Aktivis Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI), Azmir Sahara mengatakan, pembelaan tersebut terlihat saat ratusan aparat dari Bataliyon Arteleri Medan 05/105 dan Brimob datang untuk mengeluarkan barang persedian di gudang. Keduanya menggunakan mobil barakuda dan menggunakan senjata laras panjang.
"Mobil barakuda dikerahkan untuk menerobos buruh yang memblokade pabrik. Setelahnya, pasukan yang datang bekerja bagi perusahaan swasta itu untuk menggantikan buruh yang tengah mogok. Aparat itu mengeluarkan produk PT.Tirta Sukses Perkasa yang hendak dipasarkan. TNI dan Brimob mengangkat barang ke mobil dan truk,” kata Azmir pada Minggu, 16 Oktober 2016.
Azmir Sahara menambahkan sekitar 25 mobil truk pengangkut air minum dalam kemasan meninggalkan lokasi dengan kawalan aparat tersebut.
Ia menilai pengerahan tentara dan Brimob Cianjur tersebut melanggar kode etik tentara dan polisi serta mengangkangi hukum sipil. Salah satunya yaitu pelanggaran terhadap Undang-undang Tenaga Kerja 13/2003.
“Pasal 144 Undang-Undang Tenaga Kerja melarang perusahaan menggantikan kerja buruh yang tengah mogok. Anggota Brimob yang bekerja mengeluarkan barang pengusaha juga melanggar pasal 4 Kode Etik Kepolisian yang mewajibkan polisi tidak memihak,” imbuhnya.
Atas hal itu, buruh air minum kemasan Club berencana melaporkan ke polisi militer dan kompolnas pada pekan depan. Pada 14 September 2016, sekitar 80 persen buruh PT Tirta Sukses Perkasa melakukan aksi mogok menuntut produsen air minum dengan merk Club itu agar mengangkat mereka menjadi karyawan tetap. Pengangkatan itu, kata buruh, sudah disepakati perusahaan dan buruh dalam perundingan pada Kamis, 6 Oktober 2016. (smt)
Baca juga: [SAGA] HUT ke-71 RI, Buruh Perempuan Mengejar Kemerdekaan