KBR68H, Jayapura - Seribuan mahasiswa Papua turun ke jalan, Senin (4/11). Mereka menolak UU otsus plus yang rencananya bakal diberlakukan sebagai pengganti UU Otsus Papua no 21/2001.
Massa melakukan aksinya dengan berjalan kaki sekitar 30- kilometer, dari arah Abepura, yang dikenal sebagai kota pelajar, menuju ke Kantor Gubernur Papua di Dok II, Jayapura. Massa mengklaim dengan diberlakukan UU Otsus Plus tidak akan terjadi perubahan pada masyarakat Papua.
Pelaksana Sekda setempat, Hery Dosinaen menuturkan penolakan mahasiswa hari ini adalah hal yang wajar dan merupakan hak demokrasi mahasiswa. Pihaknya mengklaim perubahan UU Otsus menjadi Otsus Plus untuk lebih penguatan jati diri, harkat martabat orang Papua, membuat makna percepatan untuk pembangunan di tanah Papua dan lebih melihat persoalan sosial dan politik lebih rekonsiliatif.
“Bisa saja itu ada kepentingan-kepentingan elit-elit tertentu. Semua orang bisa beretorika, tapi bagaimana ada keberanian dari pemimpin untuk melihat terutama regulasi. Sebetulnya secara dinamika, sampai saat ini tidak sesuai lagi. Acuan kita dalam penyelenggaraan pemerintahan di Papua. Itu pun ketika kita berkonsultasi ke pemerintah pusat, selalu bertabrakan secara frontal dengan regulasi sektoral lainnya. Karena di dalam UU itu pasal demi pasal semua masih diatur oleh perundang-undang lainnya,” jelasnya.
UU Otsus plus atau Pemerintahan Papua bakal ditekankan pada 30-an poin untuk kesejahteraan dan pembangunan di Papua. UU tersebut salah satunya memberikan kewenangan dan kebijakan penuh kepada Gubernur Papua sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. Salah satunya Gubernur dapat melakukan kerjasama bilateral dengan negara lain dan juga mendapatkan dana funding langsung dari lembaga donor tanpa campur tangan pemerintah pusat.
Hingga saat ini draft UU Otsus plus masih terus dibahas oleh pemda setempat. UU tersebut akan berisi 42 bab dan 149 pasal, serta 50 bidang strategis. Sebelumnya UU Otsus Papua hanya terdiri dari 24 bab dan 79 pasal. RUU ini diklaim oleh pemda setempat lebih mempertegas keberpihakan pada orang asli Papua dalam segala aspek kehidupan.
Editor: Antonius Eko