KBR68H - Lembaga pemantau pelayanan publik Ombudsman mencabut penilaian pelayanan terbaik atau zona hijau kepada Rumah Sakit A Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung. Ini menyusul terungkapnya kasus pembuangan pasien miskin oleh pegawai rumah sakit itu.
Ratusan pasien siang itu tengah antre di depan loket apotek Rumah Sakit A Dadi Tjockrodipo, Bandarlampung. Mereka menunggu giliran dipanggil petugas untuk menebus obat. Rumah sakit milik Pemerintah Kota Bandar Lampung ini beroperasi sejak lima tahun lalu. Pelayanan diutamakan kepada warga miskin. Tak ada ruangan rawat inap dengan fasilitas mewah atau kelas VIP apalagi VVIP. Selama beroperasi layanan rumah sakit ini terbilang baik. Setidaknya berdasarkan hasil survei Pusat Studi dan Strategi Kebijakan Publik (Pussbik) seperti dituturkan direktur lembaga itu Aryanto Yusuf,” Dari dua variabel penilaian pelayanan baik dan kepuasan warga juga baik, hasil survei kami diverifikasi Ombudsman Lampung bekerja sama Unilversitas Lampung hasilnya juga bagus di Bandarlampung ini,” katanya.
Tapi prestasi baik tersebut sirna menyusul terungkapnya kasus penelantaran pasien miskin oleh pegawai rumah sakit 20 Januari lalu.Suparman yang berusia 60 tahun dibuang di sebuah gubuk di tepi jalan pusat wisata durian Sukadanaham, Kecamatan Tanjungkarang Barat, Bandarlampung. Diduga penelantaran pasien dilakukan karena sang kakek dianggap tidak mampu membayar biaya perawatan.
Saat ditemukan warga, lelaki tua itu dalam keadaan lemah. Di pergelangan kakinya masih tersisa lilitan kain kasa. Selanjutnya warga membawa korban ke Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek. Namun nahas, ia akhirnya meninggal dunia. Pasca kasus ini, lembaga pemantau pelayanan publik, Ombudsman kemarin telah mencabut penilaian zona hijau sebagai rumah sakit dengan pelayanan publlik terbaik.
Kepolisian Kota Besar Bandar Lampung telah menetapkan dan menahan 6 tersangka yang terlibat kasus ini. Mereka diantaranya sopir ambulans Muhaimin, perawat bagian rawat inap Andi Karyadi alias Rika, dan pegawai bagian rawat inap Andi.
Menurut pengakuan salah satu tersangka Andika pembuangan pasien atas perintah atasannya.Awal nya mereka tidak diperintahkan membuang korban ke Sukadanaham. “Waktu itu lagi pulang, terus dipanggil ke rumah sakit, saat sampai di sana (rumah sakit-red) sudah ada mobil ambulans di depan. Kami disuruh membuang korban ke pasar,"akunya.
Kepolisian juga tengah memeriksa dua pejabat rumah sakit yang diduga sebagai aktor intelektual pembuangan pasien. Mereka adalah Kasubag Kepegawaian dan Humas Heriansyah dan Kepala Ruangan Mahendri. Melalui kuasa hukumnya Heriansyah, Rojali Umar, membantah telah memerintahkan bawahannya membuang pasien. Menurut dia, saat itu Heriansyah meminta agar sang pasien dipindahkan ke rumah sakit jiwa. Hal itu kata dia sesuai prosedur rumah sakit.
Langkah tegas diambil Pemkot Bandar Lampung. Menurut Sekretaris Daerah Pemkot Bandarlampung Badri langkah pembuangan pasien dinilai tidak masuk akal. Jika masalahnya pada biaya berobat pasien, pemkot sudah mengucurkan anggaran Rp 30 milyar untuk melayani pasien miskin. “Dari keterangan tersangka, akhirnya melalui SK walikota kami membebastugaskan dua pejabat RS A Dadi, karena berdasarkan keterangan skenario itu berasal dari mereka,” jelasnya.
Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) ikut menyelidiki kasus ini. Menurut anggota Komnas HAM, Natalius Pigai langkah pemecatan dua pejabat rumah sakit mesti diikuti dengan langkah lainnya. “Pimpinan rumah sakit sementara diberhentikan dulu, karena keterlibatannya satu kesatuan dengan sejumlah dokter . Dikhawatirkan jpemeriksaan akan tidak obyektif. Karena bawahan mereka ada rasa sungkan,” tegasnya.
Langkah itu kata Natalius untuk memudahkan proses penyelidikan kasus ini. Komnas HAM mencurigai Rumah Sakit A Dadi Tjockrodipo tidak hanya sekali membuang pasien miskin. “Kami juga mendapat informasi dari orang dalam tapi tidak berani ngomong, katanya rumah sakit ini sering buanf pasien,” tambahnya.
Natalius menegaskan praktik menelantarkan pasien adalah tindakan keji. Sesuai dengan amanat konstitusi fakir miskin dan orang terlantar dipelihara oleh negara. Tidak sepatutnya rumah sakit, apapun alasannya membuang pasien.
Editor: Taufik Wijaya
Kisah Kakek Suparman Dibuang Rumah Sakit
Suparman yang berusia 60 tahun dibuang di sebuah gubuk di tepi jalan pusat wisata durian Sukadanaham, Kecamatan Tanjungkarang Barat, Bandarlampung.

SAGA
Rabu, 19 Feb 2014 11:06 WIB

Suparman, Rumah Sakit, Bandarlampung, Pasien, Kesehatan
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai