KBR68H - Tak bisa dipungkiri media massa ikut berperan mempercepat kejatuhan Presiden Soeharto dari kursi kekuasaannya. Radio, televisi sampai media cetak pada 1997-1998 gencar memberitakan gerakan mahasiswa yang menuntut perubahan sosial-politik pascaIndonesia dihajar krisis ekonomi. Mundurnya sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu VII turut menggoyahkan sikap penguasa Orde Baru untuk terus bertahan.KBR68H menemui sejumlah praktisi media dan bekas menteri yang menjadi saksi senjakala kuasa Soeharto.
Mei 98, demo besar-besaran terjadi di berbagai kota Indonesia. Mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya jengah dengan pemerintahan Orde Baru yang dinilai tak becus kendalikan ekonomi pascakrisis yang menghajar negeri. Kondisi ekonomi dalam negeri saat itu sangat terpuruk. Nilai tukar rupiah terhadap dollar melambung hingga Rp 17 ribu, setelah sebelumnya berada di kisaran Rp 2 ribu. Kenaikan harga barang ikut menggila.
Demonstran menuntut Presiden Soeharto meletakkan jabatannya. 21 Mei 98 Soeharto lengser. Indonesia memasuki halaman baru. Era Reformasi. Tanda-tanda kejatuhan Soeharto mulai terlihat saat krisis moneter 1997. Saat itu banyak diskusi digelar membahas krisis ekonomi dan solusinya. Salah satunya, diskusi yang sering disiarkan Radio MS Tri. Radio komersial yang berdiri sejak 1996 ini berada di dalam kampus Universitas Trisakti, Jakarta.
Direktur Radio MS Tri, Cahaya Sinaga menuturkan,”MS Tri memang berupaya melakukan empowering people tentang banyak hal yang terjadi saat itu. Karena pada waktu itu banyak orang yang sudah membicarakan kondisi keuangan, keamanan, politik, dan MS Tri berupaya empowering people untuk mengerti apa sebenarnya yang terjadi di negara kita.”
Di ruangan studio seluas 3 x 5 meter, kru MS Tri menyiarkan langsung program unjuk wicara pagi hari tersebut. Diskusi mengundang kalangan mahasiswa. Perbincangan yang menyerempet pergantian rezim kadang terlontar. Namun, perempuan yang disapa dengan panggilan Cai ini mengaku tak takut izin siarannya dicabut. “Saya tahu benar pada waktu itu semua dalam diskusi mengatakan ini memang rezim yang harus diganti. Itu banyak yang bicara. Semua perwakilan mahasiswa ada di situ. Tidak hanya dari Trisakti. Cuma engga pantas saya sebutkan ya,” tambahnya.
Maklum saja, pada masa itu Departemen Penerangan punya kuasa untuk mencabut nyawa media. Pada 1994 misalnya Majalah Tempo, Editor dan Tabloid Detik dicabut SIUPP-nya.
Dalam terbitanya, Tempo memberitakan indikasi korupsi pembelian 39 kapal perang bekas buatan Jerman.