KBR, Bandung - Kelompok mahasiswa yang menamakan diri Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menentang penaikan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah senilai Rp 2000 per liter dari harga awal. Alasannya kebijakan pemerintah itu dituding tidak berpihak terhadap rakyat.
Menurut Sekretaris Jenderal GMNI Kota Bandung, Jawa Barat, Danu Kusnandar, tuntutan nilai jual harga BBM yang ideal untuk rakyat Indonesia yaitu Rp 5000 per liter.
"Kita tidak menuntut pemerintah tidak menaikkan harga BBM, tapi menurunkan harga BBM. Terlalu bodoh kalau mahasiswa menuntut BBM tidak boleh naik. Seharusnya BBM turun, bukannya naik,” ujarnya di depan Kantor Gubernur Jawa Barat, Jalan Diponogoro, Bandung, Selasa (18/11).
“Jadi tuntutan kita turun bahkan kalau bisa menyentuh harga Rp 5000 per liter. Kalau hitungannya subsidi, harga yang berkisaran di konsumen Indonesia itu Rp 3500 kurang dari Rp 5000 kalau berbicara subsidi. Harga mati kita adalah Rp 5000.”
Danu Kusnandar mengatakan pemerintah juga dituding tidak transparan dengan alasan penaikan harga jual eceran BBM. Danu beranggapan seluruh kebijakan pemerintah terkait harga BBM penuh dengan keganjilan.
Sementara itu kelompok mahasiswa dari BEM Bandung Raya menuntut agar Jokowi lengser dari jabatannya sebagai presiden akibat menaikkan harga jual eceran BBM.
Menurut Koordinator BEM Bandung Raya Mochamad Faqih, penetapan harga jual eceran BBM oleh pemerintah malah menguntungkan masyarakat kalangan ekonomi menengah dan atas. Sedangkan masyarakat dengan ekonomi rendah tetap terpuruk.
"Siapa pun pemimpin negaranya, jika menaikkan harga BBM maka harus turun," tegasnya.
Pada hari pertama pemberlakuan harga eceran baru BBM dijalankan, dua kelompok mahasiswa melakukan unjuk rasa menentang kebijakan pemerintah tersebut di depan Kantor Gubernur Jawa Barat.
Editor: Antonius Eko