KBR68H, Yogyakarta - Peran serta tanggung jawab yang berbeda antara pria dan perempuan yang dibebankan oleh penciptanya sama sekali tidak menyiratkan adanya supremasi pria terhadap perempuan. Keduanya diciptakan untuk saling mengisi dan melengkapi dalam kehidupan ini.
“Maka dari itulah Allah menciptakan manusia beserta dengan pasangannya untuk saling mengisi dan melengkapi,” papar bekas Staf pengajar Daar El-Hadits Institute, Republic of Yemen, Al Ustadzah Azizah Ummu Yasir pada Seminar “Kesetaraan Gender dari Berbagai Perspektif: Antara Fitrah dan Tuntutan” akhir pekan lalu, di GKU Prof. Sardjito, Kampus Terpadu UII.
Ummu Yasir menyampaikan bahwa dalam Islam tidak dikenal bias gender yang merendahkan martabat perempuan. Maka dari itu, jika mau mengkaji Islam lebih dalam tentu akan ditemukan bukti-bukti yang menegaskan Islam sangat memuliakan serta mengangkat derajat perempuan.
“Dilihat dari aspek spiritual, perempuan diperbolehkan meninggalkan sholat dan puasa ketika datang masa haid. Pada aspek sosial, dalam pernikahan wanita diberi hak penuh untuk menentukan maharnya, dan dari aspek ekonomi, Islam menetapkan dan mengakui penuh hak kepemilikan independen bagi seorang wanita atas hartanya” jelasnya.
Sementara itu Dosen Fakultas Hukum UII, Aroma Elmina Martha mengatakan, dalam praktiknya, ketidakseimbangan tanggung jawab ekonomi dan kekuasaan secara sepihak oleh suami dalam rumah tangga seringkali memicu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dr. Aroma mengusulkan perlu adanya azas hukum yang mendorong pada arah pemberdayaan dalam perspektif gender sehingga azas dan tujuan KDRT akan mengarah penghormatan HAM, keadilan, kesetaraan gender, non diskriminasi, dan perlindungan korban.
Aroma menambahkan, di Indonesia memang sudah diatur bentuk-bentuk tindak pidana KDRT dan prosedur perlindungan terhadap korban. Namun pelanggaran terhadap perlindungan korban oleh pelaku tidak diatur dalam Undang-undang tentang Penghapusan KDRT (UU PKDRT). Sehingga tidak mengherankan angka KDRT terus meningkat tajam.
Dosen Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII, Tobagus Moh. Nu’man menyatakan untuk menghindari KDRT tersebut perlu dikedepankan sikap saling pengertian, toleran, menghargai, gotong royong dan tanggungjawab antara suami dan istri. Melalui instrumen itu akan tercipta pengakuan atas hak aktualisasi diri.
“Prinsip-prinsip tersebut dalam perpektif psikologi disebut sebagai asas kemitrasejajaran, sehingga menjadi penting diimplementasikan dalam berumah tangga” terangnya dalam seminar yang diselenggarakan oleh Korps Dakwah Universitas Islam Indoensia (KODISIA) tersebut. (Radio Unisi)
Sumber: http://unisifm.com/news/tak-timbul-supremasi-meski-peran-pria-wanita-berbeda-radio-yogya-jogja
Tidak Ada Supremasi Pria terhadap Perempuan
KBR68H, Yogyakarta - Peran serta tanggung jawab yang berbeda antara pria dan perempuan yang dibebankan oleh penciptanya sama sekali tidak menyiratkan adanya supremasi pria terhadap perempuan. Keduanya diciptakan untuk saling mengisi dan melengkapi dalam k

NUSANTARA
Rabu, 26 Des 2012 13:58 WIB

supremasi pria
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai