Bagikan:

Kartu Kesehatan untuk Kaum Miskin

Pasien mulai mengeluh karena lamanya antre mendapatkan obat. Bahkan tak jarang dari mereka harus pulang, karena waktu berobat untuk pasien KJS telah habis.

SAGA

Kamis, 02 Mei 2013 14:51 WIB

Author

Dimas Rizki

Kartu Kesehatan untuk Kaum Miskin

KJS, Kartu Jakarta Sehat, Pasien, Miskin, Jokowi

KBR68H - Ungkapan orang miskin dilarang sakit, berangsur mulai dihapus Pemerintah DKI Jakarta. Caranya  lewat program Kartu Jakarta Sehat. Namun program ini tak seindah seperti dibayangkan. Buktinya masih ada pasien tak mampu  yang ditolak rumah sakit. KBR68H   berkunjung ke RSUD Pasar Rebo Jakarta melihat  penerapan  layanan kesehatan bagi kaum papa tersebut.

Siang itu, pasien memadati ruang administrasi Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo, Jakarta Timur Mereka tengah antre  mendaftar  untuk mendapatkan layanan kesehatan atau menebus obat. Sebagian dari pasien pengguna Kartu Jakarta Sehat atau KJS.

Pasien mulai  mengeluh karena lamanya antre mendapatkan obat. Bahkan tak jarang dari mereka harus pulang,  karena waktu berobat untuk pasien KJS telah habis. Seperti dialami Ardi dan istrinya.

“Kemarin saya ke sini sore juga sudah tutup. Sore habis Azhar. Jam 4-an deh. Sudah tutup  tak  bisa periksa? Iya. Kemarin juga mau serahkan  hasil laboratorium  saja. Cuma ya itu loket  sudah tutup. KBR68H: “Jadi kalau siang bagaimana. KJS pagi. Kalau siang swasta. Di sini kan begitu. Jadi gak bisa. Harus besok. Sekarang ambil nomor antriannya saja buat besok,” jelas Ardi. 

RSUD Pasar Rebo memang tak sepenuhnya dikelola pemerintah. Petang hari pihak  swasta yang mengelola. Aturannya begini, pagi hingga jam tiga sore, pasien mendapatkan layanan  dari pemerintah. Selebihnya layanan kesehatan dikelola swasta.

Dedi Suryadi, Juru Bicara Rumah Sakit Pasar Rebo mengatakan, tak ada masalah dengan terbaginya pengelolaan  rumah sakit . Kata dia, pasien tetap mendapatkan layanan yang sama, termasuk pasien KJS. “Sore hari memang pelayanan kesehatan sore, yaitu dokter-dokter rumah sakit, dia praktek di sore hari. Itu memang kebijakan rumah sakit. Begini pak. Biasanya masuk lewat IGD. Karena yang pagi itu klinik aja. Yang di rumah sakit pemda lainnya juga pagi pak. Jadi untuk sore, bisanya datang ke IGD, itu semua kalau dia yang tak punya KJS, cukup bawa KTP dan KK, selesai. Dan itu gratis.”

Namun kenyataannya  berbeda. Sekitar pukul 2 siang, KBR68H mencoba mendaftar sebagai pasien KJS. 

KBR68H: “Pak kalau mau daftar pakai KJS bagaimana?”
Petugas: “Pertama harus bawa surat rujukan dari puskesmas. KTP sama KK. Pelayanannya pagi.
KB68H: “Lho kenapa pak?”
Petugas: “Kalau sore swasta.”
KBR68H: “Jadi memang ada dua begitu pak?”
Petugas: “Iya.”
KBR68H: “Jadi harus datang pagi. Kalau siang udah swasta. Paginya sampai jam berapa pak?”
Petugas: “Jam 11. Antriannya sampai jam 10.30 (WIB-red).”
Tak puas, KBR68H mengunjungi bagian informasi rumah sakit itu.
KBR68h: “Mbak, kalau pakai KJS terus..”
Petugas: “Harus pagi datangnya.”
KBR68H: “Kalau sakitnya mendadak begitu bagaimana?”
Petugas: “Memang sakit apa?”
KBR68H: “Panas.”
Petugas: “Kalau darurat di IGD. Cuma ya kalau Cuma panas, ditahan aja. Datang besok. Nanti kalau sampai menginap, tergantung di IGD.”

Pengalaman pasien pasangan suami-istri Edi dan Rani lain lagi. Edi tak punya KJS, anehnya tetap dilayani  rumah sakit. “Tadi gak pakai kartu itu. Kita maunya umum saja. Eh orang dalam bilang, suruh bawa KTP sama Kartu Keluarga (KK). Itu aja biar pengganti KJS. Itu dari orang dalam bilang begitu. Aslinya sih kita gak punya. Belum urus soalnya. Ya udah biarin aja. Saya kan tadi masuk daftar ni. Pasien masuk ke IGD. Kan di rumah ada Gakin. Tapi gak bisa karena namanya beda. Kan masuknya umum. Tapi tadi orang dalam  bilang ya sudah pakai KJS aja. Kan belum ada tu. Dia bilang biar bawa KTP sama KK aja. Dia yang urus.”

Edi menambahkan istrinya justru pernah ditolak karena tak bawa surat rujukan dari puskesmas. Padahal dia memiliki KJS. Dia  bingung dengan kebijakan rumah sakit.Menanggapi keluhan pasien, pihak rumah sakit berkilah hal tersebut juga dialami rumah sakit daerah lainnya.

Juru bicara RSUD Pasar Rebo Dedi Suryadi menambahkan, “Persoalan terlalu lama, bukan cuma di Pasar Rebo aja yang mekanisme kaya gitu. Di rumah sakit lainnya juga seperti itu. Itu antriannya panjang. Seperti itulah persoalannya. Keenam RSUD juga sama. Jadi yang harus kita bantu ke masyarakat, sosialisasi harus segera disampaikan. Kedua, pemda harus meningkatakan infrastruktur. Adalah membuka pos-pos yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat DKI sendiri.”

Bagaimana tanggapan Gubernur DKI Jokowi dan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi terkait karut-marut program KJS?

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending