Bagikan:

Radio Komunitas Terhimpit Frekuensi

Provinsi mana yang paling banyak memiliki radio komunitas? Jawa Barat jawabnya. Jumlahnya mencapai lebih dari 200 radio komunitas. Tapi nasib sebagian media penyiaran tersebut di ujung tanduk. Mereka dianggap liar lantaran tak kunjung mendapat izin siar

SAGA

Selasa, 05 Mar 2013 15:59 WIB

Radio Komunitas Terhimpit Frekuensi

radio, komunitas, bandung, kpi

KBR68H - Provinsi mana yang paling banyak memiliki radio komunitas?  Jawa Barat jawabnya. Jumlahnya mencapai lebih  dari 200 radio komunitas. Tapi nasib sebagian media penyiaran tersebut di ujung tanduk. Mereka dianggap liar lantaran tak kunjung mendapat izin siaran. Salah satu radio komunitas yang terancam ditutup adalah  Radio Suara Cibangkong. KBR68H pergi ke Kota Bandung mengunjungi pelopor radio komunitas tersebut.

“Assalamualaikum. Selamat malam. Selamat bergabung bersama Radio Suara Cibangkong 107,7 FM. Bagi anda yang mungkin baru melaksanakan sholat maghrib ya mudah-mudahan semua diberi berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa…”.

Itu tadi salam pembuka dari Nanan Suryana alias Kang Jak kepada pendengar. Nama udara itu, biasa ia gunakan ketika bersiaran di Radio Komunitas Suara Cibangkong. “Mengawali jumpa kita di malam hari ini, saya akan putarkan sebuah lagu Iwan Fals. Semoga bisa menghibur anda di rumah. Selamat malam. Selamat berbahagia buat anda di rumah,” ucapnya menyapa pendengar.

Kang Jak tidak punya latar belakang penyiar profesional. Dia adalah seorang pekerja seni. Di radio ini ia  biasa siaran saban malam. “Saya tadinya pendengar. Tapi karena ada himbauan di radio bahwa media ini adalah media latihan dan pembelajaran. Maka saya main ke studio dan mulai bersiaran. Banyak juga pendengar yang jadi penyiar. Misalnya Kang Ojay. Dia penyiar lagu-lagu Sunda yang tadinya pendengar,” jelasnya.

Enam tahun sudah dia bergabung di Radio Suara Cibangkong. Biasanya program musik religi dan informasi ringan yang dibawakan. Semua ini dilakukan secara sukarela alias tanpa honor. “Nama saya  Sudarman umur 54 tahun. Saya betul-betul pendengar setia Radio Suara Cibangkong. Saya dengar dari sore sampai malam..” .

Sudarman tinggal sekitar 1 kilometer dari studio Radio Suara Cibangkong. Sambil mengurus usaha konveksinya di rumah, ia  rutin mendengarkan siaran radio. “Kalau televisi tidak begitu seru. Malah kadang-kadang suara televisi dikecilkan dan suara radio dibesarkan. Jadi lebih seru dan banyak ketawa kalau dari radio. Saya sering nge-bel (menelpon) radio untuk minta lagu. Di situ serunya,” terangnya.

Istri Sudarman tak jauh beda. Dia senang lagu-lagu dangdut yang diputar Radio Suara Cibangkong. Bukan hanya itu. Yuyu dan ibu-ibu lainnya bahkan punya penyiar favorit di sana. “Seperti saudara saja dengan penyiar. Kalau siaran terus telat, saya SMS. (Kenapa harus di-SMS?) Kalau tidak ada Radio Suara Cibangkong sepi. Kadang-kadang sampai jam 1 malam. Kalau malam minggu sampai jam 2 ada wayang. Apalagi kalau saya ada kerjaan sampai malam, saya minta penyiarnya menemani. Dia ikut mau saya (tertawa),”  ungkapnya.

Tak sekadar lagu pop atau dangdut yang diputar, Radio Suara Cibangkong juga menyajikan program yang serius. Perbincangan kesehatan yang biasa didengar Yuyu bikin ia jadi pintar. “Ada di Radio Suara Cibangkong makanya tahu apa itu AIDS. Saya bisa nanya. Misalnya, saya tidak tahu apa itu AIDS. Akhirnya saya tahu kalau bisa bergaul dengan mereka asal tidak setubuh. Saya punya teman yang punya penyakit itu. Biasa saja gaulnya. Saya jadi paham gara-gara Radio Suara Cibangkong,” ungkapnya.

Kehadiran radio komunitas ini juga bermanfaat bagi penyelesaian konflik di Cibangkong. Peneliti radio Dadan Saputra menemukan peristiwa itu ketika melakukan riset di sana. “Tawuran antar RW itu sangat kentara sekali. Bahkan ada yang bilang sungai yang membelah Cibangkong itu bau anyir. Kemudian hadir radio komunitas yang penyiarnya menyapa satu preman dengan menyampaikan salam dari preman musuhnya. Sebetulnya itu inisiatif penyiar saja. Kemudian lama-lama betul saling kirim salam preman itu. Tidak jarang (preman –red) itu saling kumpul di studio,” bebernya.

Radio Suara Cibangkong  berdiri pada Juli, 14 tahun silam. Radio ini digagas tokoh masyarakat dan pemuda yang tinggal di Kelurahan Cibangkong, kawasan padat penduduk di Kota Bandung, Jawa Barat. Salah satu penggagasnya adalah Adi Rumansyah. Dia masih ingat betul awal merintis radio yang sempat menumpang di salah satu rumah warga ini. “Kalau dulu berangkat dari sumbangan sana-sini. Ada yang menyumbang radio, tape, dan mixer. Kalau pemancar ini Secara kualitas seharusnya diperbaiki. Antena ini juga sumbangan. Bangunan ini juga sumbangan dari masyarakat. Ada yang menyumbang pasir, batu, dan semen,” ungkapnya.

Kini radio itu sudah menempati bangunan permanen. Tepat di bantaran Sungai Cikapundung. Mengudara mulai pukul 12 siang hingga tengah malam. Setiap harinya ada enam program acara. Mulai dari informasi, pendidikan, dan hiburan serta perbincangan bersama nara sumber. Kembali ke Studio Radio Cibangkong. Di sela-sela siaran, Kang Jak menceritakan pengalaman berkesannya selama menjadi penyiar. Misalnya pernah menjodohkan pendengarnya sampai ke jenjang pernikahan.

“Ada perempuan yang usianya sudah agak lanjut tapi dia belum pernah menikah. Sebenarnya dia tidak jelek-jelek amat. Dia mungkin cantik dulunya. Mungkin saja selalu memilih, akhirnya terlambat menikah. Ada juga pendengar yang seorang duda. Kalau ada pendengar perempuan, dia selalu aktif. Saya pikir mungkin dia cari jodoh. Akhirnya saya jodoh-jodohin di radio. Mereka ketemuan ternyata cocok dan akhirnya menikah,” ceritanya.

Tapi masa-masa berkesan yang dirasakan Kang Jak, bisa jadi tinggal kenangan. Pendengar juga tak bisa lagi mendengar Radio Suara Cibangkong. Mengapa?

Terganjal Izin Frekuensi


Suara azan Maghrib terdengar selepas penyiar Pandi Supandi yang akrab disapa Bung Pen menutup siaran. Program musik Sunda asuhannya adalah acara paling populer di Radio Suara Cibangkong.  Di usianya yang menginjak di atas 60 tahun, Bung Pen menjadi penyiar paling senior. Setelah sesi siarannya berakhir, Bung Pen bercerita tentang banjir yang terjadi Januari lalu di sana. Air merendam rumah yang berada tepat di depan studio.

“Sekitar 70 cm dari halaman radio sampai masuk ke rumah saya. Memang bukan hanya rumah saya. Kalau siaran berlanjut karena posisi studio ada di lantai dua. Listrik memang sempat terganggu karena stroom ambil dari rumah. Tapi malamnya bisa teratasi karena dipanggil teknisi. Siaran kembali seperti semula,” jelasnya.

Bung Pen bercerita radio ini sempat berhenti bersiaran selama beberapa bulan pada enam tahun lalu. Kondisi keuangan yang menipis, tak memungkinkan terus mengudara. Apalagi, sesuai Undang-undang Penyiaran, radio komunitas dilarang memasang iklan komersil. Begitu kenang pendiri Radio Suara Cibangkong Adi Rumansyah. “Titik yang paling kritis itu 2007. Selama tujuh bulan, radio ini kadang siaran-kadang tidak. Masalahnya sederhana. Perangkat rusak dan kita kadang terbentur biaya. Waktu itu betul-betul total mati selama hampir tiga bulan,” kenangnya.

Masalah lain juga muncul. Frekuensi siaran Radio Suara Cibangkong ternyata bertabrakan dengan sebuah radio berita swasta yakni Radio Pikiran Rakyat FM. Cakupan siaran pun berkurang drastis. “Jujur saja, radio komunitas ini tak bisa bersiaran pagi atau siang lebih full karena kita tertutup oleh Radio Pikiran Rakyat FM (PR FM –red). Kalau siang, kita hanya bisa bersiaran untuk beberapa RW saja. Tidak bisa mencakup satu kecamatan. Kecuali kalau malam, kita bisa bersiaran lebih jauh. Makanya penyiar menyiasatinya dengan bersiaran lebih malam. Bisa sampai subuh bersiarannya. Pendengarnya lebih banyak bahkan bisa sampai Dago kalau PRFM itu mati,” terangnya.

Kondisi ini adalah buntut masalah pengaturan frekuensi radio. Sudah hampir tujuh tahun, Radio Suara Cibangkong selalu dicap radio ilegal. Bahkan sudah dua kali menerima surat ancaman penutupan. Padahal, para pengurusnya sudah berjuang mendapat pengakuan dari negara.

Radio Suara Cibangkong tak sendirian. Ada 54 radio komunitas di sekitar Kota Bandung yang selama bertahun-tahun tak kunjung mendapat izin dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kementerian berdalih kondisi ini terjadi lantaran jumlah radio komunitas tak sebanding dengan frekuensi yang tersedia.

Kepala Sub Direktorat Radio Ditjen Penyiaran I Ngurah Wirajana menuturkan, “Kalau satu wilayah menurut aturan mainnya di PP 51 diatur bahwa dalam radius 2,5 km hanya boleh berdiri 1 komunitas radio dan atau 1 komunitas televisi. Permasalahan yang pokok sehingga proses ini ter-pending terus adalah kajian teknis. Jumlah pemohon jauh lebih banyak daripada frekuensi yang ada. Itu yang membuat kita sulit memberikan frekuensi.”

Bertahun-tahun masalah perizinan ini tak kunjung usai, Jaringan Radio Komunitas (JRK) Jawa Barat menuding pemerintah menelantarkan anggotanya. Menurut Koordinator Advokasi JRK Jawa Barat Wahyuddin Iwang, masalah perizinan tak akan sebesar ini kalau diselesaikan sejak dulu. “Pelanggaran yang dilakukan selama ini sangat banyak yang berkaitan dengan UU Penyiaran maupun UU Keterbukaan Informasi Publik. Setiap kali menanyakan permohonan izin, mereka tak bisa menginformasikan. Ini melanggar. Ini pemerintah sengaja menelantarkan. Menurut undang-undang, kami bisa sengketakan dan bisa pidanakan hal ini.”

Agar radio komunitas bisa tetap hidup, salah satu kiatnya dengan cara membagi waktu jam siar. Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Jawa Barat Dadan Saputra.”Umpamanya satu radio komunitas bersiaran lima jam. Maka ada empat radio komunitas yang bisa berbagi jam siaran dengan satu pemancar, satu lembaga penyiaran. Atau model sindikasi. Bergabung dengan salah satu studio radio komunitas yang unggul dalam satu program.”

Nasib radio komunitas di Jawa Barat akan ditentukan di Forum Rapat Bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika.  Forum itu yang menentukan legal-tidaknya sebuah radio komunitas.Anggota KPI Jawa Barat Dadan Saputra menyarankan perlunya pendataan ulang radio komunitas di wilayah itu.  “Harus ada pengakuran data yang akurat antara KPID Jawa Barat, Kemenkominfo, radio komunitas baik yang tergabung dalam asosiasi maupun yang tidak berasosiasi. Data itu terkait alamat yang tepat, lokasi studio, pemancar, kantor. Itu akan memudahkan untuk memutuskan atau seleksi radio komunitas.”

Apapun solusi dan keputusannya, pendengar Radio Suara Cibangkong berharap radio komunitas itu tetap bisa mengudara.

(Ixn, Fik)

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending