Jika kita ingin konsisten membuat kota ini lebih lestari, maka penggunaan transportasi alamiah harus didorong, kata Maro. Ia pun menilai membangun infrastruktur sepeda tidak repot. Baginya, yang terpenting ada jalur khusus, dan parkir sepeda.
Bike-line adalah mimpi kita, ucap Ripto Gatut, juru bicara komunitas Bike To Work (B2W) penuh semangat. Untuk itu, Ripto menjelaskan kalau komunitasnya akan terus berjuang agar jalur sepeda terwujud di Jakarta. Dengan begitu pengguna akan lebih aman dan tidak kuatir terganggu kendaraan lain.
Sulitnya pemerintah merealisasikan harapan itu, karena pemerintah melihat sepeda hanyalah kendaraan marjinal. Hal itu membuat kendaraan yang memberikan kebugaran, bebas global warming, kendaraan ramah lingkungan dan sahabat bumi ini, belum diperhitungkan sebagai kendaraan yang baik.
Marco menilai, jalan di Jakarta yang sudah padat bukan alasan penolakan jalur sepeda itu. Pemerintah bukan diminta untuk membuat jalan baru, melainkan mengambil dari jalan yang sudah ada. Tapi menurutnya, agar hal itu bisa dilakukan perlu perjuangan politik.
Panas dan padatnya jalan di ibukota seharusnya tidak mengganjal keinginan warga yang mau memiliki jalur sepeda. Menurutnya, hal ketidaknyamanan yang ada justru disebabkan menumpuknya kendaraan bermotor, yang menyumbang 70 persen polusi.
Untuk karakteristik bagaimana jalur sepeda itu dibangun, Marco mempunyai saran. Katanya, jalur sepeda itu harus lebih licin dari jalan kendaraan. Hal itu disebabkan ban sepeda jauh lebih halus dari ban motor atau mobil. Bila jalannya kasar, membuat ban sepeda menjadi tidak awet. Begitu pula peralihan dari jalan satu ke jalan lain harus enak. Bahkan, menurutnya, persyaratan yang ada untuk pejalan kaki bisa juga berlaku bagi pemakai sepeda, misalnya memberikan atap pelindung sepanjang jalur sepeda.