KBR68H - Upah buruh di Jakarta tahun ini telah ditetapkan Rp 2,2 juta per bulan. Namun tak semua pengusaha manut merealisasikan. Alasannya macam-macam. Seperti keuangan perusahaan yang masih cekak. Seperti apa buruh bertahan hidup dengan gaji pas-pasan? KBR68H menemui sejumlah buruh yang tinggal di utara Jakarta.
Debu berterbangan dan terik matahari memanggang Kawasan Berikat Nusantara (KBN) siang itu di Cakung, Cililitan, Jakarta Utara. Kawasan industri padat karya ini berada di bilangan di utara Jakarta. Tak jauh dari pabrik-pabrik megah , berdiri sebuah rumah dua lantai. Bangunan bercat merah itu kontrakan milik para pekerja. Saat disambangi buruh berbagai perusahaan itu tengah asyik rehat. Sambil berbincang ditemani kopi dan rokok.
Satu diantaranya Syarif Hidayat. Buruh tekstil yang sudah berkeluarga ini mengaku 12 tahun bekerja. Ia mengeluhkan gaji yang didapat. “ Kalau untuk upah ya, UMSP 2012 ya Rp 1,6 juta lebih. (Dengan dua anak itu apa kira-kira cukup upah segitu untuk ekonomi saat ini?) Kalau untuk upah itu, untuk yang keluarga ya tidak cukup. Perhitungannya satu kepala kebutuhannya satu bulan Rp 500 rb, kalau tiga kepala, lebih dari itu. Jadi, sangat-sangat kurang untuk orang yang sudah berkeluarga. (Untuk menutupi kebutuhan itu apa yang dilakukan?) ya, kalau malam kita nyari aqua gelas. Upah yangkita dapat itu tidak cukup ya kita anyari sampingan apa aja lah, kadang ngojek, ngantar orang,” jelasnya.
Meski hidup pas-pasan, Syarif tak tergoda berutang. “ Ah, kalau untuk minjam sama teman ya, sama, teman pun nasibnya sama kayak kita. Karena upahnya ketahuan sedikit. Paling banyak diantara kita banyak yang tercebur ke lintah darat juga, kan. Karena upah kecil itu,” tuturnya.
Keluhan serupa disampaikan Ipang Sahrani. Lajang yang bekerja di perusahaan garmen ini, terpaksa makan seadanya agar bisa bertahan hidup. Dengan gaji Rp 1,6 juta perbulan ia berhemat dengan makan berlaukan telur dan mie instan. “ Cuma karena kita harus pintar-pintar saja me-manage keuangan itu, pendapatan yang sudah ditetapkan itu. Artinya dengan angka segitu kita harus bisa mencukup-cukupi kebutuhan kita. (Pintar dalam arti bagaimana, mengirit dengan makan seadanya, agar cukup?). Ya, kurang lebih begitu. Artinya mana yang ukurannya sederhana. Dalam hal makanan juga kita tidak bermewah-mewah, telur misalnya. Kan lajang tidak bisa masak,” akunya.
Lain lagi kiat yang dipakai buruh Slamet Subero. Ayah enam anak ini terpaksa meninggalkan keluarga di kampung halaman Kebumen, Jawa Tengah. “ Nggak, tadinya ngontrak, karena ekonominya kurang memadai akhirnya ikut orang tua dulu. Istri kan di kampung saya di sini sama anak pertama saya. Istri sekarang di Kebumen, ikut orang tua. (Kenapa istri di Kebumen, dan Mas Slamet di sini?). Ya, karena untuk mencukupi keluarga yang enam orang itu kita nggak sanggup untuk membayar kontrakan, sebulan saja Rp 500 ribu , untuk bayar sekolah saja nggak mencukupi,” tukasnya.
UMP Baru
Pasca pemerintah menetapkan upah minimum provinsi (UMP) ibukota sebesar Rp 2,2 juta per bulan mulai tahun ini, dinilai akan memperbaiki kehidupan ekonomi buruh.Tapi kalangan buruh seperti Ipang Sahrani meragukan niat itu dapat terwujud. “ Angka Rp 2,2 juta yang ditetapkan oleh pemerintah artinya sebuah harapan bagi bekerja. Tapi, pada saat yang sama pengusaha juga mempunyai cara tersendiri yang diatur juga oleh peraturan, dan di situlah yang membuat pupus juga harapan pekerja ini, ketika mendengar adanya ramai-ramai pengusaha melakukan menangguhkan upah 2013, artinya ancaman serius juga, kan, “ paparnya.
Seperti diungkapkan Ipang kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak kenaikan upah. Mereka lantas mengajukan penangguhan upah ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan dinas terkait.Sampai bulan ini lebih dari 300 perusahaan di Jakarta yang mengajukan penangguhan. Dari angka tersebut, pemprov telah menyetujui 30 perusahaan. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jakarta, Deded Sukendar. “ Rekapitulasi, ada beberapa yang bisa ditangguhkan. Oleh karena penanguhan itu kan memerlukan persyaratan. Antara lain adalah persetujuan dari serikat pekerja, dan kemudian adanya auditor, atau hasil audit perusahaan tersebut,”ungkapnya.
Deded menambahkan,“ Ya makin mungkin bertambah, kan yang lagi diverbalkan, kalau kata Pak Gubernur mau diverbal. Verbal itu kan melalui penelitian biro perekonomian, penelitian biro hukum, penelitian biro umum, kemudian asistennya dan sekda-nya, baru ke Gubernur. Akan bertambah.”
Tapi kalangan buruh punya penjelasan berbeda. Menurut Presiden Federasi Serikat Buruh Indonesia (FSBI) Bayu Murnianto kalangan buruh belum pernah dimintai persetujuan penangguhan, yang ada malah ancaman. “ Contoh, istri saya kerja di PT BBM.Pernah dia telepon saya, mas, saya saya dipanggil untuk tanda tangan untuk penagguhan upah, dia ngga mau Rp 2,2 juta, dia maunya Rp 1,8 juta. Terus kamu gimana? Saya ngga mau tanda tangan, Bagus. Tapi dipaksa. Kamu takut ngga, Ngga, kalau ngga takut jangan tanda tangan! Ini dipanggil satu-satu. Gitu. Ancamannya pecat atau mengundurkan diri, kalau pecat dia ga mungkin. Suruh ngundurin diri, kalau ngga mau ya kamu mengundurkan diri,” jelasnya.
Persoalan kenaikan upah membuat pening kalangan pengusaha. Seperti apa kegalauan mereka?
Penolakan Pengusaha
Endang Susilowati tengah uring-uringan. Anggota Dewan Pengupahan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ini belum bisa menerima keputusan pemerintah Jakarta menaikan upah buruh sebesar Rp 2,2 juta per bulan. Karena aspirasi keberatan lembaganya kerap ditolak, Apindo mengancam akan keluar dari kelembagaan tripatrit yang melibatkan pengusaha, buruh dan dinas tenaga kerja. “ Yaitu mengenai keluarnya kami, atau rencana keluarnya kami dari kelembagaan yang bersifat tripartit. Kami melihat peranan kami itu memang disepelekan. Sejauh ini yang kami amati apa-apa yang disampaikan oleh pengusaha itu tidak dipandang, tidak dipertimbangkan. Pemerintah dengan mempertimbangkan unsur tuntutan dari buruh, walaupun tuntutan itu tidak berdasar hukum, pemerintah akan mengabulkan begitu saja,” bebernya.
Hal ini kembali dibantah Disnakertrans Jakarta. Kepala Disnakertrans Jakarta, Deded Sukendar menegaskan, pihaknya selalu melibatkan Apindo dalam penetapan UMP.“ Nggak benar itu. Bagaimana, Keluar dari sidang ya iyalah. Mungkin, kalau keluar dari dewan pengupahan ya ngga bisa lah, ngga bisa dibentuk adanya dewan pengupahan tanpa adanya Apindo, karena sebetulnya unsur pemerintah hanya memfasilitasi, kalau yang punya gawe itu kan antara pengusaha dan pekerja. Ya jelas lah selalu diajak. Kan ngga sah, kalau tiga unsur ini tidak hadir,” jelasnya.
Dari Senayan, ancaman Apindo dianggap enteng Ketua Komisi Tenaga Kerja DPR, Ribka Tjiptaning. “ Silahkan saja mau keluar. Ya, itu memang hak apindo, ya, hak apindo untuk keluar. Buruh juga bisa untuk keluar. Saya ketua komisi ngga terus ngomong untuk komisi, untuk rakyat. Ini ketika saya bicara dengan menteri, baik menteri kesehatan maupun, saya kalau bicara, nanti bu ketua kita tabrakan dengan undang-undang, memang kita perlu yang agak nabrak-nabrak dikit, tapi untuk kepentingan rakyat. Kalau ngga berani gitu, untuk membenahi negara ini tidak akan selesai. Harus ada berani terobosan yang revolusioner,” tegasnya.
Harapan Buruh
Untuk menyelesaikan sengkarut masalah, Komisi Tenaga Kerja DPR berencana membentuk panitia kerja (panja). Tugasnya mengawasi penerapan aturan tentang upah layak bagi buruh . Tapi sampai saat ini panja masih jalan di tempat.
Langkah Apindo yang akan keluar dari kelembagaan tripatrit dinilai tak produktif. Wakil Ketua Komisi Tenaga Kerja DPR, Nova Riyanti Yusuf menyarankan Apindo menempuh jalur hukum. “ Tiga, terkait penolakan peraturan mengenai kenaikan upah minimum pekerja, maka komisi IX DPR RI mendorong apindo untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Agung. Empat, komisi IX DPR RI akan membentuk panja outsourching dan upah layak sesuai dengan hasil rapat kesimpulan rapat dengar pendapat umum komisi IX DPR RI,” kata Nova.
Buruh berharap, agar pengusaha konsisten melaksanakan aturan. Kenaikan upah yang ditetapkan pemerintah terang Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Mudhofir masih rasional di tengah kenaikan harga. “Lah ini sekarang kayak kita, taruh lah 2,2 juta, mikirin kontrakan, transportasi, sekolah mahal, ya itulah, kredit motor. Ini kan banyak yang dipikir, saya kira hal yang wajar untuk buruh sekarang. Ideal berapa yang kita harus pikirkan. Makanya ukuran ideal itu pasti belum bisa kita katakan yang ideal sekian, karena kalau misal ideal bisa 5 juta, juga bilang idela belum tentu. Inilah nani yang akan kita diskusikan,” tegasnya.
Selain itu Mudhofir menyarankan, agar pemerintah memiliki acuan baku dalam penetapan upah.“ Yang ke depan nanti , umpamanya untuk lajang sekian, untuk yang berkeluarga harus ada bedanya. Jadi harus ada struktur skala upahnya nanti ke depan. Ya, ada aturan bakunya. Apalagi sekarang terkaget-kaget, 40 karena ada beberapa kali saya ketemu dengan pengusaha, menyatakan 40 sekaang naik, besok jangan-jangan 60, besok jangan-jangan 30, stres juga pengusaha. Artinya harus ada penetapan upah yang ideal, artinya yang baik lah, karena kesejahteraan itu bukan hanya upah,” katanya.
Dia juga menegaskan agar pemerintah mengawasi pelaksanaan penetapan kenaikan upah dan ancaman pemberangusan serikat pekerja di perusahaan. Cukup tak cukup upah yang diterima, buruh seperti Ipang Sahrani harus pintar siasati hidup di tengah melambungnya harga. “ Cuma karena kita harus pintar-pintar saja me-manage keuangan itu, pendapatan yang sudah ditetapkan itu. Artinya dengan angka segitu kita harus bisa mencukup-cukupi kebutuhan kita. (Pintar dalam arti bagaimana, mengirit dengan makan seadanya, agar cukup?). Ya, kurang lebih begitu. Artinya mana yang ukurannya sederhana. Dalam hal makanan juga kita tidak bermewah-mewah, “ jelasnya.
(Sin, Fik)