Bagikan:

Bebaskan Buruh Omih

Sudah jatuh tertimpa tangga. Peribahasa itu rasanya pas ditujukan kepada Omih. Lebih dari empat bulan ia mesti wajib lapor ke polisi Tangerang. Kasusnya bermula saat ia dipecat perusahaan karena berunjuk rasa menuntut kesejahteraan. Karena upah dan pesang

SAGA

Jumat, 15 Feb 2013 15:49 WIB

Author

Nur Azizah

Bebaskan Buruh Omih

buruh, unjuk rasa, tangerang, polisi

KBR68H - Sudah jatuh tertimpa tangga. Peribahasa itu rasanya pas ditujukan kepada Omih. Lebih dari empat bulan ia mesti wajib lapor ke polisi Tangerang. Kasusnya bermula saat ia dipecat perusahaan karena berunjuk rasa menuntut kesejahteraan. Karena upah dan pesangon tak diterima, Omih mengancam perusahaan sepatu terkemuka tersebut. Kasus ini kemudian ditangani polisi dengan tuduhan terorisme.

Panas terik siang itu tak menyurutkan langkah Omih binti Saenan pergi ke Kepolisian Resort Metro Tangerang, Banten. Aktivitas ini rutin dilakoni perempuan 28 tahun itu beberapa bulan terakhir setelah ia dinyatakan bebas dengan jaminan pada awal Oktober 2012 silam. Didampingi temannya, langkah Omih tak canggung menyusuri ruang demi ruang di kantor polisi.

Sebelum berangkat ke kantor aparat, Omih bercerita tentang kisah hidupnya sampai terjerat kasus hukum. Juli tahun lalu, Omih ikut bergabung unjuk rasa bersama buruh PT Panarub Dwi Karya (PDK). Demonstrasi berlangsung di depan kantor perusahaan pembuat sepatu merk Adidas dan Mizuno. Mereka menuntut pembayaran gaji yang sejak Januari 2012 belum dibayarkan. Di hari itu, tepatnya 17 Juli, seribuan buruh PT Panarub kocar kacir,  saat polisi membubarkan aksi mereka yang mencoba merangsak ke dalam pabrik. Akibatnya buruh yang berunjukrasa –termasuk Omih— dipecat.  Perusahaan menuding aksi buruh ilegal.

Sejak saat itu upah para buruh yang dipecat tak jelas nasibnya. Karena kesal dengan sikap perusahaan, Omih meluapkan amarahnya lewat pesan pendek telepon selular. SMS yang dikirimkan tertanggal  13 September 2012 itu ditujukan kepada sejumlah karyawan PT Panarub Dwi Karya atau PDK. Isinya, ‘Hati hati untuk yang di dalam PDK, malam ini sedang dirakit bom untuk meledakkan PDK esok hari.’

"Ya memang tak ada barang bukti , Omih cuma ini saja, spontan Omih juga kan ngirim sms itu. Boro boro mau ngrakit bom, nggak tahulah, ngrakit bom apa. Bikin sepatu mah iya bisa. bom apa, Omih nggak ada niat kayak gitu, nggak ada. Cobalah kalau Anda misalnya kerja bentuk emosinya gimana kalau upah tidak dibayarkan sampai lima bulan ini. Kayak gimana, kan. Trus udah gitu hak hak kita nggak pernah dipenuhi, kan tuntutan itu, dia nggak pernah penuhi tuntutan kita. Malah mengabaikan semua," jelas Omih.


Ditahan Polisi


Sudah jatuh tertimpa tangga.  Akibat ulah Omih, perusahaan lapor polisi. Akhir September, Omih dicokok aparat di rumahnya. "Sebelum datang pengacara Omih itu saya sudah di-BAP sama pihak kepolisian. Padahal perjanjian, kan, udah Omih, nanti saja di BAPnya, karena Omih sudah menunjuk LBH untuk pendampingan Kuasa Hukum Omih. Akhirnya mereka melanjuti terus BAP, dari siang sampai sore," imbuhnya.

"Sore BAP terus. Omih memang nggak ngerti, baru pertama kali dapat kasus. Kayak gimana, oo.. kaya gini. Ya udah memang Omih nggak ada niat, memang Omih ngomong sejujur jujurnya, apa adanya. Saya memang nggak ada niat untuk neror. Akhirnya Omih dua malam di Polsek, kan. Di Polsek dua malam. Ditahan? di kantornya. Terus dipindahin hari Seninnya ke LP perempuan. Seminggu lah Omih di LP Wanita,”terangnya.

Reaksi pun datang dari rekan sesama buruh. Mereka menuntut Omih dibebaskan. Dari Senayan, Ketua Komisi Tenaga Kerja DPR Ribka Tjiptaning  ikut mendesak pembebasannya. Kembali Omih. “Sampai, emm.. bu Tjiptaning dengan semua rekan rekan Omih tu, kawan kawan SPGTS SBI, supaya Omih tu dibebaskan. Karena memang nggak ada bukti, kan. Dari pihak komisi sembilan pun ikut berperan disitu. Karena memangnggak ada bukti. Omih bukannya teror, Omih bukan teroris. Ibu Tjiptaning itu, kan, akhirnya dia yang menangguhkan bebasnya Omih. Jadi sekarang ini Omih tahanan luar yang masih Wajib Lapor dua minggu sekali.”

Setelah bebas bersyarat, Omih lebih sering tinggal di Jakarta, di kantor Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Sesekali ia pulang ke rumahnya di Desa Sepatan Kabupaten Tangerang usai wajib lapor ke polisi .Tak jarang, kata Omih, penyidik membujuk nya berdamai dengan pihak perusahaan.“Tapi pas kemarin kemarin itu, yang kalau Omih Wajib Lapor selalu dia bilang. Udah Mih,kamu itu minta maaf saja sama pihak perusahaan. Minta maaf untuk apa, kata Omih. Ya, supaya kamu dicabut kasusnya. Ya, kata Omih, gimana nanti Omih pikir lagi. Selalu dia, terus. Kalau misal Omih absen selalu. Dia bilang, apa perlu kalau misalnya nanti kamu takut sama manajemen biar ibu yang temani kamu. Ibu penyidik itu,Ibu Sri,” ungkapnya. 

Omih yakin sikapnya menolak tawaran damai perusahaan sudah benar. “Akhirnya, ya, udah, kan, Omih nggak ngikutin kata dia. Ya udahlah lanjut aja hukum ini, biar aja ngalir. Dia (perusahaan) maunya gimana. Kemarin kemarin dapat surat dari LBH, dikasih dari Polres, sekarang dirubah jadi satu minggu sekali. (Setiap hari?) Terserah mau hari Senin atau Kamis. Kalau kemarin, kan, Senin sama Kamis,” pungkasnya.

Meski perusahaan diklaim telah mencabut gugatan, nyatanya buruh Omih belum sepenuhnya dibebaskan polisi.

Perusahaan Cabut Gugatan


Omih dan KBR68H tiba di mulut gang dekat rumahnya di Kabupaten Tangerang, Banten. Raut wajahnya terlihat sumringah saat bersua keluarga.  Di rumah itu sudah menunggu adik, sang kakak dan juga keponakan kecilnya. Tangannya langsung meraih bocah itu. Matanya mengingatkan Omih pada mendiang anaknya Velinda Putri yang meninggal diusia 2,5 tahun karena sakit demam berdarah.

Rudi, kakak sulung Omih bercerita jika adiknya sering berbagi kisah tentang anak dan pekerjaannya di PT Panarub Dwi Karya. Selepas aksi unjuk rasa buruh, status kepegawaiannya di perusahaan sepatu tersebut tak jelas. Perusahaan juga kerap mempersulit izin cuti Omih saat anaknya meninggal Desember 2010 silam.  “Dia sih pernah cerita terus tentang kerjaan, tentang anaknya. Dulu waktu sakit. Ya, ngeluhlah intinya ngeluh tentang kerja. Sampai anaknya meninggal pun dia cerita juga. Ya, karena desakan ekonomi, dia tetap maksain kerja. Walau ada kendala tentang hak cuti, trus anaknya sakit kalau minta izin tuh agak susah. Sampai anaknya meninggal pun cuti itu agak susah dipintanya,” kata Rudi.

Namun Omih mengakui jika akhirnya ia mendapatkan cuti untuk anaknya.  “Meninggalnya anaknya itu, Omih cuti atau gimana? Pada waktu itu, ya, memang lagi cuti,” tambahnya. Keluarga Omih hanya bisa berharap agar adiknya bisa bekerja kembali. Kembali kakak Omih, Rudi menuturkan, “Untuk sekarang ini inginnya sih dipekerjakan kembali sebenarnya kalau memang dari pihak perusahaan. E...Gimana ingin dipekerjakan kembali kalau memang dikasih dari perusahaan. Kalau misalkan memang tidak dipekerjakan kembali mungkin minta hak haknya yang dikeluarkan, ya, mungkin dengan pesangon ataupun yang tiga bulan yang belum terbayarkan gajinya. Sekarang sudah berjalan lima bulan.”

Sejak 1988 PT Panarub merupakan sub kontraktor terbesar sepatu merk ADIDAS di Indonesia. Perusahaan ini juga menjadi sub kontraktor sepatu olahraga merk Mizuno asal Jepang. Kini perusahaan itu memiliki 12 ribu lebih karyawan yang tersebar di tiga pabrik.  Kembali ke kasus Omih, pihak PT Panarub menyangkal mempersulit hak cuti Omih pada Desember silam. Perwakilan Manajemen PT Panarub Dwi Karya Subroto dan Edy Suryono mengklaim, pihaknya sudah memberikan cuti Omih sesuai permintaan.

 “Fakta history cutinya dia dari tanggal 24, kan, waktu itu hari Sabtu, kalau nggak salah. Desember itu, kan 25 natalan. 25 Natal, trus 26, 27 si Omih cuti. 29 meninggal kalau nggak salah, Kemudian kita berikan lagi 30, 31, sebagai bentuk bela sungkawa kita. Dia dikasih izin khusus tanpa dipotong upahnya. Itu kita berikan. Waktu jatuhnya di hari Jumat, Sabtu, Minggu masih libur lagi. Tapi data selengkapnya nanti kita kasih. Jadi kalau nggak salah total dia nggak masuk tuh hampir 10 hari dari tanggal 24 Desember sampai tanggal 3 Januari, kalau nggak salah,” ungkap Edy.

Edy mengklaim, perusahaan siap menampung kembali Omih. “Kalau kembali ingin bekerja, kan. Prosesnya saat ini statusnya Omih. Omih adalah bukan lagi karyawan kami. Kalau ternyata dia memang mau bekerja kalau di sini ada lowongan, ya, silahkan lamar lagi.Itu sih, hak masing masing orang, kita juga nggak bisa paksakan orang yang ada di depan untuk bekerja, kan nggak mungkin, mbak. Ya terserah dia, kalau dia mau bekerja lagi disini, ya, monggo, kalau memang di sini ada lowongan.”

Edy membantah perusahaan telah mencemarkan nama baik Omih sebagai teroris terkait dengan ancaman bom lewat SMS  yang terbukti nihil. “Faktanya memang bukan nama Omih. Adalah nomer telepon. Jadi sekali lagi nggak ada namanya. Apalagi bentuk laporan kita di kepolisian juga bukan kita melaporkan Omih, bukan. Adapun kita baru tahu Omih itu tadi, selang beberapa waktu orang yang ketangkap tentunya dengan cara polisi, ya, kita nggak tahu. Ni yang dah ketangkep yang teror, karena bertepatan dengan aksi demo tidak sah, ilegal itu, kita melihat, lho kok ini eks karyawan kita. Kita melihat itu saja. Ya kemudian kasus, kita sekali lagi nggak punya kepentingan apapun. Karena sudah dilaporkan ya itu kembali ke urusannya yang berwajib, mau diapakan.”

Perwakilan manajemen PT Panarub Dwi Karya yang lain, Subroto mengaku, pihaknya bahkan telah mengajukan surat pencabutan penyidikan kepada polisi. Berdasarkan laporan polisi Omih tidak terbukti mengancam perusahaan. Apalagi masuk dalam jaringan teroris.  “Tertanggal 28 Nopember 2012, perusahaan telah menyatakan telah memaafkan perbuatan SMS ancaman bom dari tersangka saudari Omih binti Sanen. Dan perusahaan berharap Bapak Kapolres berkenan membantu untuk menghentikan penyidikan terhadap saudari Omih binti Sanen berkenaan SMA ancaman bom.”

Mesti telah dicabut, faktanya sampai awal bulan ini Omih masih wajib lapor ke polisi. Polisi dituding melanggar aturan. Pasal 21 Undang Undang tentang Hukum Acara Pidana secara tegas menyatakan  perintah penahanan atau penahanan lanjutan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana, harus berdasarkan bukti yang cukup.

Kepala Kepolisian Resort Metro Tangerang Wahyu Widada mengklaim, pihaknya sudah memproses permintaan PT Panarub Dwi Karya untuk menghentikan penyidikan kasus Omih.  “Tidak ujug ujug dia minta dihentikan, trus hentikan. Kan ada prosedur yang harus kita ikuti. Salah satunya kita lakukan gelar. Gelar perkara dulu. Nanti sudah dilakukan semua proses administrasi kita gelar di Polres, kita gelar di Polda. Rekomendasi gelar itulah yang menjadi dasar kita untuk melakukan penghentian. Itu masalahprosedur saja itu. (Rencananya gelar perkaranya, kapan?) udah. Udah selesai semua. (Hasil dari gelar perkaranya bisa disampaikan?) Hasilnya bisa dihentikan nanti. Kalau sudah dihentikan penyidikannya sudah bisa dicabut dari Panarubnya, dan kita juga tidak ada indikasi bahwa Omih ini hanya main main, nakut nakuti saja. Ya bisa dihentikan. Kalau sudah dihentikan, ya, tidak wajib lapor lagi. Nanti kita sampaikan sama yang bersangkutan saja, kan.”

Kalau semua prosedur sudah dilalui, lantas tunggu apa lagi, Pak Polisi?  Berlarut-larutnya kasus ini ikut merugikan Omih. Jika tak bersalah, bebaskan Omih!

(Azi, Fik)

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending