KBR68H - Bulan depan tepatnya 9 April dan 9 Juli, negeri ini siap menggelar Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden. Tapi selalu muncul masalah di hajat politik lima tahunan tersebut. Semisal masih diabaikannya hak kelompok difabel. Reporter Sindu Dharmawan melihat kesiapan KPU mengatasi masalah ini. Berikut laporan pertamanya.
Ruangan salah satu hotel di Jakarta sore itu tampak ramai. Sejumlah aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan jurnalis berkumpul dalam diskusi investigasi media soal pemilu. Fadly Ramadani, salah satu aktivis turut hadir. Pegiat dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bidang Penegakkan Hukum Pemilu ini gundah dengan masih rendahnya pemahaman petugas dan pengawas pemilu terhadap hak kelompok disabilitas.
“Tapi kan masih ada beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan misalnya, PPS, KPPS yang ada di daerah, kita ambil contoh ketika saya memantau pemilukada di Jawa Timur, ketika Perludem memantau proses pemilukada di sana itu pengetahuan dari panitia pemungutan suara dan KPPS terhadap disabilitas itu masih banyak yangg belum paham, “ kata Fadly.
Fadly menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dipimpin Husni Kamil Manik telah memberi perhatian pada masalah ini. “Kalau KPU secara prinsip mereka sangat berkomitmen untuk itu, sejauh ini yang kita tahu. Tapi, kita tetap akan kawal terus bagaimana KPU untuk melaksanakan komitmen itu. Kemudian yang paling penting menurut saya adalah jantungnya adalah di KPPS, PPS dan PPK-nya. Karena, nanti kan mereka yang akan mengelola basis itu di bawah,” ujarnya.
KPPS yang disebut Fadly tadi singkatan dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara. Sedang PPS dan PPK adalah Panitia Pemungutan Suara dan Panitia Pemilihan Kecamatan.
Di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Seorang pekerja bernama Febriyan dengan kursi rodanya tengah menyeberang jalan bersama rekannya. Penyandang disabilitas yang kakinya lumpuh ini mengaku Pemilu tahun ini adalah kali kedua ia akan gunakan hak politiknya. “Tahun ini, Anda merasa tidak pemilu itu sudah ramah terhadap disabilitas?) Mungkin kalau di beberapa tempat kurang tahu, ya. Tapi, kebanyakan ya namanya akses buat disabilitas di Indonesia terutama, ya, masih belum lah ya belum memadai, bukan tidak bisa memadai. Menurut saya sih adalah kayak gitu (diskriminasi terhadap disabilitas, red), permasalahan kayak gitu,” katanya.
Lelaki berkacamata yang bekerja sebagai pegawai administrasi di DPRD DKI Jakarta ini mengaku belum mengetahui hak-haknya saat pemilu nanti. Sebut saja seperti hak memilih saksi bagi tuna netra. “Ya, lebih diperhatikan saja kaum (difabel) seperti saya, terutama yang lansia juga. Karena bagaimanapun juga mereka juga punya hak pilih yang wajib dipergunakan. Jadi, kalau ibaratnya dari fasilitas memang masih belum memadai, ya bisa disesuaikan dengan kondisi lingkungan di TPS-TPS terkait,” harapnya.
Harapan yang disampaikan penyandang disabilitas seperti Febriyan tidak terlalu muluk. Tapi faktanya hal itu sulit dipenuhi panitia pemilu. Ketua Panitia Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca), Ariani Soekanwo menegaskan butuh waktu panjang untuk memperjuangkan terwujudnya pemilu yang tidak diskriminatif . “Gagasan awal, ya karena penyandang disabilitas itu tidak bisa menjadi apa ya, tidak ada hak memilih dan dipilih, dipilih lah, dulu-dulunya di pilih. Terus kemudian, kita kok enggak bisa jadi anggota DPR sih? Terus sekarang kita advokasilah itu. Kebetulan waktu itu saya tahun 2001 menjadi Ketua Umum Himpenca, Hari Internasional Penyandang Cacat, waktu itu,” ungkap Ariani.
Agara pemilu ramah difabel terwujud, organisasi yang dikomandani Ariani menjalin kerja sama dengan KPU. Nota kesepahaman tentang peningkatan partisipasi penyandang disabilitas pada pemilu sudah diteken. Selain itu lembaga penyelenggara pemilu juga membuat aturan khusus tentang logistik pemilu. Tapi Ariani tak menepis jika masih ada petugas pemilu yang belum mengerti hak kelompok difabel.
“Mungkin sosialisasinya kurang, mereka juga belum paham template itu apa. Jadi, mungkin KPPS-nya kan direkrut dalam waktu 2-3 bulan, jadi mungkin tidak sempat baca. (Tapi persiapan pemilu itu kan waktunya cukup panjang? Panjang itu kan KPU Pusat! Yang daerah, yang KPPS kan sedikit,” tegasnya.
Lantas bagaimana kesiapan KPU memenuhi hak politik penyandang disabilitas?
Editor:Taufik Wijaya
Berharap Pemilu Ramah kepada Kelompok Difabel
Harapan yang disampaikan penyandang disabilitas seperti Febriyan tidak terlalu muluk. Tapi faktanya hal itu sulit dipenuhi panitia pemilu.

SAGA
Senin, 10 Mar 2014 15:49 WIB


difabel, pemilu, disabilitas, KPU
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai