Bagikan:

Islam Toleran dari Masjid Lautze

Jika Anda melewati Jalan Tamblong, Bandung nampak sebuah bangunan rumah toko di pinggir jalan. Sebagian orang kerap kecele, kalau gedung berwarna merah menyolok itu bukan masjid. Maklum di bangunan itu tertulis Toko Lautze. Rumah ibadah itu dikenal sebag

SAGA

Selasa, 05 Feb 2013 15:39 WIB

Author

Nanda Hidayat

Islam Toleran dari Masjid Lautze

masjid, lautze, toleransi, bandung

KBR68H - Jika Anda melewati Jalan Tamblong, Bandung nampak sebuah bangunan rumah toko di pinggir jalan. Sebagian orang  kerap kecele, kalau gedung berwarna merah menyolok itu bukan masjid. Maklum di bangunan itu tertulis Toko Lautze. Rumah ibadah itu dikenal sebagai salah satu pusat informasi Islam yang toleran di Kota Kembang. KBR68H berkunjung ke masjid  yang getol mengkampanyekan Islam yang damai: membawa kemaslahatan umat tersebut.
Hampir tiap pekan,  Suyanto menyempatkan diri berkunjung ke Masjid Lautze Dua di kawasan Jalan Tamblong Bandung. Diberi nomor dua karena Masjid Lautze Satu berada di kawasan Pecinan Jakarta,yang berdiri pada 1991.
Suyanto  keturunan etnis Tionghoa siang itu ikut  hadir di Masjid Lautze yang tengah menggelar diskusi Islam.  Dalam acara yang berlangsung hampir dua jam itu dibahas berbagai isu yang tengah hangat. Mulai dari  Islam dan terorisme sampai toleransi antar umat beragama.“Saya tidak melihat dari satu pandangan bahwa Islam adalah teroris.Saya akan lebih bersungguh-sungguh lagi karena saya masih banyak kekurangan, meskipun sudah menjadi muslim tapi masih banyak yang belum bisa dilakukan,” katanya.
Suyanto seorang mualaf. Dua tahun ini ia tekun mempelajari Islam. Ia mengaku tengah belajar menjadi muslim yang toleran. “Sebenarnya dari agama muslim banyak sekali yang harus digali, pembelajaran tidak hanya sekarang saja tapi sampai tau masih banyak yang harus digali. Tiap muslim pandangannya berbeda tinggal cara sosialisasinya di perbanyak,” jelasnya.
Introspeksi diri menjadi kunci agar bisa menerima perbedaan suku, etnis dan agama, katanya. “Jadi saya melihatnya mamsih sebatas untuk diri saya sendiri, tapi untuk organisasi di luar saya tidak memandang, dan yang terpenting diri saya yang harus diubah. Untuk kalangan di luar kurang tahu, karena tiap agama mengajarkan kebaikan karena itu lihatlah diri masing-masing.”

Sejak berdiri pada 1997,Masjid Lautze terbuka buat pengunjung. Masjid ini  membuka pintu lebar-lebar bagi mereka yang berlainan agama. Juru Bicara Masjid Lautze, Jeslyn menuturkan,“ Karena itu Islam lintas bahasa dan suku bangsa, istilahnya apakah kamu sipit atau belo, setelah Islam kita sama. Orang non muslim juga biasa datang ke sini seperti isu-isu teroris, mereka datang kesini minta pejelasan soal jihad atau pun teroris.”

Jeslyn khawatir citra Islam terpuruk bila umatnya menutup diri. Apalagi masih ada perilaku kaum  muslim di Jawa Barat yang tidak toleran dengan agama lain. Berdasarkan survey LSM Setara Institute tahun lalu, provinsi itu menduduki peringkat tertinggi kasus intoleransi. Mulai dari kasus penyegelan rumah ibadah sampai tekanan terhadap penganut Ahmadiyah.
“Citra Islam tidak sebaik zaman Rasul, akibat oknum atau orang yang tidak mengerti Islam tapi mereka sebagai orang Islam. Maka di Islam disarankan untuk menuntut ilmu tapi mereka tetap tidak mau belajar. Perlu diakui citra Islam belum baik, seperti kotor. Padahal diajaran agamanya sholat sehari lima kali dan harus berwudhu, ini yang menjadi citra buruk Islam karena orang-orang yang belum tahu,” terang Jeslyn.
Siar Islam yang damai juga disampaikan lewat dakwah. Langkah ini untuk menangkal paham dan pengaruh Islam yang radikal dan tak toleran. “Menyampaikan pesannya lewat dakwah,  di sini ada uztad yang menyampaikannya ke luar dan menjelaskan soal Islam sebenarnya. Kalau perlu apapun tentang Islam, informasi atau pun isu-isu yang yang terkait tentang Islam, silahkan datang ke Masjid Lautze dan silahkan bertanya sampai Anda puas. Kita memang ada pembinaan muallaf dan memfasilitasi bagi orang yang ingin menanyakan tentang Islam,” imbuhnya.

Dakwah Damai

Masjid Lautze telah melahirkan banyak penceramah muda yang materi dakwahnya mengedepankan Islam dan perdamaian. Satu diantaranya Hutom Cahya. “Apapun orangnya dan lembaga apapun yang meminta ceramah untuk menjelaskan soal Islam, sekarang sudah banyak jadwal ke luar dan menjelaskan bahwa Islam tidak seperti yang dijelaskan berbagai media massa (identik dengan kekerasan –red),” katanya.
Maksud pengurus masjid membidangi pendidikan dan dakwah tersebut tak semua muslim setuju dengan aksi terorisme atas nama agama. “Kita lebih pendekatan’ face to face’, karena kalau melibatkan ke media persepsi akan menimbulkan pro-kontra, tapi kalau ingin belajar soal Islam silahkan datang ke Lautze,” jelasnya.
Penceramah lainnya, Muhammad Sultanuddin turut berbagi pengalaman. “Banyak yang menanyakan apakah Islam identik dengan kekerasan mengebom, ketika dikupas ternyata tidak ada dan tidak seekstrem itu. Islam tidak pernah memaksa karena  zaman nabi lewat prilaku yang nampak dan damai. Tidak usah propaganda dan melihat kelakuan Islam saling hormat menghormati dan menyayangi sehingga ada ukhuwah,” paparnya.

Citra Islam di tanah air kata dia mulai terpuruk pasca kasus terorisme di Bali pada 2000 lalu. “Banyak pertanyaan di hadapan mereka yang terkait dengan orang Islam, kenapa seperti itu? Bahwa itu bukan ajaran Islam namun sebuah prilaku pribadi. Apalagi terkait dengan bom bali beberapa waktu lalu banyak yang  bertanya baik yang non Islam ataupun mereka yang sudah masuk Islam. Apakah Islam dalam konteks jihad yang identik dengan peperangan, itu misi pribadi yang numpang di gerbong agama seakan itu Islam padahal memiliki muatan prbadi,”katanya.
Pengurus masjid Hutom Cahya berharap di masa datang mereka dapat melahirkan santri yang toleran.  “Kita memang punya mimpi besar punya madrasah di wiayah Tamblong, dengan murid pertama 30 anak dan ini cikal bakal madrasah Lautze. Seperti kita membuat bangunan maka harus kokoh, nanti di lingkungan, masyarakat dan rumahnya bisa menerima,”jelasnya.
Lewat dakwah yang menanamkan nilai-nilai toleransi, tak salah bila ada yang menilai Masjid Lautze berhasil memberi contoh Islam yang damai. Menghargai keberagaman.
Sejarah Lautze

Masjid Lautze dua Bandung didirikan oleh keluarga Karim Oei Tjeng Hian sekitar 16 tahun silam. Ia dikenal sebagai sahabat presiden pertama Indonesia Soekarno, Wapres Muhammad Hatta, dan tokoh Muhammadiyah Buya Hamka.
Kedekatan dengan para pendiri bangsa itu dapat disimak dari foto hitam putih yang  dicetak pada 1938 dan dipajang di dinding masjid. Di sana tertulis “Orang yang Benar-Benar Muslim Harus Cinta Tanah Air dan Pribumi.” Pesan itu ditulis Karim pada 1973. Tujuannya, menyatukan masyarakat Indonesia yang berlainan suku, agama, dan etnis.
Di Indonesia, komunitas keturunan Tionghoa muslim dipayungi Yayasan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Organisasi ini punya cabang di 16 kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, dan Pontianak. Jumlah muslim Cina saat ini sekitar 80 ribuan orang.
Juru bicara Masjid Lautze Dua Bandung Jeslyn menjelaskan,” Tujuan  Karim Oei itu untuk memfasilitasi karena kita tahu ada jurang pemisah antara etnnis Tionghoa dan etnis pribumi. Meskipun orang Tionghoa lahir di Indonesia mereka tetap WNI. Orang etnis Tionghoa sungkan sedikit risih untuk menanyakan Islam kepada warga pribumi. Karena itu didirikan yayasan  Karim Oei dengan visi dan misi sebagai pusat informasi Islam warga Tionghoa.”

Alasan yang disampaikan Jeslyn itu yang mendorong  Muhammad Sultan tertarik menekuni Islam. Ia mulai bergabung dalam aktivitas spiritual di masjid tersebut sejak 10 tahun silam. “Karena saya melihat di sini orang Muallaf sering bertanya tentang Islam dan ini suatu tantangan buat saya dan mengetahui sudut pandang orang lain soal Islam. Jadi memang banyak tanggapan dan pandangan, karena saya sendiri belajar Islam sejak kecil. Pandangannya hanya satu arah, dan ketika datang ke sini kita mendengarkan pandangan mereka soal Islam dan kita semakin terbuka,” ungkapnya
Bangunan fisik Masjid Lautze mirip kelenteng. Gedung didominasi dengan balutan cat merah, kuning, dan putih. Di atap-atap langit bangunan dihiasi  enam lampu lampion. Ruangan untuk menampung  jamaah memang tergolong sempit untuk ukuran masjid. Hanya mampu memuat 30-an orang.

Pintu Dialog

Pintu masjid yang kerap tertutup rapat dan fisik bangunan yang menyerupai rumah toko kerap membuat orang ragu untuk masuk . Seperti yang dialami Afghan dan Berang.“Tadi mau masuk ragu-ragu ke sini karena baru pertama masuk ke mari, soalnya baru lihat juga dan kebetulan lagi ada kerjaan dan waktunya dzuhur ke sini,” jelas Afghan.
Berang menimpali,”Tadi memang rada ragu-ragu untuk masuk, memang karena belum tahu dan saya sempat nyari, saya kira toko tadinya.”
Sejatinya pintu tertutup rapat  bukan untuk melarang orang beribadah. Maklum  rumah ibadah ini berada di pinggir jalan. Agar jemaat bisa khusyuk beribadah dan tak terganggu hingar-bingar laju kendaraan, maka pintu masjid sengaja ditutup terang  Jeslyn
“Untuk saat ini masyarakat masih sungkan dan segan untuk masuk Masjid Lautze, ini yang saya ingin sampaikan sejak lama bahwa Masjid Lautze terbuka untuk umum dan bukan hanya masjid china tapi terbuka untuk umum. kenapa ditutup, karena masjid ini berada di tengah jalan dan bisa mengganggu ke khususyukan makanya kita tutup,”katanya.
Ia mengundang umat non muslim tak sungkan berkunjung atau datang bersilaturahmi. “Datang saja ke sini, karena dari negobrol kita bisa berteman. Satu hal yang ingin saya sampaikan bahwa Islam tidak boleh memaksakan seseorang untuk masuk ke agamanya, itu sudah jelas dalam Al-Quran. Jadi jangan takut untuk masuk ke masjid akan di suruh masuk Islam, kalau datang silahkan saja dan berteman atau bertanya,”ajaknya.

(Nan, Fik)


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending