Kasus gizi buruk dan campak di Desa Tunguwatu, Kecamatan Pulau-Pulau Aru, Maluku diperparah dengan tak adanya persediaan air bersih. Camat setempat, Marthen Putnarubun menyebut, warga tak mempunyai sumber air, baik sumur dangkal atau dalam.
Untuk itu pemda setempat telah menurunkan tim survey untuk melihat ketersediaan air di desa itu.
“Persoalan yang utama adalah air bersih. Menurut keterangan masyarakat, ada sumber air, tapi cukup jauh dari desa itu. Tadi tim survey dari Pekerjaan Umum telah turun ke lapangan untuk melihat langsung kondisi di sana,” kata Marthen.
Selain air, ketersediaan pangan juga sangat terbatas. Masyarakat hanya makan dua kali sehari. Tanpa sayur dan lauk pauk. Mereka hanya mengandalkan hasil buruan yang dimakan bersama sagu yang sudah dimasak, papeda.
Desa Tunguwatu letaknya sangat jauh dari ibukota kecamatan. Kata Marthen, desa itu hanya bisa dicapai dengan transportasi laut, dengan speed boat berkecapatan tinggi bisa ditempuh dalam waktu satu jam.
Untuk penanganan gizi buruk jangka pendek, pemda sudah menurunkan tim kesehatan untuk merawat anak-anak dengan gizi buruk. Mereka juga sudah mendirikan posko kesehatan. Sementara tim dinas sosial, mendrop bantuan pangan.
“Dua tahun lalu desa itu pernah membangun posko kesehatan lewat program PMPN Mandiri. Sayangnya, program tidak jalan sehingga posko terbengkalai. Ada desa tetangga yang punya posko, tapi jaraknya cukup jauh dan hanya bisa lewat laut,” papar Marthen.
Untuk jangka menengah, seluruh pimpinan SKPD diminta memantau desa-desa sekitar yang juga mulai terserang wabah campak, muntaber serta busung lapar. SKPD diminta membuat program pemberdayaan masyarakat.
Kata Marthen, program pendampingan dan pemberdayaan sangat diperlukan untuk membuka wawasan masyarakat. Pasalnya, ada sebagian masyarakat yang masih menolak meminum obat yang diberikan petugas kesehatan.
Dia menambahkan, hasil pemeriksaan dokter puskesmas setempat menunjukkan bahwa terjadi gizi buruk terhadap anak dan balita yang mencapai 20 persen.