KBR68H - Seluruh warga Desa Huidu Utara di Provinsi Gorontalo menanam tumbuhan untuk keperluan obat tradisional sampai sayur-mayur . Tak ayal pekarangan desa yang dihuni lebih dari seribu jiwa tersebut terlihat hijau dengan aneka tanaman apotik dan dapur hidup. Langkah ini diharapkan meningkatkan kesehatan warga yang rentan diserang ragam penyakit.
KBR68H: Ini pohon terong ya?
Sri Hartati: Iya, kalau ini dapur hidup. Nah ini apotek hidup. Ini mayana, ini ginseng, kumis kucing, yodium, pinaho.
KBR68H: Untuk obat apa itu mayana?
Sri Hartati: Obat batuk.
Sri Hartati Matowani adalah Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo. Bersama sejumlah warga Desa Huidu Utara, mereka menemani KBR68H melihat halaman rumah warga yang hijau dipenuhi tanaman obat dan sayuran.
Setiap pekarangan rumah ditanami tumbuhan obat dan sayur. Mereka menyebutnya apotek hidup dan dapur hidup. Tumbuhan itu ditanam di halaman yang luasnya bisa mencapai 10 x 7 meter persegi atau sekitar setengah lapangan voli. Ini semua merupakan kesepakatan warga untuk hidup sehat dan cinta lingkungan, kata Musran Hongi, Kepala Desa Huidu Utara.
“Apa yang kami lakukan itu tentunya bukan satu saat, atau satu kali kami datangi mereka (warga), tetapi berulangkali kami datang. Untuk memberi pemahaman kepada masyarakat, pentingnya lingkungan yang sehat, sehingga semua masyarakat bergerak, bukan hanya di sini, tapi di semua dusun. Ini hasilnya sudah dinikmati. Kalau bicara darimana ini bibit? Semuanya swadaya masyarakat sendiri,” terangnya.
Mereka saling bantu jika ada warga yang ingin menanam. “Biasanya dilakukan secara gotong royong. Dan tentunya, kami selaku kepala desa tinggal memantau apa yang kami perintahkan. Dan masyarakat setiap saat melakukan kegiatan-kegiatan untuk pemanfaatan halaman,” imbuhnya.
Menurut Musran apotek dan dapur hidup dikembangkan warga sejak empat tahun lalu. “Dulu kan tidak ada ini pemanfaatan halaman. Setelah (desa) dimekarkan, kami memacu semua program. Dari tiga dusun yang ada di Desa Huidu Utara ini, memang ini agak jauh dari desa induk (sebelum dimekarkan), Desa Huidu. Sehingga begitu kami dipercaya, kami ubah ini desa jadi seperti ini.”
KBR68H: Yang masih dibeli (warga) jadinya garam sama ikan?
Sri: Iya, kalau tukang jual sayur di sini engga laku. (tertawa). Tinggal tempe sama tahu mungkin yang masih dibeli masyarakat.
KBR68H: Yang lain tinggal ambil ya?
Warga Huidu kini mulai menikmati hasil jerih payahnya. Bahkan bisa swasembada tanaman obat dan sayuran, ujar Ketua Tim PKK, Sri Hartati Matowani. “Di sini juga sudah ada datang pembeli yang dari, biasanya penjual sayur. Dan itu ada dalam buku administrasinya,” katanya.