotion girl ini mengaku risih dengan ulah konsumen nakal.  

“KBR68H:  Pernah digodain berapa konsumen? Oh, itu sering, kadang kalau konsumen ada yang centil. Misalkan kita lagi nulis, tangan kita biasa, otomatis di atas. Dia pegang-pegang. Kalau tidak, mereka rayu-rayu. Kadang ada beberapa yang bercanda, tapi bikin kita gak nyaman. Ini karena mereka mengamatin kita dari atas ke bawah.”

Kenakalan berbau seksual bahkan membuat berang. Rekan kerjanya, sebut saja namanya Lina pernah merasakannya. “Untuk para pria, wajar menonton film seperti itu (blue film –red), ketika mereka menonton film tersebut, lalu mencontohkan, atau mengibaratkan, bagaimana jika saya berada di posisi itu atau berada di situasi yang mereka lihat, itu sudah melampaui batas dan membuat saya sangat marah. Itu bukan sekedar pelecehan lagi, itu lebih-lebih dari sekedar pelecehan.”

Perkataan verbal mungkin bisa sepele, namun, tidak bagi Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah menuturkan, “Standar yang kita punya misalnya, kekerasan itu bisa fisik, psikis, verbal, karena orang lain sebagai objek. “kamu cantik” memang untuk apresiasi dengan “kamu cantik” dengan kapasitas untuk merendahkan itu beda. Proses merendahkan martabat itu ada standar objektifnya. Karena, senang atau tidak itu soal budaya.”

Permasalahan pelecehan seksual bertambah pelik ketika menyangkut hajat hidup. Ketua Komisi Kesetaraan Konfederesi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia atau KSBSI Yatini Sulistyowati memaparkan, “Pelecehan seksual tidak hanya terjadi pada perempuan, bisa juga pada laki-laki. Kami pernah menerima pengaduan di Papua. Tapi, melalui surat elektronik. Bosnya gay, sama-sama cowok jadinya. Dia dipakai. Karena ketika itu ia membutuhkan pekerjaan dan begitu mudahnya dia mendapatkan uang dengan melakukan itu dengan bosnya, dia menikmati saja. Tapi, setelah dia melakukan itu dua tahun. Maka, ia menyatakan pada bosnya, tidak mau lagi melakukan itu, saya akan keluarkan.”

Sebagian besar korban pelecehan seksual enggan mengadu. Seorang kasir, sebut saja namanya, wati mengatakan, ia sudah terbiasa dengan colekan nakal.”Paling dikelitikin, kalo lagi ngasir, tau-tau pinggang aku dicolek pakai jari. Itu kan geli. Apa marah? Ya nggak, paling cuman bilang, “apa-apaan sih, gak enak diliat orang” nggak enak kan diliat orang. Asisten manajer. Dia yang paling iseng ngelitikin aku. Kalau lagi sepi doing, tidak ada pelanggan bercanda daripada sepi, iseng kali dia.” 

Ketika memprotes, perempuan malah sering disalahkan. Kembali Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah menuturkan, “Kekerasan ini memang, tidak memar. Kalau dipukul memar, kekerasan verbal itu kan dampaknya tidak ke fisik, tapi psikis. Dan, dampak kekerasan psikologis itu bisa lebih runyam dan dalam bagi korban. Itu juga tidak gampang dibuktikan karena dalam prosesnya sering menyalahkan perempuan dalam prosesnya karena dianggap, “ah, ke-GR-an, ah, kegenitan, ah, begitu saja sok sensi, ah lebai, ah apa” padahal itu sangat tidak nyaman.” 

Ketika korban pelecehan seksual bersedia mengadu, mereka tidak tahu mesti ke mana. Kembali Ketua Komisi Kesetaraan KSBSI Yatini Sulistyowati.   “Lari di dinas tenaga kerja atau pengawasan belum ada, jadi, mereka mau lari ke mana kalau ini pengaduan khusus tidak bisa diselesaikan di tingkat dinas ? apa ke pengadilan umum? Kemaren ada pikiran, ke Pengadilan Hubungan Industrial karena dunia kerja, tapi cantolannya apa? Di Undang-undang no 2 dan UU no 13 tidak ada menyangkut tentang pelecehan seksual?,” tanyanya. 

Lantas, bagaimana buruh dapat dilindungi dari pelecehan seksual? Apa yang bisa mendorong munculnya perlindungan itu?



Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending