Bagikan:

Pandemi, Pemerintah Diminta Beri Solusi yang Rugi Akibat Kebijakan Libur Nataru

"Memang tidak bisa kalau hanya sekadar pengetatan tanpa ada solusi bagi beberapa pihak."

NASIONAL | RAGAM

Sabtu, 19 Des 2020 07:55 WIB

Pandemi, Pemerintah Diminta Beri Solusi  yang Rugi Akibat Kebijakan Libur Nataru

Antre tes cepat antigen COVID-19, di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Jumat (18/12). (Antara/Fikri Yusuf)

KBR, Jakarta-   Pemerintah diminta memberi solusi atas meruginya sejumlah pengusaha tempat wisata akibat kebijakan pengetatan libur Natal dan Tahun Baru 2021. Kebijakan yang dimaksud yakni mengharuskan tes Covid-19 bagi calon wisatawan yang ingin ke Bali. Pasalnya, kebijakan itu terkesan dibuat mendadak setelah banyak orang terlanjur melakukan pemesanan tiket.

Pengamat ekonomi dari Indef, Tauhid Ahmad menyarankan pemerintah memberi keringanan biaya tes Covid-19 untuk wisatawan. Keringanan lain bisa diberikan ke pengusaha dalam bentuk pembebasan pajak hotel atau restoran, karena mereka telah kehilangan pelanggan akibat mendadaknya kebijakan ini.

"Memang tidak bisa kalau hanya sekadar pengetatan tanpa ada solusi bagi beberapa pihak. Tentu saja memang kalau yang setuju bahwa kebijakan ini terlalu katakanlah tidak jauh-jauh hari disampaikan. Menurut saya memang harus paling tidak satu bulan sebelum Desember, sehingga umumnya kan pesan tiket dan sebagainya itu sudah satu bulan sebelumnya begitu. Jadi ini kan tinggal minggu depan, baru diumumkan. Pasti orang sudah membatalkan," ujar dia kepada KBR, Jumat (18/12).

Tauhid Ahmad mengatakan bila diumumkan sebulan sebelumnya orang akan berpikir ulang dan menghitung biayanya.

Dia menyarankan diberikan subsidi bagi yang harus mengikuti tes covid.

"Ya saya kira, kalau saya setuju subsidi, tetap perlu. Tetapi bukan hanya untuk orang wisata gitu lho. Kepentingannya bukan hanya untuk wisata saja, tetapi juga untuk yang lain. Kan kita ingin menekan Covid-19 ini bukan saja di tempat wisata, tapi juga katakanlah di lingkungan tempat tinggal, di lingkungan kerja, dan sebagainya, itu kan juga akan berpengaruh. Katakanlah di daerah asal, bukan hanya di daerah wisatanya, misalnya kita mau ke Bali. Bukan orang di pintu gerbang Bali, tapi di daerah asal. Apakah di Jakarta, di Bandung, Surabaya, atau daerah mana pun yang harganya mungkin mahal," kata Tauhid Ahmad.



Sebelumnya, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengungkapkan jumlah transaksi pengembalian (refund) tiket wisatawan yang hendak berkunjung ke Bali mencapai Rp317 miliar hingga Kamis (17/12). Angka itu diprediksi masih akan terus melonjak, mengingat gelombang pengembalian masih terus berlangsung.

Editor: Rony Sitanggang


(Redaksi KBR mengajak untuk bersama melawan virus covid-19. Selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan dengan 3M, yakni; Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Mencuci Tangan dengan Sabun.)

 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending