KBR68H - Sebagian pesepakbola professional di tanah air belum menerima gaji dari klubnya. Persipasi Bekasi, Jawa Barat salah satu klub yang masih menunggak gaji para pemainnya.
“Sebelum main bola ya sempat kerja juga di pabrik, percetakan. Kalau saya apa aja saya pegang. Namanya juga hidup di kota, kalau kita ngandalin gengsi ya kita enggak makan…”
Itu tadi Pipik Suratno. Musim lalu, dia adalah penjaga gawang dari klub divisi utama Liga Primer Indonesia,
Persatuan Sepak Bola Indonesia Patriot Bekasi (Persipasi) tim asal Kota Bekasi, Jawa Barat. “Tadinya target musim kemarin itu selesai rumah. Ternyata, kita kan engga tau kan (jadi begini),” jelasnya.
Pemain 29 tahun ini ditemui di rumahnya yang sebagian besar belum beratap. Dinding bangunan masih berupa susunan batako, lantainya pun masih beralaskan tanah. Pembangunan rumah terhenti sejak gaji bapak dua anak ini tak lagi diterima tahun lalu. Total gaji yang belum dibayarkan mencapai sembilan bulan atau sekitar Rp 60-an juta. Sejak kompetisi berakhir, Juli tahun lalu Pipik setia menunggu haknya.
Sambil menanti klub baru, waktu senggangnya dihabiskan untuk membantu pembangunan sebuah sekolah tak jauh dari rumahnya. Ia sibuk menyapu dinding dengan kuas dan cat. Pipik bekerja apa saja demi menghidupi keluarganya. “Sisa waktu saya paling habisin waktu di sini, di panti. Bantu-bantu, di sini keluarga saya semua Itu tadi lagi bikin bangunan buat sekolahan, tadi lagi bikin kaligrafi. Bantu-bantu aja,” jelasnya.
Meski begitu, dunia sepak bola tak lepas dari hidupnya.Pemain profisional tersebut juga masih sempat melatih dan ikut pertandingan antar kampung atau tarkam. Itu semua dilakoni untuk tetap bertahan hidup.
“Paling kadang saya suka melatih anak-anak, melatih SSB (Sekolah Sepak Bola) setiap hari Rabu dan Minggu pagi. Terus kalau engga sore latihan, kalau ada tarkam, ya tarkam. Lumayanlah buat pemasukan, biar engga besar, berarti buat saya dan keluarga saya,” ungkapnya.
Bahkan bersama rekan-rekan tim berjuluk Laskar Patriot yang lain, ia sempat mengamen di sebuah jalan di Kota Bekasi. Saat itu rekannya, Wallace Rodrigues da Silva menganggap pihak klub seperti angkat tangan dalam masalah ini.
“Kita minta solusi untuk kita, karena kita sudah lama ini tunggu. Tapi tidak ada yang jelas, katanya bicara benar tapi semuanya bohong. Kita sudah kumpul berapa kali sama mereka (manajemen klub) di sini, tapi nggak ada yang menjawab untuk kita,”jelas Wallace.
Ancam Mogok
Tunggakan gaji pemain terjadi pasca keluarnya aturan Pemerintah yang melarang penggunaan anggaran daerah untuk klub professional sejak tahun lalu.Menurut pelatih Persipasi musim lalu, Warta Kusuma, ada 20-an pemain yang gajinya tertunggak, termasuk dirinya. Total mencapai Rp 3 miiar. Sungguh satu hal yang berat baginya saat itu.
“Itu saat itu di dua pertandingan, saya sebagai pelatih paling sulit itu. Di satu sisi saya butuh pemain itu untuk main, di sisi lain belum dibayar selama lima-enam bulan. Jadi kan sulit buat saya. Berat, sampai mau mogok main waktu lawan Kediri. Kita tuan rumah waktu itu kalah itu.
Karena memang suasananya udah engga enak lah. Jadi kayak ada keterpaksaan pemain itu untuk main bola,”paparnya.
Bahkan kata bekas pelatih Timnas U-19 ini, pemain sempat akan mogok main di saat kompetisi Divisi Utama masih berlangsung.
“Terlambatnya gila! Kalau terlambat dua bulan, mungkin mingguan, gaji kan biasanya begitu, terlambat mingguan lah, apa bulanan, sebulan-dua bulan. Ini sampai sembilan bulan. Kalau terakhir kita main itu enam bulan,” terangnya.
Dulu di wisma Vila 2000 para pemain kerap berkumpul dan bersenda gurau. Tapi kini sepi. Kamar dan ruangan di sana kosong melompong. Para pemain sudah banyak yang pergi, kata pemain belakang Firdaus Muhammad. Sejumlah pemain memilih pindah klub meski persoalan gaji belum selesai.
“Makanya ini kasihan yang hanya hidup dari sepak bola saja. Kasihan keluarganya. Untuk pemain yang sudah dapat klub baru, mungkin 10-15 orang udah keluar semua. Itu pemain-pemain luar. Kalau pemain Bekasi, masih ada di sini semua.”
Sampai saat ini belum terdengar lagi yel-yel suporter Persipasi di lapangan. Nyanyian penyemangat itu sudah tak terdengar seiring vakumnya klub. Musim lalu klub tersebut sempat menempati peringkat lima klasemen Divisi Utama .
Bekas pelatih Warta Kusuma berharap, meski nasibnya ibarat mati segan hidup tak mau, Persipasi harus terus bertahan. Selangkah lagi mereka akan menjejakan kaki di kompetisi nomor satu asuhan PSSI, Liga Primer Indonesia. “Sangat disayangkan. Sebetulnya kalau memang ini…tahun kemarin Persipasi harusnya naik (ke LPI) kalau engga ada masalah gaji terlambat dan segala macam. Kalau saya sih berharap tahun ini harus eksis, jangan sampai engga ikut kompetisi. Karena biar bagaimanapun, itu ada pengaruhnya nanti. Mungkin bisa degradasi, turun, turun. Sayang, kita udah level dua kan,” jelasnya.
Lantas jalan keluar apa yang disiapkan agar hak-hak pemain dan pelatih Persipasi dipenuhi manajemen klub?
Tim Penyelamat
Saat ini Persipasi Bekasi tidak punya lagi pemain. Kontrak punggawa Laskar Patriot sudah habis sejak kompetisi Divisi Utama berakhir pertengahan tahun lalu. Sejumlah pemain asli Bekasi sebenarnya masih berharap tim ini eksis lagi. Menurut pemain belakang Firdaus Muhammad, sebagai putra asli daerah, ia siap bergabung jika masih dibutuhkan.
“Latihan aja sama teman-teman yang ada di Bekasi. SMS, teleponan, kumpul, ngobrol-ngobrol. Sambil nanya-nanya kabar-kabar,” katanya.
Pun demikian dengan bekas pelatih Warta Kusuma. Meski menurutnya, Persipasi tidak akan sama lagi seperti musim lalu. “Ya walaupun nanti kita tetap eksis, dan (kalau) saya masih ditunjuk jadi pelatihnya, ya saya juga harus kerja keras karena materi pemain ini udah engga ada, udah abis. Paling yang ada pemain di tingkat Divisi 1, Divisi 2. Yang amatiran.”
Untuk menyelamatkan klub tersebut dibentuklah tim penyelamat. Salah satu tugasnya, tentu mencari solusi pembayaran tunggakan gaji pemain. Sekretaris tim, Iwan Ruswanto mengklaim masalah ini akan selesai sebelum Maret mendatang. “Persipasi ini berangkatnya bukan dari nol, (tapi) dari minus dengan utang yang ada sekarang ini. Jadi Ketua Persipasi yang sekarang ini menjamin bahwa utang-utang itu akan diselesaikan, terutama untuk pemain. KBR68H: Pastinya sebelum liga bergulir? Iya,” tegasnya.
Ia juga memastikan, tim akan eksis lagi. “Apa bila bicara soal persiapan, sampai sekarang kan masih nol nih. Jadi kemungkinan ya kita ikut
Liga Primer Indonesia karena bergulirnya bulan Maret. Kita juga tidak mau tim ini hanya asal-asalan, kemudian masyarakat kecewa dengan hasil yang didapat Persipasi.
Libatkan Swasta
Sementara pemerintah setempat bersama Pengurus Cabang PSSI Kota Bekasi juga sudah meminta perusahaan swasta berperan membantu pendanaan klub. Namun menurut Sekretaris Umum Pengcab PSSI, Udin Sumarsyah, antusiasme mereka masih minim.
“Seandainya ada 3000 perusahaan, yang datang (diundang) paling banyak 15. Masih jauh (dari harapan). Undangannya sudah dikirim, tapi yang jalan engga tau juga. Kan yang diundang misalnya 300 dulu, tapi yang datang sedikit.”
Masalah tunggakan gaji pemain sudah lama dipermasalahkan Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI). Dari data APPI, ada belasan klub dari dua kompetisi, LPI dan Liga Super Indonesia (LSI), yang belum melunasi gaji pemain. Ketua APPI Valentino Simanjuntak mengatakan lembaganya akan mengambil sikap jika persoalan gaji tak selesai sampai Januari lalu.
Valentino: Sudah dipikirkan, tapi itu masih internal kami saja. Kami belum bisa informasikan.
KBR68H: Soal langkah hukum itu?
Valentino: Ya sudah banyak opsi-opsinya kita ingin melakukan apa saja. Karena ini kan kasusnya massal. Kalau bicara hukum, kan engga se-simpel itu juga. Dan kalau melihat hukum yang berlaku, saya mau tanya, ISL itu mengacu kemana? Makanya berbagai opsi sudah kita pikirkan, tapi belum bisa diputuskan. Banyak orang bilang (ISL) legal, tapi orang tidak menyadari, ISL mana bisa diselesaikan secara FIFA karena mereka tidak diakui.
Bagi para pemain Persipasi mereka sudah memberi toleransi bagi klub yang berbulan-bulan menunggak gaji. Menurut penjaga gawang Pipik Suratno, dicicil pun, ia akan terima.”(Menangis) Saya juga kan punya keluarga, punya anak. Saya hidupi keluarga saya, salah satunya ya dari sepakbola itu. Dari gaji main bola. Sembilan bulan lamanya saya engga terima gaji ya, terus terang aja keluarga juga, kalau mau dibilang terlantar, ya mungkin bisa. Tapi saya tetap bersyukur di sini, saya dikelilingi orang-orang yang sayang sama saya, “ katanya.
Tak becusnya pengurus mengelola klub secara professional akhirnya mengorbankan pemain seperti Pipik Suratno . Situasi karut-marut klub dan sepak bola Indonesia yang kaya konflik dan miskin prestasi, membuatnya ragu untuk terus berkarir di olah raga paling popular di tanah air tersebut.
(Pep, Fik)