KBR, Jakarta - Belum lama ini masyarakat dihebohkan dengan kasus meninggalnya seorang perempuan akibat dianiaya pacarnya. Kasus yang terjadi di Surabaya ini bukan satu-satunya. Angka kasus kekerasan dalam pacaran di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan data pengaduan ke Komnas Perempuan dan lembaga layanan selama 2022 mencatat, ada ribuan laporan terkait kekerasan dalam pacaran ini setiap tahunnya.
Aktivis perempuan, Veni Siregar mengatakan kekerasan dalam pacaran terjadi karena adanya relasi personal yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki. Kondisi seperti ini akan memperbesar risiko terjadi kekerasan, baik psikis maupun fisik. Meski terjadi di ruang personal, kekerasan dalam pacaran, tetap punya konsekuensi dihukum.
Sementara Psikolog Rini Hapsari berpendapat pola kekerasan dalam pacaran cenderung terus berulang dan intensitasnya bisa semakin berat. Sehingga, dia menyarankan untuk mengenali mengenali tanda bahaya atau red flag yang sudah masuk kategori kekerasan sebelum memulai hubungan romantis. Dengan begitu rantai kekerasan bisa putus.
Bagaimana cara mengenali red flag ini? Seperti apa pula konsekuensi hukum jika terjadi kekerasan dalam pacaran? Simak perbincangan lengkap Naomi Lyandra dengan para narasumber: Aktivis Perempuan Veni Siregar dan Psikolog, Rini Hapsari Santosa di Podcast Ruang Publik di kbrprime.id.
Baca juga: Pacaran, Boleh. Bikin Bokek, Jangan
Editor: Vitri Angreni