Bagikan:

Kisah Toleransi Antarumat Beragama di Malang Saat Idul Adha

Dering telepon, pesan pendek (SMS) dan pesan di jejaring sosial di telepon genggam Wido Pradipto, Minggu 5 Oktober 2014 lalu tak berhenti. Hari itu bertepatan dengan perayaan Idul Adha. Ketua pengurus Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Im

NUSANTARA

Kamis, 16 Okt 2014 15:33 WIB

Author

Eko Widianto

Kisah Toleransi Antarumat Beragama di Malang Saat Idul Adha

Toleransi Antarumat Beragama, Malang, Idul Adha

KBR,  Malang  - Dering telepon, pesan pendek (SMS)  dan pesan di jejaring sosial di telepon genggam Wido Pradipto, Minggu 5 Oktober 2014 lalu tak berhenti.  Hari itu bertepatan dengan perayaan Idul Adha. Ketua pengurus Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel Malang itu mendapat ucapan dari banyak temannya dari berbagai daerah.

Mereka memuji sikap toleransi antara jemaat GPIB Immanuel dan Masjid Agung Jami' Malang saat salat Id. Jadwal kebaktian 500-an jemaat gereja itu dimundurkan untuk menghormati umat Muslim yang tengah menunaikan salat Idul Adha.

"Jadwal kebaktian pukul 08.00 WIB, diundur pukul 08.30 WIB," kata Wido.

Maklum jarak antara masjid dengan gereja hanya selemparan batu, dipisahkan sebuah bangunan kantor asuransi. Lokasi kedua tempat ibadah berada di pusat Kota Malang, tepat di depan Alun-Alun. Setiap salat Id jamaah meluber di luar bangunan masjid. Bahkan sebagian salat di depan dan samping gereja.

Kebijakan memundurkan jadwal kebaktian, kata Wido, adalah inisiatif pengurus gereja setelah

pemerintah melalui Kementerian Agama mengumumkan Idul Adha jatuh pada hari Minggu. Pengurus gereja berkirim surat kepada takmir masjid dan menyampaikan perubahan jadwal kebaktian itu. 

Wido juga menilai Ketua Takmir Masjid Agung Jami' Malang, Zainuddin A. Muhit seseorang yang berjiwa besar. Menurutnya, jarang tokoh agama menyampaikan permintaan maaf kepada umat lain saat ibadah berlangsung. Wido dan jemaahnya berharap sikap toleransi terus dijaga untuk kesejukan dalam beragama.

Menurut  Zainuddin A. Muhit,  permintaan maaf kepada jemaah GPIB Immanuel adalah hal biasa. "Jika kebaktian diundur pasti banyak umat kristen yang mengubah jadwal kegiatannya hari itu," katanya.

Zainuddin mengucapkan permohonan maafnya saat memberi sambutan    jelang Salat Id yang dimulai pukul 05.45 WIB dan dihadiri Wali Kota Malang, Mochamad Anton itu.

“Saya sampaikan surat dari gereja. Salat Id menganggu tetangga. Saya ucapkan terimakasih dan minta maaf," katanya saat itu.

Bekas dosen Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang ini tak menduga, sambutan yang disampaikan pada 20 ribuan umat Islam mendapat pujian dari banyak kalangan di media sosial.  Namun, pujian itu tak membuatnya berbangga. Ia berharap agar seluruh umat terus menjaga toleransi dan saling menghormati antarpemeluk agama.

Toleransi Terbina Sejak Lama

Bentuk toleransi tak hanya tercermin pada saat salat Ied saja, pada malam takbiran Idul Fitri tahun ini kebaktian dimajukan pukul 16.30 WIB. Padahal ibadat gereja dimulai Pukul 18.00 WIB. Perubahan jadwal kebaktian untuk menghormati umat muslim yang tengah menggelar takbiran.

Jemaat gereja mengetahui perubahan jadwal itu melalui warta jemaat dalam bentuk buletin yang diterbitkan setiap pekan. Pendeta pun menegaskan kembali  jelang kebaktian berakhir.

Sikap toleransi ini menunjukkan kedewasaan kedua belah umat beragama di tempat ibadah yang termasuk kuno. Gereja yang dibangun zaman penjajahan belanda pada 1861, sedangkan masjid dibangun 1875. Meski berhimpitan selama seabad lebih namun tak pernah ada gesekan atau pertentangan. Bahkan, kedua pengurus tempat ibadat sering bekerjasama dan membangun toleransi. Saat perayaan natal, pemuda Islam dari Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dan Remaja Masjid membantu berjaga keamanan dan tempat parkir jemaat.

"Rutin otomatis tanpa kita meminta," katanya. Sepanjang sejarah tak ada konflik, kedua umat justru saling menghargai. Dalam sejarah, katanya, terekam sejarah toleransi. Kedua remaja Muslim dan Kristen juga bekerjasama dalam menata keindahan kawasan. Dua tahun lalu misalnya, mereka mengecat median jalan dan membersihkan lingkungan.

Peran FKUB

Soal toleransi ini, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Malang, Sudjaka Santosa mengatakan, kondisi ini bisa terbentuk karena ada komunikasi diantara pemimpin agama. Setiap pekan pemimpin dan tokoh agama bertemu untuk bersilaturahmi dan berkomunikasi.

"Komunikasi lintas agama untuk membangun toleransi," kata Joko. Pertemuan dilangsungkan secara bergiliran. Seluruh pemimpin umat juga saling menyampaikan ucapan selamat saat perayaan hari raya agama tertentu.

Atas toleransi antarumat di Malang, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menempatkan FKUB Malang menduduki peringkat pertama dalam kerukunan umat dari 38 Kota dan Kabupaten di Jawa Timur.

Bahkan, forum juga menyelesaikan persoalan umat seperti pembangunan rumah ibadah. Jika ada rumah ibadah yang ditentang atau ditolak warga sekitar, forum mencarikan solusi. Salah satunya dengan menukar lahan ke lokasi alternatif yang tak menimbulkan konflik. Hasilnya, lokasi alternatif diterima dan disetujui warga setempat.

"Sehingga umat bisa beribadah dengan tenang," pungkasnya.

Editor: Anto Sidharta

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending