Adakah lansia terlantar dan miskin yang ditemui disekitar tempat tinggal Anda? Kalau Anda punya empati terhadap mereka, jangan sungkan untuk melaporkannya ke dinas sosial setempat. Karena saat ini pemerintah melalui Kemensos menjamin kesejahteraan lansia miskin dan terlantar.
Menurut Direktur Pelayanan sosial Lanjut Usia, Kementerian Sosial, Tutie Haryati, saat ini Kementerian Sosial tengah mengembangkan program layanan asistensi sosial untuk lanjut usia terlantar. Para lansia akan mendapatkan jaminan Rp.200.000 per orang per bulan untuk sekitar 30 ribu lansia terlantar dan miskin.
“Pada 2016 nanti, Kemensos mengembangkan kebijakan yang akan menjangkau lebih banyak lagi, sekitar 125 ribu calon penerima bantuan tersebut di 34 provinsi.Untuk mekanismenya, maka pemerintah daerahlah yang tau kondisi lansia di daerahnya seperti apa. Jadi, kewenangan daerah yang mengusulkan kepada pemerintah pusat mengenai data, nama, alamat lansia yang dalam keadaan terlantar,” ujar Tutie Haryati, pada program KBR Pagi, Senin (8/12/2015).
Saat ini tingkat pertumbuhan lansia begitu pesat. Menurut Tutie, faktor kehidupan sosial yang membaik, mendapatkan hidup sehat dan pola makan yang sehat, juga ada rasa kebahagiaan dan kedamaian bersama dalam keluarga, menjadi hal dominan yang menyebabkan lansia berumur panjang.
“Total jumlah lansia saat ini 8, 5 % dari jumlah penduduk Indonesia. Tapi, kalau di lapangan terlihat sudah mendekati angka10 %. Angka 10 % ini terbagi untuk lanjut usia yang potensial dan Ianjut usia tidak potensial,” ujarnya.
Ia menjelaskan, lanjut usia potensial adalah yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan Jasa. Sedangkan lanjut usia tidak potensial adalah yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Lansia yang masih potensial sekitar 15 persen dari 2, 5 juta lansia yang perlu diberi perhatian penuh dari pemerintah dan masyarakat. Sementara lansia yang berada dalam kemiskinan dan terlantar tidak ada yang mengurus, perlu perlindungan dan jaminan dan Kementrian Sosial. Namun, tanggung jawab ini juga harus ditopang oleh dinas sosial setempat, masyarakat, organisasi sosial, dunia usaha dan keluarga tentunya,
“2020 sudah mulai piramida terbalik. Kalau dulu booming anak, nanti akan booming lansia. Akan tumbuh sekitar 12-13 persen dalam kurun waktu 2020-2025,”ujarnya.
Direktur Pelayanan sosial Lanjut Usia, Kementerian Sosial, Tutie Haryati, saat berbincang bersama KBR pada Program KBR Pagi, Senin (7/12/2015).
Luruhnya Penghomatan Kepada Lansia
“Saat ini kita mulai melihat luruhnya penghormatan generasi muda kepada lansia. Contohnya, saat melihat lansia ingin menyebrang jalan, malah diklakson. Harusnya si pengendara turun dari kendaraannya dan membantu menyebrangkan. Begitupun pada layanan aksebilitas di bandara. Misalnya, tertulis “Tempat duduk untuk lansia”. Tapi, kenyataannya lansia duduk di lantai dan para generasi muda dengan tasnya malah duduk di kursi yang harusnya menjadi tempat lansia.“
“Belum lagi saat antrian di swalayan atau pusat perbelanjaan, orang yang berusia muda tidak mendahulukan lansia. Padahal, kalau kita tidak memikirkan sekarang, masa depan kita terabaikan. Tak perlu ada tulisan "Dahulukan Lansia" jika antri di swalayan, tapi diperlukan kesadaran. Kita menuntut generasi muda sekarang untuk memberikan penghormatan kepada lansia. Karena kita pun akan menjadi lansia”
Begitu penilaian Tutie Haryati, soal luruhnya penghormatan generasi muda kepada lansia.
Tak cuma itu, menurutnya, ruang terbuka umum seperti trotoar pun tidak responsif terhadap lansia. Ketinggian trotoar melebihi 15 cm, yang menghambat lansia untuk melangkah atau beraktifitas. Moda Trans Jakarta dan pesawat udara pun belum aksesibel untuk lansia.
Sayangnya, saat ini belum ada kota yang ramah lansia yang bisa menjadi contoh untuk bagaimana kita memberikan akses dan layanan yang baik kepada kaum yang berusia di atas 60 tahun itu.
Namun, menurut Tutie, saat ini kita sedang menuju kota ramah lansia. Ini bisa dilihat dengan munculnya banyak taman-taman sebagai tempot duduk para lansai sembari menikmati kebersamaan bersama cucu dan keluarga. Nantinya pusat perbelanjaan atau swalayan akan diberikan persyaratan untuk membuat jalur khusus untuk lansia. Imbauan untuk mendahulukan kepentingan lansia ini pun sudah digalakkan sejak 2006 lalu.
Ia menjelaskan, untuk menggapai itu perlu persiapan, semisal Perda tentang lansia, dan juga ada komitmen dari pemerintah daerahnya sendiri. Selain itu, adanya pelaku usaha atau masyarakat dan lembaga kesehatan sosial yang memberikan layanan kepada lansia.
Jika saat ini masih banyak terlihat lansia yang mengemis atau mencari uang dengan cara memakai pakaian layaknya badut, menurut Tutie, itu adalah tugas Dinsos atau pemerintah provinsi dan kabupaten kota setempat. Baginya, tugas Kemensos bukanlah sapu jagad, tapi penentu kebijakan.
Tutie menjelaskan, antisipasi hal tersebut adalah pelayanan responsif terhadap lansia yang harus diperhatikan pemerintah. Semisal memperhatikan aksebilitas lansia pada infarastruktur di tempat umum. Contoh, pembuatan trotoar yang tidak terlalu tinggi, agar responsif terhadap lansia. Adanya jalur khusus untuk lansia pada pusat perbelanjaan dan mendahulukan lansia jika sedang mengantri.
Begitupun dengan moda transportasi di bandara maupun angkutan umum, yang dinilainya saat ini belum ramah terhadap lansia. Misalnya, saat naik transportasi umum, baru salah satu kaki lansia yang naik ke mobil, tapi mobilnya sudah jalan.
Dari banyaknya hal-hal yang masih belum menghormati lansia, peran keluarga, kata Tutie, juga penting untuk menyadari kalau lansia tak harus tinggal di panti, mereka lebih senang kalau tinggal dalam keluarga. Karena, kita bisa seperti ini karena jerih payah dari orang tua.