Bagikan:

Mahasiswa di Cirebon Tolak Konferensi WTO di Bali

Konferensi ke-9 Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang akan dilaksanakan di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, 3-6 Desember 2013 mendatang mendapat penolakan keras dari mahasiswa Cirebon. Rencananya konferensi ini akan diikuti leb

NUSANTARA

Senin, 02 Des 2013 14:11 WIB

Author

Suara Gratia

Mahasiswa di Cirebon Tolak Konferensi WTO di Bali

Mahasiswa, Cirebon, Konferensi WTO, Bali

KBR68H, Cirebon – Konferensi ke-9 Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang akan dilaksanakan di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, 3-6 Desember 2013 mendatang mendapat penolakan keras dari mahasiswa Cirebon. Rencananya konferensi ini akan diikuti lebih dari 10 ribu peserta dari delegasi berbagai negara di dunia,

Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMNI) Cirebon, turun ke jalan, dari Jalan Perjuangan menuju perempatan Pemuda Jalan Brigjend. Dharsono (By Pass). Di situ, mereka membakar ban bekas dan memblokir jalan yang menjadi jalur utama Pantai Utara (Pantura) Jakarta – Jawa Tengah – Jawa Timur. Aksi unjuk rasa ini, memaksa kepolisian mengalihkan arus lalu lintas ke Jalan Pemuda.

Dalam aksinya mereka menuntut kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan untuk tidak menandatangai perjanjian apapun dalam forum WTO ke-9 tersebut, dan meminta pertanggungjawabannya kepada publik tentang kesepakatan-kesepakatan yang pernah dibuat dalam WTO sebelumnya.

Koordinator Lapangan GMNI Yaya Nurdiyansah menyatakan, Indonesia adalah negara dengan wilayah yang luas dan sumber daya alam yang melimpah, semestinya Indonesia menjadi bangsa yang hebat dan mampu menyejahterakan rakyatnya.

“Pemerintah menguasai sepenuhnya kekayaan yang sebesar-besarnya dapat digunakan untuk kemakmuran rakyat,” kata Yaya. Namun, realitasnya saat ini Indonesia semakin lemah dalam hal politik, budaya, dan ekonomi. Semakin parah lagi, sejak Indonesia meratifikasi perjanjian multilateral WTO pada tahun 1994 lalu dan bergabung secara resmi tahun 1995.

Menurutnya, hal ini berdampak pada terpuruknya sektor perdagangan barang dan jasa dalam negeri, karena Indonesia wajib melegislasi kaidah hukum yang termuat dalam perjanjian-perjanjian WTO, yang jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan hidup bangsa Indonesia.

Yaya melanjutkan, perjanjian-perjanjian yang diadakan memaksa Indonesia untuk melegalkan sistem perdagangan bebas. Sistem ini, menghilangkan sepenuhnya peran negara dalam kepemilikan kekayaan alam dalam negeri yang sudah sepatutnya digunakan untuk menyejahterakan rakyat, sehingga sumber daya alam bangsa ini akan dikeruk habis-habisan oleh negara maju yag berimplikasi buruk secara sistemik di semua sektor.

Lebih lanjut Yaya menambahkan, setiap perjanjian-perjanjian dalam WTO hanya akan menciptakan ketergantungan bagi negara berkembang terhadap negara maju. “Sungguh tidak masuk akal, negara yang kaya raya ini harus bergantung pada negara maju yang miskin sumber daya alam. Ir. Soekarno menyatakan bahwa, kita ini bangsa besar bukan bangsa tempe yang takut melawan imperialisme dan kolonialisme,” ujarnya.(Frans C. Mokalu)

Sumber: Suara Gratia
Editor: Anto Sidharta

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending