KBR68H - DPR meminta Komnas HAM menyelesaikan kisruh internal di lembaga itu hingga bulan depan. Sengkarut masalah bermula dari perubahan periode kepemimpinan ketua Komnas HAM dari 2,5 tahun menjadi hanya 1 tahun. Ada kabar pula ontran-ontran terkait kecemburuan soal jatah mobil para petinggi komisi. Gajah bertarung, pelanduk mati di tengah. Akibatnya korban pelanggaran HAM dan staf Komnas HAM ikut menjadi korban. KBR68H bertemu dengan sejumlah pihak yang menolak kinerja lembaga penegak hak azasi manusia tersebut mandul
Tak seperti biasanya ruang rapat pleno di lantai tiga Gedung Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) siang itu dipadati 100-an stafnya Di ruangan itu nampak pula 13 komisioner. Pertemuan tertutup bagi media massa itu dihelat menyusul ontran-ontran di tubuh komisioner yang baru terpilih. Akibat konflik yang dipicu masa jabatan para petinggi Komnas HAM, staf pun ikut terganggu kerjanya.
Mimin, staf Komnas HAM bidang Penyidikan menuturkan, “Jadi pimpinan terpilih pada akhir November. Disitu diputuskan pimpinan selama 2,5 tahun. Kemudian itu belum berjalan, setelah Desember, keputusan 2,5 tahun masa kepemimpinan itu dianulir menjadi hanya setahun. Itu yang menjadi sekarang komisioner terpecah, karena setahun itu manajemen jadi tidak stabil karena perubahan pimpinan mempengaruhi administrasi, mempengaruhi penanganan pelanggaran HAM. Pokoknya, banyak hal yang bisa berpengaruh, makanya staff complain.”
Sebelum terjadi konflik internal, Komnas HAM periode 2012-2017 dipimpin oleh Oto Nur Abdullah. Bekas aktivis HAM tersebut bersama 12 komisioner lainnya dipilih dari hasil uji kepatutan dan kelayakan DPR pada Oktober tahun lalu. Pasca terpilihnya Otto, mulailah konflik terjadi. Ini bermula dari masa kepemimpinan ketua yang seharusnya dijabat 2,5 tahun sekali diubah menjadi 1 tahun saja. Fauziah, Staff Komnas HAM bidang Penelitian Pengkajian menuturkan. “Sebenarnya kisruh itu soal yang dulu sudah diketahui banyak orang juga, soal masalah tatib yang mengubah masa jabatan jadi setahun sekali itu. Nah, kemarin temen-temen itu minta supaya tatib yang sudah diketok di paripurna untuk digagalkan.”Komisioner pun terbelah. Ada kubu yang mendukung periode kepemimpinan Ketua Komnas HAM cukup satu tahun dan kubu yang menolak. Para staff pun bertanya-tanya mengapa sebagian besar komisioner ingin pimpinan diganti saban tahun. Salah satu komisioner Natalius Pigai beralasan itu untuk perbaikan birokrasi lembaga.
“Organisasi modern itu tidak bergantung satu tahun, dua tahun. Ketika misi birokrasi berfungsi dengan baik, itu pimpinan berganti setiap saat itu tidak apa-apa karena yang digiring itu misi birokrasinya, sementara program-programnya tetap berjalan pada koridor rencana strategis. Komnas HAM itu ditetapkan agenda-agenda persidangan, salah satunya yang kita sepakati bersama itu adalah penyempurnaan tata tertib karena harus mewadahi aspek yang tidak tertampung didalamnya, salah satunya tata tertib tentang kolektif kolegialitas,” katanya.
Para staf menilai jawaban normative Pigai tersebut mengada-ada. Kepala Staff bidang Pemantauan, Komnas HAM, Asri Oktavianty Wahono menjelaskan,“Belum menjawab apa yang menjadi pertanyaan kami, karena memang diskusi itu lebih kepada masing-masing komisioner menunjukan bahwa apa yang dipersangkakan masyarakat itu tidak benar, itu yang terjadi dalam diskusi hari Jumat kemarin. Tapi pertanyaan kami kenapa harus satu tahun belum terjawab. Kalau kita melihatnya mereka seperti mau mencuci diri bahwa kita menetapkan satu tahun bukan karena fasilitas, bahwa kita juga bekerja kok, kita berangkat pagi, bahkan sampai pulang malam. Nah, ini yang sangat kita sayangkan.”
Sangkaan masyarakat yang disebut Asri tadi terkait kabar miring soal rebutan fasilitas jatah mobil yang biasa dinikmati Ketua Komnas HAM. Jika anggota komisioner pimpinan lembaga penegak HAM itu hanya mendapat fasilitas mobil Kijang, sementara sang ketua bisa merasakan mobil mewah Camry .
Akibat ribut-ribut diantara komisioner, kerja staf pun ikut terganggu terang 3 staf Komnas HAM, Asri, Yulia, dan Fauziah.“Kalau misalnya, dalam satu tahun pergantian ini, komisioner yang ada di subkomisi kemudian menjadi pimpinan, otomatis dia tidak bisa incharge lagi dengan kasus yang sedang dia tangani waktu dia di subkomisi. Padahal proses setiap kasus itu tidak sama. Kalau memang kasus-kasus yang prosesnya butuh waktu lama dan harus tetap kita pantau terus, sementara berganti orang dan orang baru ini harus belajar lagi, ya buang-buang waktu aja, padahal laporan yang kita terima juga banyak,”
“Ituberdampak pada kerja-kerja staf tentu. Kalau pergantian komisionerkan nanti, kalau kasus misalnya tadi disampaikan di atas. Kalau kasus tidak bisa sehari selesai, bisa berbulan- bulan. Kalau komisionernya ganti gimana. Bisa nerangin lagi. Proses- proses yang itu sebenarnya yang sangat teknis. Belum tanda tangan-tanda tangan. Kalau temen mediasi bilang, kalau kasus mediatornya harus anggota Komnas. Kalau komisionernya berubah-rubah sementara proses mediasinya belum selesai gimana," jelas Yulia.
Fauziah menimpali, “Masalah kefektifan lembaga ini enggak harus melulu masalah pergantian kepemimpinan, anggota yang dirotasi antar subkom, tapi seharusnya fokus pada soal-soal yang strategis untuk penanganan pelanggaran yang ada di Indonesia ini. Saya khawatir mereka kurang konsentrasi terhadap bukan saja urusan-urusan untuk menangani pelanggaran ham saja tapi juga soal urusan-urusan di internal komnas ham.”
Mereka inilah pegawai yang kerap berhubungan langsung dengan para komisioner membantu penanganan kasus pelanggaran HAM. Asri yang menjabat Kepala Staf Bidang Pemantauan mengatakan konflik internal ikut mengganggu hubungan psikologis dengan komisioner. “Kalau sekarang semacam ada gap. Kalau komisioner yang dahulu itu dari awal sejak kedatangannya, mereka welcome, menganggap kita sebagai patner, rekan, enggak sungkan-sungkan mereka mengajak diskusi dan segala macam lainnya. Tapi kalau komisioner yang sekarang, kedekatan hubungan kerja baik secara professional maupun emosional ya tidak sedekat yang dulu,”
Staf Komnas HAM pun memilih mogok kerja. Emoh melayani para komisioner tegas Fauziah, Staff bidang Penelitian Pengkajian menuturkan,“Mogok kerja itu bukan mogok kerja keseluruhan, apalagi teman-teman yang bagian public services. Enggak boleh masyarakat tidak dilayani oleh komnas ham karena kasus internal. Jadi kami sebagai staff tetap menerima pengaduan, tetap menyelesaikan kasus-kasus yang sedang ditangani. Yang bagian-bagian lain seperti saya tetap menyelesaikan tugas-tugas kami sebagai peneliti, tapi memang tidak melayani secara langsung misalnya komisionernya minta dibantu untuk menyelesaikan tugas-tugasnya beliau.”
Rian, Staf Pengaduan Masyarakat membenarkan,“Kita terima pengaduan dari masyarakat juga tetap berlangsung seperti biasa karena pada prinsipnya pelayanan pengaduan di komnas ham bukan melayani komisioner, bukan melayani atasan, pimpinan. Dan jam penerimaan pengaduan itu kita tetapkan dari jam setengah Sembilan sampai jam 15.45 .”
Saat dilongok, di ruang penerimaan pengaduan, para staf Komnas HAM tengah sibuk melayani masyarakat yang mengadukan kasus. Entah sampai kapan pegawai Komnas HAM mogok melayani para komisioner. Yang jelas kisruh di lembaga yang memperjuangkan hak azasi manusia tersebut ikut berdampak kepada penutasan kasus HAM. Siapa yang diuntungkan?
Selesaikan Konflik
Otto Nur Abdullah tengah galau dengan kondisi yang menimpa Komnas HAM,,lembaga yang dipimmpinya beberap bulan. Pasca putusan paripurna di tingkat komisioner, status pucuk pimpinan dikosongkan. Lelaki kelahiran 53 tahun ini tak menampik kisruh terkait dengan fasilitas mobil. “Mobil pimpinan itu Camry, Vios punya wakil, dan yang lainnya naik Kijang Inova. Tapi yang jelas ada juga suara yang mengatakan masa Sekjen naik Fortuner sedangkan komisioner enggak dapat fasilitas padahal yang pejabat negara itu komisioner,” jelasnya.
Kecemburuan soal fasilitas mobil ini sudah terasa sejak komisioner periode sebelumnya. Persoalan lain terkait dengan fasilitas rumah serta tunjangan lain yang tak didapat komisioner. Bekas Ketua Komnas HAM, Ridha Saleh menuturkan, “Saya manusiawi saja, hal itu sudah pernah kita sampaikan di DPR. Kita dulu tidak ditanggung rumah, tidak ditanggung transport, tidak ditanggung asuransi, makan, dan itu di Jakarta. Semua komisioner merasakan itu. Ada keluhan-keluhan seperti itu tetapi dulu kita bicarakan di internal saja tidak sampai keluar, dan kita letakan fasilitas itu dalam rangka mendukung kinerja kita bukan untuk kepentingan pribadi.”
Meski mengeluh toh, aku Ridha mereka tak saling berebut kekuasaan untuk menduduki jabatan ketua.“Kami tidak pernah terpikirkan oleh periode kami, pergantian per tahun itu tidak terpikirkan oleh kami sama sekali. Di masa kamilah sebenarnya yang memperjuangkan fasilitas kendaraan itu. Seperti kendaraan pimpinan, itu kami yang memperjuangkan. Tapi kami tidak pernah mengeluhkan soal itu, tidak memperebutkan jabatan itu. Yang lain semua menerima karena kami anggap pimpinan memang berhak menggunakan itu. Tapi, dengan adanya fasilitas itu tidak boleh orang berebut dengan fasilitas itu, tidak ada zaman kami begitu,”
Sejak aturan baru periode kepemimpinan Ketua Komnas HAM diberlakukan, per 7 Februari lalu, Otto Nur Abdullah tak lagi duduk di pucuk pimpinan. Meski demikian penanganan kasus HAM klaim komisioner Natalius Pigai tak terganggu. “Penggantinya belum tapi yang pasti atas kesepakatan bersama. Kemarin kita putuskan sampai sebelum pemilihan baru itu tetap dijabat oleh Pak Otto dan wakilnya yang lain sampai bulan Maret Mendatang. Dan kami sudah membentuk tim-tim penyelesaian keseluruhan dari tahun 65 bila perlu dari zaman bahelu juga,”
Tapi penjelasan Natalius tak meyakinkan sebagian kalangan. Ketua Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
Haris Azhar menilai berkurangnya masa kepemimpinan Ketua Komnas HAM yang hanya 1 tahun akan menghambat penanganan kasus pelanggaran HAM. Kisruh yang berlarut-larut dinilai menguntungkan para pelanggar HAM."Ini implikasinya itu nanti ada bloking-bloking politik didalam mereka tiga belas orang, itu akan setiap tahun seperti itu. Itu menyita energi, biaya, karena meetingnya pakai biaya kantor. Nanti itu implikasinya dari waktu, energi, dan biaya untuk mengurus kasus-kasus pelanggaran HAM itu akan semakin berkurang. Jadi, mekanisme kerja kekuasaan, kontrol terhadap kekuasaan, kelompok bisnis, terhadap mereka itu jadi lemah. Apalagi kedepan kita akan menghadapi agenda besar yang memang berpotensi meminggirkan hak asasi manusia, ada orang-orang yang mau maju ke pemilu,” terang Azhar.
Kericuhan di Komnas HAM terdengar hingga Senayan. Komisi Hukum DPR langsung memanggil 13 komisioner. Anggota Komisi Hukum DPR, Trimedya Panjaitan menjelaskan, “Keputusan kita hanya satu saja, kita minta agar Komnas HAM segera menyelesaikan urusannya dan kita minta supaya lima tahun saja. Salah besar kita memilih dan tidak mencatat track record mereka ini dulu, mana ada logikanya seorang pejabat negara jabatannya hanya satu tahun,” katanya.
DPR meminta persoalan di Komnas HAM dituntaskan hingga bulan depan. Ibarat pepatah, gajah bertarung, pelanduk mati di tengah. Konflik diantara komisioner membuat para staff ikut pusing. Meski demikian mereka tak diam. Staf Komnas HAM Asri mengungkapkan, “kalaupun mereka bersih kukuh tidak mau mencabut putusan satu tahun itu, paling tidak kita bisa disosialisasikan tentang langkah-langkah apa yang akan mereka lakukan menjawab kekhawatiran dari temen-temen ini. Kita tuh staff selalu berada di garda paling depan dan kalau kasus enggak beres-beres yang dimarahin pengadu itu kya staff.”
Staf bidang Penelitian, Asep Mulyana menimpali,“Seluruh staff sepakat untuk mendesak komisioner untuk menganulir keputusan perubahan tatib sehingga tetap pada tatib lama, sehingga ketua komnas ham tetap 2,5 tahun karena kalau peralihan per tahun itu terlalu cepat dan nanti dikhawatirkan energi komisioner hanya terkuras pada perebutan tahta bukan penanganan kasus dan isu pelanggaran ham, ya kalau enggak mereka sedang menggali kuburnya sendiri.”“Saya berharap sembilan komisioner yang menyetujui tatib ini terketuk hati dan pikirannya atas gerakan staff ini, supaya menganulir keputusan tatib itu karena jelas menggangu kinerja komnas ham kedepan dan merusak juga reputasi dan integritas mereka yang sudah terbangun bertahun-tahun, kan saying,” tambahnya.
(Evi, Fik)