Bagikan:

Berbagi Nasi, Membangun Solidaritas Sosial

Sekumpulan anak muda di Bandung menggagas gerakan sosial Berbagi Nasi. Sepekan tiga kali mereka berkumpul. Membagikan nasi bungkus kepada kaum papa yang tengah tertidur pulas di emperan toko atau jalan. KBR68H ikut bergabung bersama puluhan relawan yang

SAGA

Kamis, 14 Mar 2013 17:56 WIB

Author

Eli Kamilah

Berbagi Nasi, Membangun Solidaritas Sosial

Berbagi Nasi, Bandung, Kaum Miskin

KBR68H - Sekumpulan anak muda di Bandung menggagas gerakan sosial Berbagi Nasi. Sepekan tiga kali mereka berkumpul. Membagikan nasi bungkus kepada kaum papa yang tengah  tertidur pulas di emperan toko atau jalan. KBR68H ikut bergabung bersama puluhan relawan yang tergerak hatinya berbagi tenaga dan  rezeki kepada sesama.

Aksi solidaritas Berbagi Nasi digagas Danang Nugroho dan kawan-kawannya sejak akhir tahun lalu.    Sebelum bergerak membagikan nasi bungkus, para relawan berkumpul di salah satu pelataran parkir sebuah bank di Jalan Merdeka, Bandung. Aksi ini mereka lakukan di malam hari.

Gerakan sosial ini lahir karena masih banyaknya kaum fakir  yang kelaparan. Dengan kondisi perut lapar mereka kadang paksakan diri tidur di malam hari. Salah satu relawan tetap Berbagi Nasi, Cepi Munajat Ridwan menuturkan,”Kita berasumsi, orang-orang yang tidur dijalan itu, memang tidak punya. Karena kita juga punya data, kenapa tidak siang, karena orang yang siang ini minta-minta, kita ngga support kepada orang kaya gini, karena kita punya data, penyelidikan kita, rata-rata mereka punya kostan, dijadikan mata pencaharian, gitu, kalau mereka, moduslah istilahnya, sedangkan orang-orang yang di jalan itu mereka nggak punya.”

Untuk mengkoordinasikan distribusi pembagian nasi bungkus, Cepi dan Danang berbagi tugas. Hari itu ada dua lokasi penjemputan nasi yang harus mereka datangi. Salah satunya di Kecamatan Kiara Condong. “Terus mau ngasih ke Cimahi juga, karena Cimahi bergerak. Sebenarnya sama aja, orang-orangnya sama aja. Cuman daripada kamu jauh-jauh ke sini, mending di Cimahi juga banyak, target kita, orang-orang yang bekerja yang tidak mampu juga banyak. (jadi kemana dulu ini?) sekarang jemput nasi, cuman saya sudah koordinasi, ada dua tempat aja yang harus di jemput. Satu di Kliningan dan satu lagi di Kiara Condong. Ini paling nanti ke Kliningan, aku mau ke Kiara Condong, ini belum koordinasi, udah ada belum, biasanya kalau ngga ada kabar dia punya kendaraan sendiri,” jelas Danang.

Kliningan yang disebut  Danang tadi nama jalan di kawasan Buah Batu. Menurut Cepi, Kiara Condong merupakan lokasi percontohan pemberdayaan masyarakat. “Lebih baik mba ke Kiara Condong, karena itu percontohan kita. Karena itu pemebrdayaan kita. Jadi satu lingkungan, kita kasih order, Ibu-Ibunya yang punya waktu, masak untuk ini. Ini kita pilot project juga. rencananya kalau berhasil, kita akan coba terapkan juga, daerah-daerah yang sekiranya bisa diberdayakan. Ya, initinya membantu perekonomian juga. Kita kasih uang, mereka masak, nanti kita jemput, kita bagikan.”

Danang sendiri sibuk mengatur koordinasi antara jumlah nasi yang tersedia dengan relawan yang ada.“Malam ini kita kumpul dulu di sini (salah satu bank swasta di Jalan Merdeka-red) karena kita nggak tahu nasinya berapa, tiba-tiba ada 1000 kita bingung, berarti harus ada empat atau tiga rute. Jadi kalau jalur sutra aja, butuh 400-500 nasi, kalau utara, selatan barat, butuh sekitar 200 maksimal. (semalam paling banyak berapa?) paling banyak sekitar 1200 nasi, (berapa personil?) personilnya sekitar 45 orang. Tetapi ada ada yang datang ada yang nggak, saya cuma drop nasinya aja, tolong dibagiin. Intinya berbuat baik tidak hanya dengan materi, saya cuma punya tenaga saya mau bagiin silakan,” jelasnya.

Jalur Sutra yang dikatakan pemuda 30 tahunan itu adalah target utama gerakan Berbagi Nasi. Jalur ini terbentang sepanjang Jalan Merdeka, Tamblong, Asia Afrika,  Otista, Jalan Cibadak, Klentengan Andir, Gardu Jati dan Pasar Baru.

Jika nasi bungkus masih tersisa, mereka melebarkan sayap hingga ke Jalan Braga. Aksi ini akan di akhiri di Masjid Agung Alun-Alun, Bandung. Menjelang pukul 7 malam, KBR68H  menuju rumah salah satu relawan di Kiara Condong.

Beberapa orang tua tampak sibuk di dapur. Mereka melipat bungkus nasi, dan memasukan lauk pauk beserta sayuran, ke dalam kantong plastik. Lauk yang mereka masak adalah sayur sup, tempe oreg dan perkedel.  Seorang relawan Berbagi Nasi, Agus mengaku selepas pulang kerja ia ikut bergabung memasak.
“Karena suatu panggilan ya bagi saya. Karena aktivitas sosial dari dulu biasa aja, nggak ada beban. (Jadi seminggu tiga kali akan hadir?) iya, kalau Bu Ika mah kan dari pagi, kalau saya dari pulang kerja baru bisa bantu gitu.”

Ibu ika yang di maksud Agus, adalah salah satu ibu rumah tangga, yang sering membantu memasak dari pagi hingga malam hari untuk gerakan ini. Dengan sigap, pria yang menekuni pekerjaan instruktur olah raga  selam tersebut segera menaikan semua nasi bungkus ke dalam bagasi mobil. Ada 120-an nasi bungkus beserta air mineral yang malam itu dibawa ke lokasi mangkal relawan Berbagi Nasi di Jalan Merdeka.

Sebelum memulai, tim berbagi nasi membuat lingkaran dan saling berkenalan. “Perkenalkan nama saya Cepi, pekerjaan main-main aja, tahu  Berbagi Nasi dari Kang Jeje. Assalamu’alikum, nama saya Budi, pekerjaan pengusaha, jadi semua biasa diusahakeun. Tahu Berbagi Nasi dari Kang Budi, status sudah nikah…,”

Acara dilanjutkan  dengan teknis pembagian nasi bungkus atau biasa mereka singkat nasbung yang dijelaskan Cepi.  “Orang-orang yang berhak mendapatkan nasbung, pertama orang yang tidur di emper, kedua tukang becak, ketiga tukang rongsok, keempat tukang parkir, kelima tukang hansip (satpam-red) yang berjaga malam.”

Pria yang dulunya pernah menjadi relawan bencana tsunami di Aceh ini, menambahkan, relawan dilarang memberikan nasi bungkus dari  dalam mobil. Tim harus turun dan membangunkan target yang disasar. Seperti pengemis, pemulung atau tukang becak. “Pertama kita ucapkan salam, bisa selamat malam atau Assalamu’alikum. Ketika dia tidak bangun kita tepuk bagian tubuhnya sampai dia terbangun. Jangan di taruh begitu saja, karena dikhawatirkan nasinya basi.”

Bahkan, mereka punya kode etik ketika berkendara di jalan.”Untuk masalah sistem konvoi, tidak menganggu lalu lintas, berhenti di sembarang tempat. Untuk jalur Asia Afrika dan Cibadak, itu dibiasakan jika yang di depannya mengambil daerah sebelah kiri, yang di belakang otomatis mengambil sebelah kiri. Tidak diperkenankan yang kiri mengambil sebelah kanan, maupun sebaliknya.”

Malam itu relawan Berbagi Nasi tak sekadar membagikan nasi bungkus. Mereka siap memberikan pengobatan gratis. Salah satu relawannya Fery.  Dokter muda yang bekerja di kantor  Palang Merah Indonesia (PMI) Bandung ini, mulai bergabung  sejak November tahun lalu. “Ternyata bagi nasi itu penting, karena bagi mereka yang di jalan itu ada yang benar-benar belum makan berapa hari. Oh ternyata kegiatan ini baru dengan sebungkus nasi, bagi mereka penting artinya. Makanya saya tertarik. Ini hal kecil yang baru bisa saya lakukan, makanya mudah-mudahan ke depannya, karena dari nasi lama-lama saya bisa berbagi pengobatan juga.”

Seperti apa aksi relawan Berbagi Nasi membagikan nasi bungkus ke ratusan orang miskin di Kota Kembang?


Sebar Virus Kebaikan


Tepat jam 11 malam.  Hampir 700 nasi bungkus siap dibagikan 26 relawan Berbagai Nasi kepada kaum tak berpunya di sejumlah titik   Kota Bandung.  Nasi bungkus diperoleh dari sumbangan dermawan yang datang langsung  membawa  nasi dan lauk pauknya  ke Jalan Merdeka. Menunya  bervariasi terang salah satu penggagas komunitas Berbagi Nasi,   Danang Nugroho. “Sesuai kemampuan mereka. Kalau kamu nggak level makan telor, tapi makan ayam, ya itu, dan kita juga nggak maksa. Tetapi kemampuan saya makan ayam, tetapi saya nyumbang nasinya dua kali lipat. Itu juga fair. Selama jangan sampai apa yang diberikan tidak mau kita makan, ini makanan nggak layak jangan kita kasihlah.”



Relawan  datang dari berbagai kalangan. Cepi misalnya melakoni usaha jasa pembuatan surat kendaraan bermotor. Lain lagi pengakuan Budi yang hanya mampu menyumbangkan  tenaga. “Pekerjaan Alhamdulillah pengangguran, jadi bisa ikut berbagi nasi tiga kali seminggu.”

Sebelum berangkat, spanduk Berbagi Nasi ID di pasang di badan mobil.  Tujuannya untuk menghindari kesalahpahaman, terang  salah satu relawan Budi. “Jadi saat kita berbagi nasi di Jalan Otista, mungkin di situ banyak pekerja seks komersial di pinggir jalan. Mungkin salah satu ormas itu salah tanggap, mungkin disangkanya kita mau ke tempat seperti itu. Tetapi kami jelaskan, bahwa kita dari komunitas Berbagi Nasi. (Sempat ada gontok-gontokan?) oh nggak, Cuma  dari ngomongnya saja teriak-teriak, ngapain di sini. (Berapa orang?) 10 orang pakai motor.”

Dini hari di emper pertokoan  sepanjang  Jalan Asia Afrika, puluhan kaum dhuafa tengah terlelap. Mulai dari orang tua sampai anak-anak  tertidur pulas tanpa alas. Salah satu yang dibangunkan relawan Berbagi Nasi  bernama Didi.  “Bapak sendiri aja? Berempat, Cuma  satu pulang. Di sini sudah lama jadi pemulung, dan nggak pernah berpindah tempat,” katanya.

Sementara pengemis Eti mengaku berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Perempuan paruh baya itu tinggal di emperan toko di Jl Otto Iskandardinata bersama suaminya.  “Di Bandung kerja bu? Nggak, minta-minta saja neng. Sehari dapat berapa? Nggak tentu, kadang dapat-kadang nggak.” 

Udara dingin yang menggigit tulang tak menghalangi  relawan Berbagi Nasi melanjutkan aksi solidaritas mereka.  Kali ini mereka menyasar kaum papa yang tinggal di sekitar  Masjid Agung Alun-Alun. Tepat jam setengah dua pagi, nasi bungkus yang dibawa ludes.

Solidaritas sosial yang dilakukan Berbagi Nasi kata Danang, harus berlanjut.  “Kita juga nggak mau egois, kalau ini punya saya. Nggak, karena di sini bukan organisasi, bukan LSM, bukan komunitas. Intinya ini adalah gerakan orang-orang yang mau berbagi silakan datang. Ini juga harus aku wariskan, bagaimana caranya ada kaderisasi. Karena ketika aku nggak ada, Cepi nggak ada, istilahnya orang-orang lama, ini bisa jalan terus.”

Virus kebaikan yang digagas Danang dan kawan-kawan kini sudah menyebar ke puluhan kota di tanah air. Beberapa kota bahkan sudah menggelar secara rutin aksi sosial ini seperti yang dilakukan relawan Berbagai Nasi  di Jakarta dan  Surabaya, tutur Cepi dan Danang. “Coba perhatikan lingkungan sekitar, pasti banyak di sana, sekarang sudah ada beberapa orang bikin sub berbagi nasi. Pada akhirnya banyak. Sekarang sudah ada 25 kota, Aceh, Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Tasik, garut, Magelang, Jogjakarta, Cianjur, Sukabumi, Solo, Mojokerto,Surabaya, Kediri, tahu ah banyaklah. Mungkin kami kan baru 3 bulan, 4 bulan, untuk Indonesia Timur baru Makasar saja, mungkin karena kami juga nggak pernah interaksi dengan orang timur juga, mungkin kesulitannya dari sana.”

Banyak cara untuk berbagi kepada sesama. Relawan Berbagi Nasi memberi teladan baik. Memberi tanpa pamrih. 

(Ila, Fik)


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending