Prasasti yang Dijual di Internet Diduga dari Era Singhasari

KBR68H, Banyuwangi - Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya) Yogyakarta menduga empat lempeng prasasti dari Banyuwangi yang dijual oleh kolektor Bali diduga berasal dari era Singhasari. Era Singhasari merupakan era sebelum Kerajaan Majapahit.

Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya) Jhohannes Marbun mengatakan, dugaan itu muncul setelah setelah arkeolog Ismail Lutfi dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan salah satu isi prasasti tersebut melalui foto.

Kata dia, pihaknya sudah menghubungi kolektor Bali berinisial S tersebut. Namun prasasti itu ternyata telah dijual kepada seorang kolektor yang sering membeli beragam koleksi untuk dijual kembali kepada tokoh penting di Indonesia.

“Terakhir saya komunikasi dengan kolektor itu pada tanggal 4 November barang itu sudah dijual, sudah berpindah tangan. Nah saya tanya ke siapa penjualanya?  Teman saya juga tapi teman saya ini biasanya menerima pesanan dari salah seorang petinggi negara. Artinya kalau dilihat dia sendiri sebenarnya tahu peredaran kemana selanjutnya barang itu kan gitu ya,” kata Jhohannes Marbun kepada KBR68H, Kamis (7/11).

Jhohannes Marbun menambahkan, Madya telah melaporkan kasus ini ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar pemerintah memeriksa pengelola galeri asal Bali itu.

Menurut dia, penggalian-penggalian ilegal terhadap benda bersejarah sering kali terjadi di beberapa wilayah di Jawa Timur. Bali menjadi tujuan penjualan karena selain jarak yang dekat banyak juga jaringan kolektor benda cagar budaya, termasuk jaringan ke luar negeri.

Empat lempeng prasasti kuno dari Banyuwangi, Jawa Timur, diduga dijual oleh salah satu kolektor asal Bali seharga Rp 20 juta. Prasasti itu dijual di salah satu situs Internet.

Editor: Anto Sidharta