Bagikan:

Keluh Kesah Pembatik di Hari Batik Nasional

Penetapan batik sebagai warisan budaya oleh UNESCO (lembaga PBB yang mengurusi pendidikan dan kebudayaan) pada 2009 silam belum berdampak banyak bagi perajin batik di Bondowoso, Jawa Timur. Kurangnya promosi dan minimnya permodalan menjadi kendala bagi pe

NUSANTARA

Kamis, 02 Okt 2014 15:01 WIB

Author

Friska Kalia

Keluh Kesah Pembatik di Hari Batik Nasional

Keluh Kesah Pembatik, Hari Batik Nasional

KBR, Bondowoso – Penetapan batik sebagai warisan budaya oleh UNESCO (lembaga PBB yang mengurusi pendidikan dan kebudayaan) pada 2009 silam belum berdampak banyak bagi perajin batik di Bondowoso, Jawa Timur. Kurangnya promosi dan minimnya permodalan menjadi kendala bagi pengusaha batik rumahan untuk melanjutkan usahanya.
 
Salah seorang perajin batik di Dusun Lumbung, Desa Sukosasi, Kecamatan Tamanan, Sofiah mengaku, hingga saat ini usaha batiknya murni dijalankan secara mandiri tanpa bantuan dari Pemkab Bondowoso. Pihaknya berharap, Pemkab lebih memperhatikan nasib para perajin batik utamanya dalam hal pemasaran.
 
Sofiah mengungkapkan, sampai saat ini para wisatawan yang datang ke Bondowoso masih kesulitan mencari batik khas karena tidak ada outlet di pusat kota. Karena itu, banyak wisatawan yang lebih memilih berbelanja batik ke Kabupaten Jember atau Banyuwangi.
 
“Turis yang datang ke Bondowoso cari batiknya tidak usah ke luar kota, kalau kemarin kan mereka cari batik ke Jember, Banyuwangi, padahal disini ya ada batik. Kalau pemerintah sendiri tidak pernah perhatian, kalau ada liputan media saja baru datang, rebutan. Bantuan ya tidak pernah dapat,” kata Sofiah saat ditemui Portalkbr di tempat pembuatan batik miliknya, Kamis (2/10), bertepatan dengan Hari Batik Nasional.
 
Menurut Sofiah, promosi usaha batik khas Bondowoso miliknya sampai saat ini masih menggunakan cara tradisional. Pihaknya mengeluhkan tidak adanya pelatihan dan pembinaan tentang teknologi usaha dari Diskoperindag Bondowoso. Padahal, usaha batik yang dirintisnya sejak 2008 lalu ini, telah merambah pasar luar negeri diantaranya Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan Tiongkok.
 
“Promosinya hanya dari mulut-ke mulut saja, untuk promosi di media sosial atau website kami belum bisa, karena tidak ada pelatihan atau pembinaan tentang itu dari dinas koperasi,” ujarnya.
 
Usaha batik khas Bondowoso yang dijalankan Sofiah saat ini memiliki sekitar 20 pekerja yang berasdal dari warga sekitar. Selain membuka usaha, Sofiah juga kerap memberikan pelajaran kepada anak-anak kecil di lingkungannya untuk belajar membatik. Terhitung 10 anak berusia 7-9 tahun telah mampu membatik secara profesional. Hal ini dilakukannya untuk menumbuhkan rasa cinta pada batik khas Indonesia kepada anak-anak.
 
Batik khas Bondowoso dengan motif daun singkong, strawberry, dan makadamia buatan sofiah ini dijual dengan harga yang relatif murah antara Rp100 ribu hingga Rp750 ribu.

Editor: Anto Sidharta


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending