Bagikan:

Kisah Asnat Bell, Guru Bergaji Rp 100 Ribu

Nama Asnat Bell, tidak banyak orang yang kenal. Dia bukan politisi hebat, juga bukan pejuang. Dia hanya seorang guru honorer pada Sekolah Dasar Gereja Masehi Injili di Timo (GMIT) di Desa Teluk, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TT

NUSANTARA

Jumat, 01 Nov 2013 17:06 WIB

Author

Silver Sega

Kisah Asnat Bell, Guru Bergaji Rp 100 Ribu

Asnat Bell, Guru, NTT, Timor Tengah Selatan

KBR68H, Kupang - Nama Asnat Bell, tidak banyak orang yang kenal. Dia bukan politisi hebat, juga bukan pejuang. Dia hanya seorang guru honorer pada Sekolah Dasar Gereja Masehi Injili di Timo (GMIT) di Desa Teluk, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Sepuluh tahun sudah, Ibu Asnat begitu ia disapa, mengabdi di sekolah itu. Setiap hari, sejak pagi pukul 7.00 Wita, ia sudah berada di sekolah. Dia baru pulang ke rumahnya pukul 14.00 Wita. Dia tidak bisa pulang lebih awal, karena harus mengajar tujuh mata pelajaran, mulai dari matematika, IPA, IPS, PPKN, olahraga, kesenian, menggambar dan lainnya. Padahal Ibu Asnat hanya lulusan SMU.

Berawal dari tahun 2002. Asnat yang baru tamat SMU, oleh Kepala SD GMIT Marthinus Nenohalan, diminta mengajar di SD GMIT asuhan Yayasan Usaha Pendidikan Kristen - Yupenkris- SoE. Sebagai orang muda, ia ingin menyumbangan tenaganya untuk daerahnya, untuk kampungnya, meski dengan upah Rp 7.500 per bulan yang diambil dari uang Komite Sekolah.
 
Tahun  2004, Yupenkris mengangkatnya sebagai guru yayasan, dengan upah Rp 25.000 per bulan. Kondisi ini bertahan hingga 2010. Ibu Asnat agak bernafas legah, karena Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) Kabupaten Timor Tengah Selatan  memberinya insentif 200 ribu per bulan. “Di tahun 2010 saya mendapat insentif dari Dinas PPO TTS sebesar Rp 200 ribu per bulan," katanya.

Tapi, tahun 2012 bantuan dari Dinas PPO itu terhenti. Sementara upah mengajarnya di SD GMIT baru dinaikan Rp 50 ribu per bulan. Syukurlah tahun ini pihak Yupenkris menaikkan upahnya menjadi Rp 100 ribu per bulan.

Pernah, di tahun 2010, dia diusulkan masuk di pendataan kategori dua untuk diangkat jadi guru pegawai negeri. Tetapi usulan itu ditolak karena dia bukan dari sekolah negeri. Ibu Asnat kecewa, karena pihak sekolah dan yayasan  tidak memperjuangkan nasibnya ke Pemerintah Kabupaten TTS. Meski begitu, ia tetap mengajar walau dengan upah yang kecil.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten TTS, Aba L. Anie  mengatakan, guru atas nama Asnat Bell tersebut diangkat oleh Yupenkris sehingga tidak terakomodir masuk dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) secara online.

Terkait upah yang rendah, Aba L Anie  mengatakan, pihaknya akan menyurati Kepala Sekolah, Bernadus Timo, pengawas dan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) untuk mengklarifikasi dan mencari solusi tentang persoalan itu.

Selain itu lanjutnya, pihaknya akan meminta pihak sekolah agar memberikan tunjangan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) kepada guru tersebut dan meminta Yupenkris agar bertangung jawab sebelum pemerintah memberikan insentif kepada yang bersangkutan.

Kini, Ibu Asnat Bell hanya bisa menanti kebijakan para pemegang kebijakan di daerah tempatnya mengajar.

Editor: Anto Sidharta

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending