Jakarta - Hari Pahlawan di Masa Pandemi Covid-19 yang baru diperingati beberapa hari yang lalu, menyadarkan kita tentang keberadaan pahlawan-pahlawan baru yang bertugas dan berjuang menangani Covid-19. Sebutan pahlawan di masa pandemi layak diberikan kepada para tenaga kesehatan, para relawan, TNI dan POLRI, petugas mobil ambulance, dan semua pihak yang rela mengorbankan waktu dan tenaganya.
Tentara Nasional Indonesia yang merupakan garda terdepan dalam pertahanan negara, kini pun turun tangan terlibat dalam penanganan pandemi COVID-19. Keterlibatan TNI bermula dari misi merelokasi mahasiswa Indonesia dari Wuhan ke Kepulauan Natuna. Lalu misi selanjutnya adalah, menangani Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia dari kapal pesiar Diamond Princess dari Jepang yang ditempatkan di Pulau Sebaru, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Kemudian hingga saat ini tim TNI, POLRI, Nakes, dan relawan masih terus bahu-membahu dalam mengelola Rumah Sakit Darurat COVID-19, salah satunya adalah RSDC Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Letkol Marinir Muhammad Arifin, mengemban tanggung jawab besar sebagai Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlit. Ia bercerita bagaimana beratnya menangani pasien di awal pandemi. Penanganan pasien di Natuna dan Sebaru dia jadikan modal psikologis untuk bertugas di RSDC Wisma Atlet. Bagaimana mereka mendukung para pasien agar mentalnya tidak jatuh.
Pada awalnya, menerapkan protokol kesehatan di RSDC Wisma Atlet tidak mudah. Pemahaman untuk menerapkan protokol kesehatan di kalangan para pasien sangat rendah. Belum lagi gangguan secara mental ini membuat banyak pasien stress hingga timbul keinginan untuk bunuh diri dalam benak pasien COVID-19. “Timbulnya tekanan pada diri pasien karena berkali-kali diuji Swab tidak menunjukkan hasil yang baik. Apalagi saat itu kondisinya sedang bulan puasa, pasien ingin pulang untuk lebaran di kampungnya, tapi karena tidak bisa pulang justru menambah beban pikiran”, ungkap Letkol Arifin.
Sebagai Prajurit, Letkol Arifin meyakini bahwa kepercayaan yang diberikan adalah kehormatan. Dorongan dan semangat juga muncul dari tenaga kesehatan dan relawan yang tergerak hatinya untuk mengabdi di RSDC Wisma Atlet.
Pahlawan lainnya yang berjuang di RSDC Wisma Atlet adalah seorang dokter muda, dr. Aulia Giffarinnisa, asal Sulawesi Selatan. Ia dengan suka rela mengajukan diri menjadi dokter di RSDC Wisma Atlet, Kemayoran. Keinginannya untuk mengabdi pun tidak berjalan mulus, karena terlebih dahulu harus meyakinkan kedua orang tuanya. “Dari April sudah ingin bergabung ke Wisma Atlet, tapi orang tua baru memberi izin di bulan Agustus. Pada September akhirnya mulai bergabung ke Wisma Atlet”, kata dr Aulia.
Berbeda dari rumah sakit pada umumnya, seluruh tenaga medis di RSDC wajib menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD) dan hal ini menjadi tantangan yang cukup menyulitkan. “Bekerja selama 8-9 jam menggunakan APD, memang capek dan melelahkan. Persoalannya energi kita terkuras. Satu, karena panas, kedua perlu mengatur nafas, soalnya (pakaian APD) dirangkap-rangkap, terus tertutup semua”, ungkap dr. Aulia.
Belum lagi kondisi fisik dan mental Nakes, harus tetap terjaga karena satu dokter bisa merawat 50-60 pasien, untuk ruang perawatan biasa. Sementara untuk perawatan di ruang ICU dengan kondisi pasien lebih berat, satu dokter menangani 8-9 pasien.
Tidak hanya dokter, perawat juga berada sangat dekat dengan pasien. Lia Gustina, asal Lampung, Sumatera Selatan, mengajukan diri menjadi perawat di RSDC Wisma Atlet. “Jadi saya juga merasa terpanggil saja. Saya ingin tahu bagaimana sebenarnya terjun ke lapangan. Apa benar semenakutkan seperti yang ada dalam berita. Waktu itu keluarga juga melarang, apalagi saya punya anak kecil 2. Awalnya suami khawatir, tapi karena tekad saya keras, saya terus menyampaikan tekad ingin berangkat, dan akhirnya keluarga mengizinkan”, cerita Lia Gustina yang sudah enam bulan di Wisma Atlet.
Meski penuh risiko, para Nakes dan relawan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kesembuhan para pasien. “Kalau misalnya sudah 2 bulan, dan hasil tes swab dinyatakan negatif, lalu pasiennya berterima kasih, kita rasanya (senang) bagaimana gitu”, tutup dr. Aulia.
Dr. Aulia mengatakan, “Perlu sinergi yang kuat bersama masyarakat agar tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M secara satu kesatuan. Hal ini merupakan langkah bersama yang dapat dilakukan untuk menekan dan mencegah penularan dan membantu memperlambat laju pandemi COVID-19 di Indonesia agar tidak menjadi lebih tinggi lagi, sambil menunggu vaksin siap disediakan”.
(Redaksi KBR mengajak untuk bersama melawan virus Covid-19. Selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan dengan 3M, yakni; Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Mencuci Tangan dengan Sabun).