8 Desember 1965 pejuang HAM, Munir Said Thalib dilahirkan. Tapi belum lagi usianya genap 40 tahun, Munir tewas diracun arsenik. Delapan tahun kasusnya masih belum tuntas. Sang dalang pembunuh masih melenggang bebas. Untuk mengenang dan meneladani keberaniannya menegakan Hak Azasi Manusia sejumlah orang mengagas pembangunan monumen Munir.
Lagu Indonesia Indonesia Raya sayup-sayup terdengar di Pemakaman Umum Kelurahan Sisyair Kota Batu, Malang Jawa Timur. Puluhan orang menyanyikan lagu kebangsaan itu di atas pusara pejuang Hak Asasi Manusia, HAM Munir Said Thalib.
Taburan bunga dan foto Munir di selembar kain hitam diletakan di atas makamnya. Bekas Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) Usmad Hamid mengibarkan bendera merah putih di samping makam. Seniman Butet Kertaradjasa menyampaikan maksud kunjungan mereka.
“Cak Munir kami ke sini bukan untuk merayakan kematianmu. Tapi kami datang untuk memperingati, bahwa sampean digugurkan secara paksa entah oleh siapa. Sementara pemempin kami hari ini belum juga melunaskan janjinya untuk menemukan otak dan dalang itu. Kami datang ke sini sekalian mengahak masyarakat dengan megusing semangatmu untuk mengingat pejuangannmu. Dan untuk terus mengingat ada yang berutang janji atas kematianmu Cak Munir.”
Ziarah ditutup doa dari putra Munir, Soeltan Alif Allende yang mulai beranjak remaja.
Usai berziarah, iringan seniman, budayawan dan aktivis pembela HAM berkumpul ke Alun-Alun Kota Batu. Mereka menggelar acara “Menafsir Munir, Melawan Lupa”. Sebuah panggung berdiri di samping halaman pusat kota. Seribuan gambar dan lukisan Munir dipajang di sekitar lokasi. Gambar dan lukisan itu karya pelajar dan seniman dari berbagai kota. Acara diisi pembacaan puisi, pentas musik dan teater.
Kembali seniman Butet Kertaradjasa,”Menafsir Munir dan melawan lupa, awalnya gagasan spontan memperingati ulang tahun cak Munir. Yang sementara itu, kasus cak Munir konon dijanjikan akan diselesaikan oleh pemimpin Negeri ini, tapi sampai hari ini tak selesai. Untuk dirawat ingatkan, untuk ditagih janji pemimpin Negeri ini. Maka acara ini diwujudkan dengan kekuatan seni budaya merupakan gabungan seniman dan budayawan Batu dan Yogyakarta.
Mereka berkumpul, memperingati perjuangan Munir sekaligus menuntut janji Presiden menyelesaikan kasus ini. Munir dibunuh dengan racun arsenic 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda yang membawanya dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda. Di negeri kincir angin itu rencananya Munir akan melanjutkan studi S2 bidang hukum humaniter di Universitas Utrecht.
Pollycarpus Budihari Priyanto adalah salah satu pelaku yang terlibat dalam kasus ini. Bekas pilot Garuda itu telah dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Ia terbukti terlibat dalam persekongkolan jahat melenyapkan nyawa Munir. Sebagian kalangan percaya ia Agen Badan Intelijen Negara (BIN).
Tafsir Munir
Di hajatan ini, para seniman dan budayawan bebas mengekspresikan dan menafsirkan sosok Munir. Aktivis HAM Usman Hamid. “Hari ini kita bisa menyaksikan kebaikan Munir dengan hadirnya para pembesar seni perupa. Orang seperti Joko Pekik, Nasirun perupa, Mas Jaduk, mas Butet, mas Puguh pelukis besar Batu mau berpeluh berkeringat untuk menghadirkan perayaan ulang tahu yang istimewa. Mudah-mudahan ini menjadi kado, membuat cak tersenyum di sana.”
Glen Fredly secara khusus menciptakan lagu untuk Munir, “Cahaya” judulnya. “Saya kenal Munir bukan sekedar mengenal. Saya merasa bahwa dia mengilhami banyak orang dari yang dia perbuat. Tak banyak omong, kata-katanya adalah perbuatannya. Menjadi sebuah inspirasi yang tak akan terlupa. Munir menurut saya adalah cahaya, cahayanya tak pernah redup,” kata Glen.
Istri Munir, Suciwati terharu dengan aksi yang dilakukan kalangan seniman dan budayawan, memperingati ulang tahun Munir. Ia berharap perjuangan yang dilakukan suami tercintanya menjadi inspirasi anak muda di negeri ini.“Almarhum kan ulang tahun 8 Desember, tak masalah. Ini dedikasi untuk Munir dan ini kita dorong untuk melawan lupa. Dia orang luar biasa, yang membanggakan. Saya pikir tak ada lelaki yang sehebat dia, buat saya,” jelas Suciwati.
Selama dua hari, para seniman dan budayawan menafsir Munir sesuai intepretasinya. Di akhir acara, perupa Joko Pekik dan Nasirun mempersembahkan masing-masing satu buah lukisan di atas kain kanvas. Keduanya kompak menggambar wajah munir berlatar belakang banteng Jawa. Nasirun, mengaku tak pernah lelah mengingat perjuangan Munir.
“Kita ada untuk Munir, semoga perjuangan Munir tak hanya ditakfsir hari ini. Kita tidak pernah lelah menafsir Munir, dan tidak pernah jangan sampai lupa untuk tetap mengenang Munir. Malam hari ini di Kota Batu, telah lahir satu orang Munir dan menunggu Munir-Munir lainnya,” kata Nasirun.Tengah malam, para seniman pamit. Mereka akan terus mengingat dan menagih janji pemerintah mengungkap aktor pembunuh Munir.
Selain menggagas perhelatan seni budaya, karib dan orang yang mengagumi Munir berencana membangun sebuah monumen di tempat kelahirannya, Batu, Malang. Sebuah upaya untuk mengenang dan meneladani sosoknya memperjuangkan Hak Azasi Manusia.
Bangsa Pelupa
Budayawan Goenawan Muhammad menggambarkan betapa bangsa ini cepat pelupa terhadap kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Satu yang terlupakan adalah kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. “Ditanya waktu itu soal Policarpus. Dan jawabannya adalah policarpus orang yang diracun. Bayangkan Policarpus orang yang diracun…dan itu diucapkan oleh seorang pemudi umur 27 tahun. Berarti ada lupa yang menakutkan karena antara korban dan pelaku kejahatan jadi kabur,” cerita Gunawan.
7 September silam, bertepatan dengan 8 tahun kasus pembunuhan Munir, GM menggagas petisi pembangunan Monumen Munir lewat dunia maya. Dukungan masyarakat atas rencana itu bisa disampaikan melalui laman www.change.org. Monumen itu rencananya dibangun di kota kelahiran Munir, Batu, Malang, Jawa Timur.
Goenawan berharap monumen itu bisa menjadi pengingat agar kejahatan kemanusiaan seperti yang dialami aktivis HAM itu tak kembali terulang.
Seniman Butet Kartarajasa berharap, lewat monumen itu ketokohan Munir sebagai pejuang HAM bisa dikenal dan diteladani. Tidak dilupakan begitu saja.
Rencana itu mendapat sokongan Pemerintah Kota Batu. Sejumlah seniman akan dilibatkan dalam pembuatan desain monumen. Selain monumen, pemerintah setempat juga akan memberi jalan dengan nama Munir.
Walikota Batu, Eddy Rumpoko menuturkan,”Ada study yang tak terlalu, dalam waktu dekat yang sudah menentukan jalan yang menunjukkan history tentang munir, sekolah di mana. Pokoknya beraktivitas saat anak-anak atau remaja. Nilai perjuanganselalu ada. Mungkin ini bisa menginspirasi kepada semua.”
Bekas Koordinator KONTRAS, Usman Hamid berharap, jalan dan monumen itu menjadi pengingat kiprah Munir semasa hidupnya. Pejuang HAM sang pembela keadilan.“Sehingga dalam museum atau Monumen itu ada unsur edukasi yang tinggi bagi masyarakat., bagi siapapun yang ingin mengambil inspirasi bagi Munir. Tapi mengambil insporasi sosok mUnir semas sekolah, dari keluarga mulai kecil sampai besar sampai aktif di HMI. Ia mengakui memiliki pemikiran yang radikal dalam melihat persoalan kemanusiaan.”
Bagi Usman, Munir adalah aktivis yang tak kenal lelah berjuang .”Kalau dalam bekerja Minir adalah orang yang sangat aktif, tak pernah bverhenti untuk bergerak berkegiatan, tak pernah bosan. Terlihat lelah tai tak menunjukkan kelelahan itu, tak pernah takut. Dan ia tak pernah berhenti memikirkan orang lain. Analisasinya tajam, jauh di atas rata-rata orang cerdesa yang disebut intelektual. Munir tak vanggih menjelaskan banyak hal, tapi penhelasannya disampaikan secara lugas dalam kelugan seorang Munir membuat semua orang paham.”
Karib Munir lainnya Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti. Ia akrab dengan aktivis bertubuh mungil itu sejak 1990-an saat aktif di Lembaga Bantuan Hukum, LBH Surabaya Jawa Timur. Munir dikenal dekat dengan kaum buruh. Salah satu aktivis yang ikut membela kasus Marsinah.
"Munir menyediakan diri 24 jam untuk mendengarkan buruh. bahkan tak tidur , tidur hanya 1 sampai 2 jam, kesehatannya tak dihiraukan. Hubungannya tak sekedar klien dan pengusaha tapi Munir menjadi kawan, empati dengan kawan-kawan buruh. Buruh takpunya duit, gaji belum dibayar Munir tak segan mengeluarkan uang untuk membantu dan tak minta balik," kata Pungky.
Lain lagi pandangan penyanyi Melani Soebono. Baginya sosok Munir selalu hadir di hati dan menginspirasi anak muda.”Kalian punya satu orang pahlawan yang lahir dari tempat ini. Yang bagi guwe beliau masih ada tak pernah poergi, meninggal. Sangat memalukan kalau lu di sini hanya mengenal nama tapi rak melaukan apapun yang diperjuangkan,” tegas Melani.
Bagi Istri Munir, Suciwati, jika Monumen Munir telah dibangun itu menjadi penanda: kasus ini jauh dari kata selesai. “Ya itu salah satunya yang kenapa kita lakukan terus menerus. Aku tidak pernah berhenti di ruang ini untuk mengingatkan melawan lupa sampai melakukan kamisan tiap jam 4 sampai 5 sore itu untuk melawan lupa,” jelasnya.
Kamisan yang disebutnya itu adalah aksi diam di depan Istana Negara yang rutin dilakukan saban hari kamis petang. Aksi itu menuntut pemerintah segera menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM. Suciwati menambahkan Monumen Munir juga sebagai penanda agar bangsa ini tak mudah lupa dengan berbagai kejahatan kemanusiaan.
Menafsir Munir, Melawan Lupa
8 Desember 1965 pejuang HAM, Munir Said Thalib dilahirkan. Tapi belum lagi usianya genap 40 tahun, Munir tewas diracun arsenik. Delapan tahun kasusnya masih belum tuntas. Sang dalang pembunuh masih melenggang bebas. Untuk mengenang dan meneladani keberan

SAGA
Rabu, 02 Jan 2013 15:22 WIB

munir
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai