KBR, Bogor - Sedikitnya 19 wanita asal Maroko yang menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) di Puncak, Bogor, Jawa Barat ditangkap petugas Kantor Imigrasi Bogor, Rabu (03/12) malam. Petugas menjaring PSK impor itu di sejumlah vila yang dijadikan tempat penampungan.
Kepala Imigrasi Bogor, Herman Lukman mengatakan, penangkapan sendiri berawal dari informasi masyarakat yang resah dengan keberadaan PSK asal Timur Tengah itu. Setelah mendapatkan laporan petugasnya langsung melakukan penyelidikan dan pengawasan, lalu menangkap 2 WNA asal Maroko.
"Kita mencoba berpura-pura jadi konsumen. Dan saat transaksi baru kita tangkap," katanya saat dimintai keterangan oleh wartawan.
Berawal dari penangkapan tersebut, petugas kembali melakukan pengintaian dan mendapatkan informasi bahwa PSK WNA tersebut berkumpul dan tinggal di sejumlah vila.
"Ada empat vila yang kita grebek dan mendapatkan belasan orang wanita yang diduga merupakan PSK WNA. Lalu sebagiannya lagi ditangkap saat akan diantarkan oleh tukang ojek untuk melayani pria hidung belang asal Timur tengah," jelas Herman.
Herman mengatakan, berdasarkan keterangan sementara tarif para PSK WNA di kawasan Puncak tersebut berkisar antara Rp 4 juta hingga 5 juta.
"Biasanya mereka (PSK) ini yang memilih pria hidung belangnya dan tidak sembarangan melayani pria-pria tersebut, bahkan hanya melayani pria asal Timur Tengah atau WNA lain serta tidak akan mau melayani pria asal Indonesia atau lokal," tambah Herman.
Herman menjelaskan, transaksi yang mereka lakukan, di sebuah cafe khusus tempat berkumpul warga Timur tengah, dan diantar oleh penduduk lokal menggunakan ojek atau mobil.
"Jika dalam pertemuan di cafe tersebut cocok maka PSK tersebut akan dibawa oleh pria hidung belangnya ke vila yang sudah ditentukan," ujarnya.
Dalam penggerebekan dan razia tersebut, banyak perempuan PSK asal WNA tersebut yang berhasil kabur pada saat akan ditangkap petugas Imigrasi,
"Masih banyak yang berhasil kabur, namun kami akan terus melakukan razia, dan membersihkan kawasan dari hal-hal tersebut," kata dia.
Editor: Antonius Eko