Bagikan:

Pegiat HIV/AIDS Berharap soal Ini pada Jokowi

Puluhan penggiat penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, langsung mengirim pesan kepada Joko Widodo-Jusuf Kalla yang hari ini (20/11) dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI.

NUSANTARA

Senin, 20 Okt 2014 16:05 WIB

Author

Hermawan

Pegiat HIV/AIDS Berharap soal Ini pada Jokowi

Pegiat HIV/AIDS, Jokowi

KBR, Banyuwangi - Puluhan penggiat penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, langsung mengirim pesan kepada Joko Widodo-Jusuf Kalla yang hari ini (20/11) dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI.

Mereka berjalan kaki dua kilometer dan menyatakan akan berkirim surat permintaan kepada Jokowi untuk memperhatikan nasib penderita HIV/AIDS.

Menurut Direktur Kelompok Kerja Bina Sehat (KKBS) Muhammad Khoiron, surat itu berisi permintaan kepada pemerintah Indonesia yang dipimpin Jokowi agar mengalokasikan anggaran yang memadai untuk penderita HIV/AIDS

Kata Khoiron, menurut data Kementerian Kesehatan RI hingga Juni 2014 jumlah kasus infeksi HIV sebanyak 14 ribu lebih kasus. Sedangkan kasus AIDS sebanyak 55 ribu lebih kasus. Sementara untuk jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang mendapatkan pengobatan ARV atau antivirus untuk ODHA sebanyak 43 ribu orang.

“Kami mencoba untuk memberikan pesan pada pemimpin baru dimana kalau bicara tentang penanggulangan HIV/AIDS ada yang belum clear yaitu tentang stop obat ARV (anti-retroviral). Perlu diketahui ARV itu sampai detik ini masih impor. Harapan kami pada Bapak presiden yang terbaru ini kita minta kalau bisa ARV itu diproduksi dalam negeri, sehingga apa itu masih bisa terjangkau,” kata Muhammad Khoiron, Senin (20/10).

Khoiron menambahkan, saat ini 31 persen penderita HIV/AIDS tersebut sangat bergantung pada obat anti-retroviral virus (ARV). Obat itu diimpor, sehingga harganya menjadi mahal. Oleh karena itu, pemerintah Jokowi harus bisa memproduksi obat ARV di dalam negeri. Selain itu, selama ini penanganan kasus HIV di Indonesia masih mengandalkan lembaga donor darah dari luar negeri.

Ketergantungan dari lembaga donor dari luar negeri akan menciptakan ketidakmandirian baik secara kebijakan maupun secara penanganan. Selain itu Program HIV yang selama ini mengandalkan dari lembaga donor, tidak mencerminkan kearifan lokal di setiap daerah di Indonesia.

Editor: Anto Sidharta



Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending