KBR68H - Kasus perdagangan manusia seperti puncak gunung es. Banyak yang tak dilaporkan. Banyak pula yang tak tuntas dan berhasil menyeret pelakunya ke bui. Data Kepolisian Indonesia menyebut tahun lalu lebih dari 800 kasus perbudakaan modern tersebut yang dilaporkan. Berikut cerita salah satu korban perdagangan manusia. Karena motif ekonomi, ia dijual sang ibu ke negeri jiran.
Remaja perempuan 17 tahun itu terlihat tak canggung mengendarai sepeda motor sport. Penampilannya terlihat tomboy. Tubuhnya dibalut pakaian casual. Kedua kakinya mengenakan sepatu sport. Di balik wajahnya yang ayu, perempuan yang nama aslinya disamarkan ini menyimpan cerita memilukan. Kisah Ria sebut saja namanya demikian, dimulai empat tahun silam. Saat itu usianya menginjak 13 tahun. Suatu saat ibu kandungnya yang tinggal di Depok, Jawa Barat mengiming-imingi uang ratusan ribu rupiah. Entah dari mana asal uang itu.
Singkat cerita kenang Ria, ia dibawa sang ibu ke sebuah rumah penampungan di Jakarta. Di sana ia melihat banyak remaja perempuan seusianya. Mereka dijanjikan bekerja di perusahaan otomotif Malaysia. Tapi ceritanya lain, Ria justru menjadi korban perdagangan manusia. Ia dijual ibu kandungnya sendiri, penuhi hasrat seksual hidung belang
“Dulu aku dikasih duit dua ratus ribu di Depok main-main game. Tahunya ya sudah dikirim saja ke sana (Malaysia –red). Katanya kerja di showroom, kan aku suka otomotif . Ya udah gak apa-apa aku ke sana. Malah dijual semuanya, dijual badannya, ya semuanya. Sampai ada yang nawar? Iya lah diributin kali disitu, ini ada ini ada ini ada ini, ditawar-tawarin gitu. Kebelilah, satu keperawananan itu berapa tau, dibeli lah. Aku mah udah gak perawan, aku jujur,” katanya lirih.
Lama kelamaan Ria tak tahan dengan pekerjaan yang digelutinya. Sekitar 2010 ia kabur dan melaporkan kasusnya ke Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia. Akibat pekerjaannya yang berisiko, ia mulai disergap penyakit kelamin. Singkat cerita Ria ditolong oleh pasangan suami-istri asal Indonesia. Kelak mereka menjadi orang tua angkatnya.
“Nah aku kabur itu aku ditolong sama suaminya, terus aku sempet sakit, sakit dikemaluan gitu . Keluar cairan biru, sakit. Gimana sih, kan suka disuntik sini, jadi mungkin karna gak disuntik kali ya. Akhirnya aku dibawa ke dokter sama suaminya, aku bilang aku mau pulang aku gak takut orang aku gak salah. Aku sampai menangis , aku bilang aku gak salah, aku mau pulang. Ya sudah, mau jalan “halus” atau jalan” kasar” dia bilang. Kalau jalan halus kita lapor ke Kedutaan Indonesia, kalau jalan kasar kamu diselundupin lagi. Tapi kamu belum tentu selamat nanti di jalan, kan aku gak punya pasport, pasport aku kan ditahan,” ceritanya.
Tak mudah Ria kembali ke tanah air.Kasusnya kemudian sampai ke pengadilan Malaysia.Ironisnya pelaku yang terlibat dalam jaringan perdagangan manusia tak seluruhnya dihukum. “Bisa balik lagi, wuih perjuangannya gila. Menangin kasus dulu lah, bikin masuk penjara itu. Kan aku dari tangan ke tangan Aku itu naik ke Mahkamah (Pengadilan –red) itu sampai empat atau lima kali. Soalnya mereka itu kuat, justru yang di penjara itu orang-orang Indonesia, orang Malaysianya gak dipenjara. Tapi kalau kita ngomong kaya gitu, mereka selalu merasa diri mereka benar. Percuma ngomong juga,” katanya.
Setibanya di Indonesia bekas korban perdagangan manusia, Ria lantas dipulihkan dari trauma di Bambu Apus, Jakarta. “Pertama di taruh di Jl. Trunojoyo Jakarta, kemudian dikirim ke Bambu Apus. Bambu Apus, itu tempat perlindungan trauma center itu di situ. Berapa lama di sana? Sekitar 3 bulanan. Yang didapatin dari sana apa aja? Banyak juga sih, dapat pembekalan diri, dapat kenalaan orang banyak, lumayan membantu. Kan aku sempat stres ya, ganguan kejiwaan kali,”
Selepas pulih, Ria ingin kembali menata hidup dan menggapai cita-citanya. “Orang pengen sekolah kan pasti punya tujuan hidup lah. Dulu tuh aku suka dihina, disitu pertamanya tuh emang dari awal pas aku masih di Malaysia aku dah punya tekad aku harus bisa sekolah, gimana caranya aku harus bisa sekolah. Kalau aku gak bisa sekolah ya udah ngapain juga hidup. Gitu kan. Secara aku udah gak virgin, aku dah gak punya orang tua, kan gak punya siapa-siapa. Disini kan aku gak punya siapa-siapa. Ya udah kataku, kalau akau diseklahin aku janji bener-bener, tapi Cuma omong-omongan doang. Sampai ada kata-kata kaya gini: Kamu yakin kamu bisa sekolah, kamu yakin mampu, ya udah lah kalau gak sekolah ya udah gak usah sekolah aja. Gak usah kebanyakan mau, katanya digituin.”
Tak semua korban perdagangan manusia bisa bertahan dan memulai hidup baru. Mengapa?
Pemulihan Korban
Kehadiran Ria di tengah keluarga orang tua angkatnya awalnya tak mudah. Gadis yang beranjak dewasa ini, kini duduk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di Cibubur. Prestasi akademiknya terbilang cukup baik. Saat ditemui beberapa waktu lalu, ia tengah mengikuti praktek kerja lapangan di salah satu hotel di Bogor.
Tak semua korban perdagangan manusia bisa segera pulih dan kembali bangkit menata hidup seperti Ria. Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tak sedikit korban yang kembali lagi ke dunia prostitusi. Ketua KPAI Muhammad Ikhsan menuturkan,”Nah yang biasanya melalui eksploitasi tipuan atau dibohongi itu biasanya mereka melarikan diri dari tempat perdagangan orang atau eksploitasi itu. Kebanyakan karena mereka terlanjur ditipu atau ditempatkan, mereka meneruskan pekerjaan itu. Kebanyakan di daerah-daerah Jakarta, Bogor, kalau diluar kota itu seperti di Batam, bahkan sampai ke Singapore. Nah ini ada dua kemungkinan, kareana mereka tidak punya pilihan lain untuk ke tempat lain, kedua mungkin karena ada ikatan hutang atau ancaman. Kadang sebelum berangkat mereka itu sudah memberikan sesuatu kepada orang tua, jadi ketika ditempatkan tidak bisa pergi begitu saja, karena orang tuanya masih berhubungan dengan mucikarinya itu.”
Peran keluarga untuk menerima korban perdagangan manusia seperti Ria jelas psikolog Tri Swasono Hadi sangat penting.“Kalau kita bilang prostitusi itu buruk, tapi tidak ada kaluarga yang manampung ya sama aja bohong. Sebenarya ini penanganan menyeluruh ya, sehingga keterlibatan bukan hanya Psikolog ya, bukan hanya Dinas Sosisla, tetapi juga pemerintah lebih luas dan juga masyarakat. Cara terbaik menangani ini adalah di level keluarga, Berdasarkan pengalaman saya, kalau sebuah keluarga ini relatif baik yang melakukan ini hanya godaan sesaat. Tetapi keluarganya baik, sistem pendukungnya baik ini bisa pulih ya.”
Kepolisian mengklaim kasus perdagangan manusia sejak 2011 sampai 2012 menurun. Setidaknya pada 2012 dari 850-an kasus yang dilaporkan, lebih dari 600 kasus yang terselesaikan. Kasus perdagangan manusia ibarat seperti puncak gunung es. Kebanyakan para korban enggan untuk melaporkan kasusnya dengan ragam alasan. Seperti yang diungkapkan Ria.
“Kasus aku yang sama orang tua aku, itu kan sampai sekarang belum selesai. Tapi pihak Polisi selalu ngira tuh aku nutup-nutupin, sebenernya iya sih aku nutup-nutupin, aku ngelindungin. Soalnya kan menerut aku dia kan ibu aku ya, udah ngerawat aku negjaga aku, masa mau aku penjarain kan gak lucu kan. Ya udah biarin aja kalau emang mau dipenjarain, ya udah korban lain aja jangan aku. Makanya aku sering kabur-kaburan,” jelas Ria.
Oleh sebabnya atas alasan itu, aparat kesulitan menyeret pelaku ke bui. Juru Bicara Kepolisian Indonesia Agus Rianto menuturkan, “Orang-orang itu enggan untuk melapor karena terkait dirinya sendiri. Kemungkinan karena faktor ekonomi atau ada faktor lain, yang memang lebih banyak kepada dirinya, memang tidak menutup kemungkinan yang terkait itu di lingkungannya. Sehingga kadang-kadang ini yang membua kendala juga. Untuk memperoleh pendapatan yang besar kemungkinan juga dia dikeluarganya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan juga kadang-kadang dililit hutang, kan macam-macam.”
Meski orang tuanya terlibat perdagangan manusia, hati nurani Ria tak bisa berbohong. Ia masih mencintai sang ibu yang masih buron. “Aku tuh sayang ya, sayang banget dari lubuk hatiku paling dalam. Demi Allah gak ada yang namanya rasa benci, dendam, marah itu gak ada. Sayang, aku sayang banget sama mama, aku pengen mama itu nuerahin diri aja. Korban mama itu udah banyak, bukan hanya aku saja, korban mama itu udah banyak. Sampai sekarang dia ada disini, sampai sekarang dia masih nyari aku, dia pasti kakut, dia pasti merasa bersalah, ketakutan terus nyari aku lah. Dan dia tahu dimana aku, Cuma aku gak tahu dia dimana. Harapan aku sih, jangan ganggu hidupku lagi, itu aja. Kalau aku punya salah aku minta maaf. Sebenarnya niat aku ada untuk meninggalkan keluarga ini, tapi nanti. Lagian aku niggalin juga bukan untuk hal yang buruk, pasti hal yang baik,” pungkasnya.
(Nvy, Fik)