Warga korban semburan lumpur Lapindo tetap akan menghalangi kerja Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) sampai ada kejelasan mengenai ganti rugi untuk warga yang terdampak.
Wakil Ketua Paguyuban Warga Renokenongo, Pitanto mengatakan, sudah delapan tahun warga menanti kejelasan soal sisa ganti rugi yang mencapai Rp 781 miliar. Kata Pitanto, harusnya ada saling pengertian antara pemerintah dan warga.
“Dulu 20 persen sisanya katanya dibeli pemerintah, sistemnya kayak apa? Warga belum ada kejelasan. Sumber keuangan dari mana? Aturannya harus jelas. Jadi warga tak menunggu terus,” tegasnya.
Dia mendesak Presiden Joko Widodo segera menuntaskan masalah ini. Jangan sampai janji presiden hanya sebagai pencitraan saja. Kata Pitanto, smpai sekarang belum ada perwakilan dari pemerintah yang menemui warga.
“Harus ada dasar hukum yang jelas, keluar Perpres, ganti rugi bulan apa? Yang jelas. Pemerintah harusnya panggil warga diberi penjelasan, bulan sekian ganti rugi dilunasi,” tambah Pitanto.
Luberan lumpur dari Tanggul Titik 73 Kolam Penampungan Lumpur Lapindo, Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, mengalir deras ke pemukiman warga, Senin (1/12). Lumpur meluber hingga rumah-rumah warga Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin.
Warga sangat menyayangkan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) tidak melakukan tindakan menutup tanggul jebol. Warga khawatir lumpur kian deras mengarah ke permukiman bila tanggul jebol tak segera ditutup.
Sementara itu, BPLS membantah tak melakukan apa-apa. Mereka mengaku tidak bisa berbuat banyak karena warga menghalangi aktivitas di kolam penampungan. Penghadangan dilakukan warga untuk menuntut ganti rugi yang hingga kini belum diterima.