KBR68H, Jakarta - Kepolisian Indonesia mengaku belum tahu surat ancaman pembongkaran Gereja Pantekosta yang ditandatangani anggota Kepolisian Sektor Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat.
Juru bicara Kepolisian Indonesia, Boy Rafli Amar mengatakan, belum bisa membicarakan sanksi yang bakal diberikan kepada anggotanya yang turut menandatangani kesepakatan tersebut. Kata dia, Kepolisian Indonesia bakal mencari tahu masalah yang terjadi sebelum membuat keputusan.
“Perlu dicari tahu dulu, ya. Itu masalahnya kenapa. Kita lihat dulu konteksnya seperti apa. Soalnya, belum tahu kenapa gerangan masyarakat di sana. Jadi, yang penting diupayakan untuk tidak boleh ada kekerasan-kekerasan. Harus ada musyawarah yang baik antarwarga. Harus ada semangat bertoleransi di antara sesama masyarakat di sana. Mudah-mudahan aparat yang ada di sana bisa menggerakkan suatu kondisi yang seperti itu, ya, yang saling hormat-menghormati di antara warga di sana,” jelas Boy Rafli kepada KBR68H, Selasa (31/12).
Sebelumnya, tersebar foto surat ancaman pembongkaran gereja Pantekosta di Desa Mekargalih, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat melalui media sosial. Surat ancaman yang dibuat pertengahan Desember lalu ditandatangani Muspika Jatinangor, antara lain Kanit Binmas Polsek Jatinangor, Camat Jatinangor, Kepala Desa Mekargalih, salah satu anggota DPRD Sumedang, dan beberapa organisasi masyarakat.
Surat yang berisi tujuh poin kesepakatan menegaskan pembongkaran gereja secara paksa. Mereka memberi ultimatum 2 pekan kepada pengelola gereja untuk membongkar bangunan tersebut. Sesuai surat kesepakatan, hari ini adalah batas akhir waktu pembongkaran gereja.
Editor: Antonius Eko