KBR, Jakarta - Impian untuk tetap awet muda telah lama menjadi harapan umat manusia. Tidak heran jika dunia dipenuhi berbagai perawatan anti-penuaan, mulai dari produk kosmetik, prosedur medis, hingga pola makan dan gaya hidup yang diklaim mampu memperlambat tanda-tanda penuaan. Namun, apakah semua metode ini benar-benar efektif dalam membantu manusia hidup lebih sehat dan lebih lama?
Banyak produk dan suplemen anti-penuaan yang beredar di pasaran tidak memiliki dukungan dari studi klinis yang diatur secara ketat. Namun, para geroscientist yaitu ilmuwan yang mempelajari penuaan di tingkat molekuler, genetik, dan seluler telah menemukan beberapa kandidat potensial dalam mengatasi efek penuaan dan meningkatkan kesehatan di usia lanjut.
Proses penemuan obat dan pengembangan terapi untuk penuaan mirip dengan metode penciptaan obat untuk penyakit lainnya. Para ilmuwan menguji bahan kimia yang dapat mempengaruhi penuaan atau mencari manfaat baru dari obat yang sudah ada. Beberapa kandidat yang menjanjikan dalam memperpanjang usia antara lain:
- Rapamycin, obat imunosupresan yang dapat memperpanjang umur dengan mengaktifkan autophagy (proses pembersihan sel-sel yang rusak).
- Metformin, obat diabetes yang telah terbukti menargetkan berbagai jalur penuaan dan mengurangi kerusakan DNA.
- Senolytics, obat yang mampu menghilangkan sel-sel tua (senescent) yang tidak lagi membelah tetapi tetap bertahan dan berkontribusi pada berbagai penyakit terkait usia.
Beberapa penelitian klinis sedang dilakukan untuk menguji efektivitas obat anti-penuaan. Salah satu yang paling dinantikan adalah Targeting Ageing with Metformin (TAME) trial, yang akan melibatkan 3.000 peserta berusia 65–79 tahun di 14 institusi penelitian terkemuka di AS selama enam tahun.
Selain itu, penelitian juga menyoroti peran RNA non-koding dalam penuaan. Salah satu studi menemukan bahwa microRNA miR-302b dapat meningkatkan umur tikus, membantu pertumbuhan kembali rambut, serta menjaga kemampuan fisik dan mental mereka.
Penuaan menyebabkan penurunan fungsi sel dan jaringan, yang meningkatkan risiko penyakit dan kecacatan. Di bidang kosmetik, banyak perawatan yang berfokus pada memperbaiki tampilan kulit, seperti:
- Krim anti-keriput dan serum, yang hanya memberikan efek sementara.
- Liposuction, prosedur bedah kosmetik yang tidak efektif dalam mengurangi lemak viseral yang berbahaya bagi kesehatan metabolik.
Sementara perawatan ini dapat memperbaiki penampilan, tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa mereka dapat membalikkan penuaan biologis.
Populasi lansia terus meningkat secara global. Diperkirakan bahwa pada tahun 2030, satu dari enam orang di dunia akan berusia di atas 60 tahun. Di India, menurut India Ageing Report 2023 oleh UNFPA, jumlah lansia akan melampaui populasi anak-anak usia 0–15 tahun pada tahun 2046.
Meskipun usia harapan hidup meningkat, banyak orang lanjut usia menghabiskan tahun-tahun terakhir mereka dalam kondisi kesehatan yang buruk. Oleh karena itu, pemahaman lebih mendalam tentang penuaan di tingkat molekuler dan genetik sangat diperlukan untuk mengembangkan terapi yang dapat menangani berbagai penyakit terkait usia sekaligus.
Sambil menunggu validasi klinis dari metode baru, pendekatan yang lebih realistis dalam memperpanjang usia sehat mencakup pola makan, olahraga, dan gaya hidup. Beberapa strategi yang terbukti efektif dalam memperpanjang umur dan mengurangi risiko penyakit meliputi:
- Pembatasan kalori, yang telah terbukti memperpanjang umur dan mengurangi risiko kanker pada berbagai spesies.
- Pola makan Mediterania, yang kaya akan lemak sehat, sayuran, dan antioksidan.
- Puasa intermiten dan pola makan terbatas waktu, yang berpotensi menurunkan risiko penyakit metabolik dan memperlambat penuaan.
Dengan terus berkembangnya penelitian tentang penuaan, harapan untuk menjalani hidup yang lebih panjang dan sehat semakin mendekati kenyataan. Namun, hingga pengobatan baru terbukti secara klinis, gaya hidup sehat tetap menjadi kunci utama dalam memperlambat proses penuaan.
Sumber: 360info.org
Penulis: Geetanjali Chawla
Baca juga: Cek Kesehatan Rutin Tambah Usia Harapan Hidup? Ini Penjelasan Menkes