Sejak awal Oktober tahun lalu, tarif kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek dinaikan. Namun hingga 2 bulan lebih pasca kenaikan tarif, belum ada tanda-tanda perbaikan leyanan kepada penumpang.Gugatanpun siap dilayangkan.
Sore itu suasana di stasiun Juanda, Jakarta Pusat, tampak ramai. Puluhan penumpang duduk berjajar menanti kedatangan KRL. Tak berapa lama, KRL ekonomi jurusan Bojonggede tiba. Para penumpang yang semula duduk mulai berhamburan menuju pintu masuk kereta dengan 8 gerbong tersebut.Puluhan penumpang tampak berjejal di dalam gerbong. Pria, wanita, tua dan muda. Sebagian memperoleh tempat duduk. Tak sedikit yang terpaksa berdiri bergantungan.
Kondisi ini tak dilewatkan pedang asongan menjajakan dagangannya. Kehadiran mereka semakin menambah sesak gerbong yang dipadati penumpang.
Dua penumpang yang berdiri diantaranya Fati Aulia dan Gina Fazrina. Kedua mahasiswi Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat ini adalah pengguna setia KRL.
Sambil berpegangan pada tiang gantungan, Fati Aulia menyampaikan keluhan masih buruknya pelayanan KRL pasca kenaikan tarif. Fati menuturkan, tak jarang KRL yang ia tumpangi mogok di tengah perjalanan. Terpaksa ia pindah bersama penumpang lainnya ke komuter lain, agar tidak terlambat ke kampus.
“Kan banyak tuh kalau misalnya pagi-pagi kita hampir telat misalnya. Terus ternyata ada beberapa kereta yang kita naiki mogok. Seharusnya kalau mogok itu kan bisa dicegah dengan pengecekan sebelum keberangkatan, Tapi, saya ngga tahu itu PT KAI itu ngecek atau nggaknya. Tapi, kenyataannya beberapa kali saya naik pagi itu, ada beberapa yang tertahan. Kayak misalnya yang di Pasar Minggu, itu kan ada tiga jalur rel, jadi ditahan di situ. Akhirnya kita yang sudah terburu-buru masuk ke komuter. Dan di komuter itu orang-orang yang komuter itu bilang, ini apa sih orang ekonomi kok naik ke komuter. Jadi, kita yang ngeluh akhirnya dampaknya ke orang lain juga,” keluhnya.
Rekannya Gina Fazrina ikut menimpali. “ Entah itu ditunda, entah itu dibatalkan, entah itu keterlambatan datang sampai 2 jam bahkan, itu keluhan saya, kemarin persis. Nah, hal-hal seperti ini yang sebenarnya sangat merugikan. Itu sudah rugi waktu, rugi capek di jalan. Itu pasti sangat melelahkan, itu khusus yang ekonomi, ya. Kalau untuk commuter line, saya rasa, apa ya, kadang-kadang juga di commuter line sendiri kualitas dari keretanya juga kurang baik. Karena tiba-tiba di jalan ac-nya ada yang mati, tiba-tiba mogok di jalan.”
Harapan Penumpang
Namun, Gina tak punya pilihan lain. Katanya, demi menghemat anggaran, KRL ekonomi jadi satu-satunya moda transportasi.
“Kalau itu menurut saya kurang sesuai, karena memang yang kita butuhkan adalah kenyamanan dan ketepatan waktu, itu saja. Iya, itu dia. Masalahnya pilihan-pilihan transportasi di sini sangat, gimana ya, sebenarnya banyak, akan tetapi kita kita itu mencari transportasi yang benar-benar nyaman dan memang bisa. Saya mahasiswa, jadi saya memang mencari sesuatu yang lebh murah untuk mendukung kehidupan,” terang Gina.
Penumpang KRL lainnya Agus Sumarno ikut berkomentar. Pria asal Bekasi ini berpendapat, tidak ada perbaikan pelayanan meski harga tiket sudah dinaikan sebesar Rp 2000 per 1 Oktober 2012 lalu.
“Jaraknya jangan terlalu lamalah nunggu-nya, jadi biar. Menunggu, menunggu. Ini sudah 15 menitan lah. Mau pulang. Ini sudah datang. Kira-kira ya 20 menitan lah. Sama saja, sama saja. Ya, pelayanannya ditingkatin lagi lah,” jelasnya.
Lain lagi pendapat Bambang. Penumpang KRL asal Bekasi ini lebih mengeluhkan minimnya perawatan KRL.
“ Perawatannya masih kurang sekali. Cukup ya, kalau saya bilang, sesuai, saya katakan sih sesuai. Saya cuma mengeluhkan dari dulu itu perawatan kereta yang masih kurang, masih minim sekali. Ya, betul, toilet dan segala macam, itu yang masih kurang,” ungkapnya.
Masih buruknya layanan kereta api rel listrik, membuat kesal sebagian pengguna moda transportasi itu. Mereka menggugat PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) danPT. Kereta Commuter Jabodetabek (PT. KCJ).
Gugatan Penumpang
Sembilan orang perwakilan dari Asosiasi Penumpang Kereta Api (Aspeka) Community siang itu mendatangi kantor PT. Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ) di bilangan Jalan Juanda, Jakarta Pusat. Mereka membawa poster yang berisi protes atas buruknya layanan kereta Commuter Jabodetabek. Komunitas penumpang kereta yang beranggotakan 300 orang lebih ini, berniat mensomasi PT. KCJ.
Ketua Aspeka Community, Ahmad Safrudin menuturkan, “Kita menyampaikan somasi tentang buruknya layanan KRL Jabodetabek. Seperti kita ketahui bahwa sudah sejak sedemikian lama, bertahun-tahun, bahkan perpuluh-puluh tahun, penumpang KRL Jabodetabek mengalami berbagai keluhan yang sebenarnya sudah disampaikan cukup lama. Dan tentunya keluhan yang sudah lama disampaikan ini harusnya segera ditanggapi dengan direspon dengan perbaikan layanan. Tetapi, ternyata itu tidak kunjung baik.”
Aspeka juga mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit keuangan PT. Kereta Api Indonesia yang bersumber dari pemasukan tiket. Kembali Ahmad Safrudin berkata,“ Audit wajib ya, audit wajib. Jadi sebelum kita bergerak lebih jauh BPK dan kalau perlu KPK itu harus turun tangan, untuk memotret tentang bagaimana pengelolaan dana-dana yang berasal dari tiket itu. Karena, jangan dianggap kecil lho tiket itu. Itu kan sangat besar sekali. Tiap hari miliaran rupiah berperasi di situ. Dan dengar-dengar laporan dari PT KAI atau PT. KCJ sendiri juga menyatakan terjadi pemalsuan tiket dan sebagainya, artinya di situ ada potensi atau peluang terjadinya penyalahgunaan ya, dalam konteks penerimaan dana dari tiket tadi”
Jika PT. KCJ mengabaikan gugatan dari komunitas penumpang kereta yang terbentuk sejak 2010 ini, gugatan dua sekaligus yang terakhir akan menyusul. Langkah itu ditempuh sebelum gugatan ke pengadilan diajukan.
Ketua Bidang Advokasi Aspeka Community, Lukmanul Hakim menjelaskan,“ Pihak instansi yang terkait dengan PT. KAI, seperti Dirjen Kereta api, Kementerian Perhubungan gitu kan, itu akan menjadi bagian dari kita untuk kita gugat, sebagai turut tergugat, gitu. Menyertakan beberapa pihak sebagai pihak tergugat yang akan kita ajukan dalam gugatan kita nanti. Kita mentoleransinya dalam 14 hari ini, kira-kira 10 hari ke depan, minimal target kita awal tahun baru kita sudah ajukan gugatan.”
Tanggapan KJC
Somasi dan rencana gugatan ASPEKA Community tak membuat gentar jajaran PT. KCJ. Manager komunikasi perusahaan itu, Eva Chairunnisa.” Mereka kan tinggal melakukan cek lagi aja. Kita belum ada melakukan. Kita belum memberikan jawaban resmi atau apapun itu. Yang terpenting itu kan mereka tuntutan, dan kemudian mengevaluasi, kita melakukan perbaikan, itu aja. Silahkan. Kalau memang mereka merasa belum ada perubahan atau apapun. Yang pasti dalam somasi itu, perubahan tidak bisa dilakukan dalam 5 atau 10 hari, seperti misalnya sterilisasi stasiun, itu membutuhkan waktu. Tapi, kalau misalnya masih ada ketidakpuasan ingin melayangkan somasi atau tuntutan, silahkan, karena itu hak mereka,” terangnya.
Upaya pemenuhan standar pelayanan minimal bagi penumpang KRL terang dia terus dilakukan. Mulai dari penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas, sampai aspek keselamatan dan keamanan penumpang. Kembali Eva Chairunnisa.“ Memahami apa yang dibutuhkan oleh teman-teman penyandang disablitas itu, ya kan. Nah kalau untuk dari sisi prasarananya penunjangnya, apakah itu dari misalnya ada disebutkan itu tidak ada lift, ini yang akan dibenahi oleh teman-teman PT. KAI Daops I, dalam rencana revitalisasi stasiun. Jadi gini lho. Kendala sih sebenarnya tidak ada kendala juga, ya. Jadi kita memang, ini kita sedang dalam tahap pemenuhan spm keseluruhan, ya kan,” imbuhnya.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai masih buruknya layanan kereta api tak semata disalahkan kepada PT KAI. Ketua MTI, Danang Parikesit. “ Menurut saya yang paling penting adalah pemerintah dalam hal ini kementerian perhubungan sebagai, atau pemberi konsesi tu harus menyediakan forum bagi asosiasi pengguna kereta untuk menentukan standar layanan. Dan ini kan agak aneh ya, kalau kita lakukan somasi harusnya somasinya itu tidak hanya ke operator tapi harus ke pemerintah mestinya. Karena kan, bukan, artinya somasinya itu harus bersama-sama, karena yang menetapkan standar kan pemerintah, dan yang melaksanakan standar adalah PT. KAI,” jelasnya.
Danang menambahkan,“ Sesuai dengan undang-undang perkeretaapian kita, kan hak pemberian operasi kan ada pada pemerintah. Nah, oleh karena itu pemerintah ada dua tugasnya, satu itu berkomunikasi dengan pengguna atau berkomunikasi dengan masyarakat untuk dua hal, satu standar pelayanan, satu tarif. Kemudian yang tugas pemerintah yang ke dua adalah menyampaikan kepada PT. KAI mengenai standar pelayanan ini, dan juga mengawasi implementasi dari standar pelayanan.”
Saran yang disampaikan Danang itu mungkin sudah kerap diumbar oleh pemerhati atau pengamat transportasi. Tapi faktanya perbaikan layanan kepada penumpang kereta api tak kunjung datang. Seperti pungguk merindukan bulan.
Tarik KRL Naik, Layanan
Sejak awal Oktober tahun lalu, tarif kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek dinaikan. Namun hingga 2 bulan lebih pasca kenaikan tarif, belum ada tanda-tanda perbaikan leyanan kepada penumpang.Gugatanpun siap dilayangkan.

SAGA
Selasa, 22 Jan 2013 14:37 WIB

Kereta, KRL
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai