KBR, Jakarta - Saat ini semakin banyak transaksi keuangan yang dilakukan dengan kartu. Tinggal gesek, tak perlu bawa uang tunai, beres. Belanja di mini market, pakai kartu debet. Naik Commuter Line dan bus TransJakarta, pakai uang elektronik. Kalau kartu yang digunakan memang peruntukannya tepat, ya boleh saja.
Tapi, jika Anda melakukan gesek tunai dengan menggunakan kartu kredit saat sedang belanja di mini market atau berada di merchant tertentu, itu menyalahi aturan. Biasanya, nasabah melakukannya karena butuh uang. Ingin belanja tapi dana terbatas, jadi ambil jalan pintas dengan gesek tunai.
Menurut Asisten Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, Mutiara Sibarani, penggunaan kartu kredit untuk pembayaran. Jika ingin tarik tunai atau gesek tunai, dianjurkan menggunakan kartu ATM.
"Penggunaan kartu kredit untuk tarik tunai ini adalah tindakan penyalahgunaan karena melanggar aturan. Kartu kredit adalah alat pembayaran dengan menggunaan dana pihak lain, dalam hal ini adalah bank atau acquirer sebagai pihak penerbit," ujarnya saat berbincang bersama KBR pada program KBR Pagi, Rabu (19/08/2015).
Ia menjelaskan, acquirer adalah pihak-pihak yang menghitung hak dan kewajiban, yang bermain dalam kartu kredit. Biasanya ada kerjasama dengan merchant (pedagang) terkait produk-produk yang dijual, atau memiliki edisi (penjualan) yang bekerjasama dengan bank.
Menurut Mutiara, jika gesek tunai kartu kredit ini dibiarkan, tentu akan merugikan nasabah itu sendiri.
"Ini sangat berbahaya, karena tagihannya akan melebihi kemampuan membayar dan nasabah akan terjebak karena tingkat konsumtif jadi meningkat. Ia akan bergantung pada merchant, apalagi dengan pengambilan dana tunai perhitungan bunganya jadi tinggi dan ujung-ujungnya akan terbelit utang, " paparnya.
Selain itu, gesek tunai kartu kredit akan berujung likuiditas yang ujungnya memperburuk industri perbankan. Ketentuan ini, menurut Mutiara, sudah diatur sejak tahun 2009. Bank Indonesia melihat penggunaan kartu kartu ini harus diawasi peruntukannya demi melindungi konsumen.
Sementara itu, menurut Muhammad Bugi dari Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, dari beberapa pengawasan yang dilakukan di bidang retail, yayasan dan pom bensin ditemukan penggunaan gesek tunai. Ini bisa bisa dilihat dari perbedaan atau jumlah transaksi yang tidak wajar.
Untuk itu, Bank Indonesia melakukan tindakan pemeriksaan langsung ke merchant dan acquirer. Biasanya, kata M.Bugi, merchant yang melakukan bisnis gesek tunai, ini adalah untuk daya tarik konsumen dan bisa saja digunakan untuk money laundry.
Apa sanksi untuk merchant yang membandel?
"Jika masih dilakukan, maka merchant akan dikenakan denda, penghentian sementara sebagian atau keseluruhan hingga pencabutan izin yang dilakukan Bank Indonesia selaku pengawas. Atau bisa pula dilakukan penarikan edisi (barang yang dijual) diseluruh merchant tersebut," jelas M. Bugi.
Bagimana sanksi untuk nasabah atau pemakai kartu kredit yang suka gesek tunai?
Nah, M. Bugi menjelaskan, seiring perjalananan waktu, si pemegang kartu yang melakukan gesek tunai di merchant, akan diberi peringatan pihak bank. Misal dilakukan limit yang tak bisa ditambah atau ditutup kartunya, agar ada efek jera. Tapi, menurut Bugi, ini bergantung kondisi pola histori nasabah tersebut, karena ada nasabah yang memang jadi pelanggan atau hanya ikut-ikutan saja.
"Memakai kartu lain untuk menutup utang/dana dengan kartu lain, sama saja dengan gali lubang tutup lubang dan akan menjadi bom waktu, serta mengganggu bank sebagai penyedia dana," tegasnya.
Nah, karena banyaknya yang melakukan tindakan gesek tunai, BI memfasilitasi Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) untuk bersinergi dalam mendorong pemberantasan transaksi gesek tunai. Hal itu sudah diwujudkan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Penutupan Pedagang Penarikan/Gesek Tunai pada 12 Juni 2015 di Bank Indonesia yang dilakukan oleh 23 bank penerbit kartu kredit dan 13 acquirer.
Editor: Quinawaty Pasaribu