Bagikan:

Melawan Penggusuran

Ratusan pedagang kecil di stasiun kereta api di Depok, Jawa Barat menolak rencana penggusuran PT Kereta Api Indonesia. Pedagang menuding aksi sepihak itu dilakukan tanpa musyawarah dan tak manusiawi. Didampingi para mahasiswa para pedagang berjuang menun

SAGA

Kamis, 07 Feb 2013 19:40 WIB

Melawan Penggusuran

pedagang, PT KAI, penggusuran

KBR68H - Ratusan pedagang kecil di stasiun kereta api di Depok, Jawa Barat menolak rencana penggusuran PT Kereta Api Indonesia. Pedagang menuding  aksi sepihak itu dilakukan tanpa musyawarah dan tak manusiawi. Didampingi para mahasiswa para pedagang berjuang menuntut hak mereka yang dirampas.
Pagi  di stasiun kereta api Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat suasana terlihat sepi. Aktivitas pedagang tak nampak seperti biasanya. Kios mereka tutup. Di sana nampak dipajang tulisan pamflet dan poster berisi protes para pedagang. Di peron dekat pintu masuk stasiun,  seorang lelaki  tua  tengah membereskan toko. Namanya Jomadu. “Ini untuk kami berjuang supaya pedagang-pedagang disini jangan digusur,” katanya.
Hari itu Jomadu dan rekannya sesama pedagang menggelar aksi mogok berjualan selama satu hari. “Kami menolak agar kami tidak digusur, cuma itu saja. Kami ini pedagang kios bukan pedagang kaki lima. (Artinya ada izinnya?) ya ada surat-suratnya,” jelasnya.
Aksi ini sebagai bentuk protes atas rencana PT Kereta Api Indonesia yang akan menggusur kios milik pedagang di di sejumlah stasiun termasuk Stasiun Kampus UI dan Stasiun Pondok Cina .Jomadu mengaku tujuh tahun berdagang. Ia mengklaim punya  surat kontrak sewa lahan dengan PT KAI. Namun, belum habis masa kontrak, ia dipaksa untuk mengosongkan kios.“Ini kios sudah hak milik sendiri, tapi kami menyewa tanahnya. (Sewa tanah dibayar ke siapa, pak?) PT.KAI, kalau kita dengar dulu sampai 20 tahun kontraknya ini. (Berarti belum habis kontraknya?) ya, belum selesai,” tambahnya.
Menurut Koordinator Pedagang Kios Stasiun UI, Ayu selama ini para pedagang stasiun tidak pernah dilibatkan PT KAI dalam pembuatan surat perjanjian kontrak lahan. Ayu mengaku berdagang di peron stasiun  sejak 1986. “Saya dulu disini jualan di atas peron. Terus tahun 2004 dibangun kios-kios oleh seorang pengembang yang ditunjuk PT KAI untuk memfasilitasi kios-kios di sini. Jadi, kita harus beli. Pertama masuk kios harus beli kita. Dulu dari lapak pertama kita masuk ke peron harganya dulu Rp 15 juta tapi ketika ada pedagang baru atau pedagang lama mau tambah kios itu harganya jadi Rp 22,5 juta dan harus kontan. Kita Cuma dikasih waktu tiga bulan harus tunai, itu pun masih ada nasib baik, kita gadaikan secarik kertas di bank, ya kalau enggak ada kita enggak bisa jualan.”
Jomadu dan Ayu adalah contoh dari ribuan pedagang stasiun se- Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek) yang menjadi korban penggusuran. Mereka mengaku tak ada pemberitahuan sebelumnya dari PT KAI.“Cari makan saya disini, penghidupan saya disini, jadi kalau tiba-tiba digusur kemana lagi. Boro-boro mau ada omongan relokasi, ganti rugi, itu semua enggak ada. Kita Cuma dikasih selembar kertas disuruh mengosongkan tempat,” kata Ayu.

Perbaikan Sarana

PT KAI membantah  akan menggusur  kios pedagang yang masa kontrak atau sewa lahannya belum habis, tegas Juru Bicara PT KAI, Mateta Rizalulhaq. “ Pada saat kereta api belum membutuhkan lahan itu disewakan. Di dalam surat sewa itu tentu bunyi dalam salah satu pasal mengatakan bahwa jika suatu waktu PT kereta Api membutuhkan itu harus diserahkan tanpa syarat. Tapi PT kereta api tentu tidak seperti itu. Bagi yang masih ada kontrak, tetap dikembalikan haknya, dalam arti masa sewanya belum habis itu ditawarkan untuk dikembalikan uangnya.(Tapi kemarin di stasiun UI gilirannya digusur apa itu jadi?)Enggak di UI belum saja, tapi pasti, nanti ada waktunya, karena masih ada kontraknya, kalau tidak salah ada enam kios yang masih ada masa sewanya,” ungkapnya.
Hingga saat ini PT KAI masih belum menggusur pedagang di Stasiun UI yang mendapat dukungan dari mahasiswa UI dan kampus di sekitar Depok. Kalangan aktivis mahasiswa menentang penggusuran yang dinilai sewenang-wenang dan tak manusiawi.
Lantas apa alasan penggusuran pedagang kaki lima dan pedagang yang membuka kios di sekitar stasiun?   Salah satunya untuk mengembalikan hak penumpang pengguna kereta api yang kian bertambah. Kembali Mateta Rizalulhaq. “Kalau kita bicara soal aturan seperti di PP nomor 56 batas peron dari asrel itu keujung minimal enam meter. Seiring dengan waktu dan perkembangannya jumlah penumpang terus meningkat sampai akhirnya sekarang itu sehari Jabodetabek 400 ribu sampai 500 ribu penumpang, bayangkan kalau di 2018 tiga kali lipat dari sekarang. Kebayang saja penumpang akan berdesak-desakan dengan pedagang kaki lima, pedagang kios atau asongan. Dan ini bukan penggusuran tapi mengembalikan hak penumpang, dimana peron itu ruang publik tempat naik turun penumpang, dan itu dikembalikan fungsinya,” jelasnya.
Setelah digusur, peron di sekitar stasiun diharapkan lebih tertata rapi. Selain itu areal parkir kendaraan di sekitar stasiun yang selama ini dijarah pedagang kaki lima dapat kembali berfungsi.Namun, para pedagang kios menilai PT KAI  tak adil. Pasalnya terang salah satu pedagang, Ayu,  toko waralaba masih dibebaskan beroperasi di sekitar peron.  “Tapi kenapa pemodal besar baru dapat izin, itu yang kita pertanyakan. Seperti di stasiun Bojong, itu masih aktif waralabanya kenapa enggak ikut digusur sementara pedagang kecil digusur! Atau di jalur 12 stasiun kota, lihat saja deh disana, itu pemodal besar semua. Mereka sudah makan badan peron, meja kursi mereka tetap ditaruh di jalur 12 di peron. Anda bisa lihat itu batas pagar peron, jadi kios kita sudah berada diluar peron.”
PT KAI lewat Juru Bicaranya Mateta Rizalulhaq kembali membantah tudingan bersikap diskriminatif. “Tapi yang dengan penuh kesadaran bongkar sendiri. Di UI itu sudah ada beberapa yang sudah mengosongkan sebelum terjadi pengosongan tiga hari sudah di kosongkan. Jadi pemahamannya cuma satu kembalikan kepada aturan itu, siapa kepada siapa kalau dia merasa dengan siapa dia membeli yang memberikan pengakuan ya tagih pada si A jangan dilimpahkan kepada PT kereta api,” katanya.
Ayu dan pedagang lainnya kini  terus berjuang menolak rencana penggusuran .
Dukungan Mahasiswa
Puluhan pedagang dari berbagai stasiun kereta api di Jabodetabek menyambangi Stasiun Universitas Indonesia di Depok. Mereka bukan ingin berdagang. Tetapi menggelar unjuk rasa. Menolak  rencana PT Kereta Api Indonesia (KAI)  menggusur pedagang kaki lima dan pedagang yang membuka kios di sekitar peron.
Aksi protes tersebut mendapat dukungan mahasiswa dari Universitas Indonesia. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI Ali Abdillah menegaskan komitmen untuk membantu  pedagang. “Kita akan mengadakan aksi massa hari ini dibantu dari temen-temen dari BEM se-UI, mahasiswa universitas lain, dan juga pedagang stasiun lain. Intinya, ayo kita bareng-bareng duduk bersama antara PT KAI, mahasiswa dengan pedagang. Kita juga dari mahasiswa enggak mungkinlah asal bela, asalkan PT KAI mau menurunkan egoismenya karena apa yang dilakukan ini adalah penggusuran secara paksa. Kita juga mau kok stasiun yang modern tapi modernisasi itu enggak harus merampas hak kemanusiaan,” jelasnya.
Koordinator Pedagang Stasiun UI, Ayu meminta PT KAI tak sepihak menyelesaikan masalah ini. Mereka meminta pedagang diajak berdialog dan diperlakukan lebih manusiawi. Ia mengaku telah berkali-kali mendatangi  PT KAI namun permintaan dialog belum digubris. “Yang kita temui Cuma bilang hanya menjalankan perintah dari pihak PT KAI. Saya ketemu Pak Mateta di stasiun kota bilangnya kami hanya menjalankan perintah. Ketika di Bandung pun ketemu sekretaris perusahaan juga sama berkata saya hanya menjalankan perintah. Pedagang sudah bersikap baik sampai kita samperin tapi tetap aja mentok enggak ada dialog.”
Pihak PT KAI mengaku lepas tangan. Menurut Juru Bicara PT KAI Mateta Rizalulhaq, pedagang yang digusur tidak akan diberi lahan baru untuk berdagang.  Menurutnya persoalan itu  kewenangan Dinas atau Kementerian Sosial.“Tugas kereta api itu bukan mengurusi masalah sosial, tapi tugas kereta api itu adalah mengantarkan orang sampai selamat. Ya, itu artinya, mereka tidak menghormati perjanjian. Sebetulnya tuh menghormati perjanjian seperti apa, kami sudah adakan dialog dari rekan kami di UI awalny sudah dilakukan. Kemudian dengan saya sendiri ke stasiun Kota itu mengadakan dialgo, terakhir mereka ke Bandung. Nah itu, kalau mereka mau ditempatkan dimana bukan kewajiban kereta api, sekali lagi PT kereta api bukan tidak manusiawi.”
Melihat sikap keras PT KAI,  kalangan mahasiswa meminta bantuan  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Kembali Ali Abdillah.“Yang jelas kita memberikan pendampingan-pendampingan terhadap pedagang, melakukan advokasi yang bisa kita lakukan bersama. Dan masalah hukum akan kita serahkan ke LBH Jakarta yang akan lebih concern terhadap masalah ini. Tapi yang jelas kita akan tetap dampingi pedagang, dan melakukan komunikasi terus,” ungkapnya.

Langgar HAM

Pengacara Publik LBH Jakarta, Arif Maulana menilai tindakan yang dilakukan  perusahaan kereta api telah melanggar hak asasi pedagang untuk mendapatkan penghidupan yang layak. “Saya melihat dalam surat Perpress nomor 83 tahun 2011 tidak ada perintah untuk melakukan penggusuran paksa pada para pedagang, tidak ada untuk kesana. Tapi yang jelas PT KAI diminta untuk memperbaiki layak fasilitas dan layanan. Tapi sayangnya PT KAI menafsirkannya dengan langkah-langkah yang tidak sesuai dengan Perpress karena selama ini mereka melakukan penggusuran paksa terhadap kios-kios stasiun ini tanpa menyampaikan kepada pedagang, tanpa berbicara kepada para pedagang, itu tidak pernah mereka sampaikan bagaimana mereka akan menata stasiun,” katanya.
Kata Arif, LBH Jakarta akan mencoba  berbagai upaya agar para pedagang bisa mendapatkan haknya kembali.“Sekarang yang kita lakukan adalah membuka ruang dialog dengan PT KAI yang kita proses dengan beberapa lembaga negara terkait seperti Kementerian BUMN untuk menegur, kemudian kita juga sudah mengirim surat ke Presiden, kita juga sudah mengirim surat ke Komnas HAM untuk kemudian melakukan proses mediasi antara PT KAI dengan para pedagang, memang belum membuahkan hasil, tapi proses masih berjalan,” jelasnya.
LBH Jakarta juga telah mengadukan kasus ini ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM).  Hasilnya PT KAI diminta mengganti rugi yang dialami pedagang akibat digusur paksa. Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai. “Di daerah lain sudah digusur, Depok sudah rata, Bojong Gede sudah dan Citayam sudah, yang kita butuhkan dalam konteks penertiban itu yang kita inginkan ada dua yang harus mereka penuhi, kontrak yang belum selesai mereka harus kembalikan. Kedua, mereka pedagang-pedagang yang berjualan disitu harus ada area khusus yang disediakan agar ada kepastian hidup bagi mereka, itu prinsip yang kita minta,” paparnya.
Sayang surat teguran dari Komnas HAM tak digubris PT KAI. Kembali Natalius Pigai.“Jadi kalau ada tingkatan tertentu tidak terjadi dialog lantas menimbulkan ekses-ekses negative bagi pedagang maupun masyarakat, ini kan berada dalam wilayah hukum. Jadi jangan anggap remeh Komnas HAM ini, jangan anggap remeh usaha Komnas HAM dalam rangka penyelesaian menyeluruh ini. Kalau sampai terjadi apa-apa terjadi penggusuran, rakyat ini kan ingin hidup, ada harapan. Disini melanggar hak ekosop. Hak ekosop itu kalau sudah melanggar kita minta yang bersarengkutan untuk mengevaluasi posisi dan jabatannya, nyatanya perjanjian dagang sudah dilanggar, kemudian juga sudah tidak ada harapan dan kepastian.”
Hak Ekosob yang disebut Natalius Pigai tadi adalah hak-hak dasar manusia yang harus dipenuhi dan dilindungi  negara. Meliputi hak  ekonomi, sosial dan budaya.Rencananya persoalan ini akan dibahas Komnas HAM bersama Direktur Utama PT KAI, beserta Gubernur Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Menteri Perhubungan. Harapannya akan ada penyelesaian yang adil bagi pedagang kecil yang menggantungkan hidupnya di sekitar stasiun kereta api. 
(Evi,Fik)

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending