Bagikan:

Dua Kasus Ini Harus Jadi Fokus Menteri Agama Lukman Hakim

Kalangan pegiat toleransi dan pendukung kebebasan beragama menyambut baik terpilihnya kembali Lukman Hakim Syaifuddin sebagai Menteri Agama dalam Kabinet Kerja di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

NUSANTARA

Senin, 27 Okt 2014 10:58 WIB

Author

Anto Sidharta

Dua Kasus Ini Harus Jadi Fokus Menteri Agama Lukman Hakim

Dua Kasus, Lukaman Hakim

KBR, Jakarta – Kalangan pegiat toleransi dan pendukung kebebasan beragama menyambut baik terpilihnya kembali Lukman Hakim Syaifuddin sebagai Menteri Agama dalam Kabinet Kerja di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Menurut Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos dalam seratus hari ke depan Lukman Hakim harus fokus untuk menuntaskan dua kasus intoleransi di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

“Dua kasus yang perlu menjadi model pertama adalah kasus Gereja Yasmin di Bogor dan pengungsi Ahmadiyah di Lombok yang sudah terkatung-katung hampir 9 tahun. Kalau dua kasus ini bisa diselesaikan dalam 100 hari, itu akan memperlihatkan bagaimana komitmen pemerintahan Jokowi terhadap masalah kebebasan beragama,” ujar Bonar ketika dihubungi Portalkbr, Senin (27/10).

Hingga kini jemaat untuk beribadah di GKI Yasmin di Bogor, Jawa Barat, dilarang beribadah karena gereja mereka disegel. Wali Kota Bogor mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gereja. Padahal  GKI Yasmin sudah memenangkan persidangan soal sengketa IMB hingga ke Mahkamah Agung. 

Sementara, Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) masih berada di Asrama Transito Mataram, NTB. Seratus jiwa lebih itu mengungsi dari rumah mereka di Dusun Ketapang, Lombok Barat sejak Februari 2006 lalu.

Kendala yang Akan Dihadapi


Bonar Tigor mengatakan, untuk menuntaskan masalah itu, Menteri Agama akan berhadapan dengan kelompok-kelompok intoleran. Karenanya, kata dia, Lukman Hakim harus didukung oleh kementerian lainnya.

“Pekerjaan Pak Lukman harus dibantu kementerian lain seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kepolisian. Jokowi harus tegas menyatakan, apa yang menjadi kebijakannya. Kalau tidak akan seperti SBY yang (membuat masalah) terkatung-katung dan tidak memberikan keputusan tegas,” ujar Bonar.

Ia menyakinkan, jika negara tegas dan berpihak pada hak warga negara, kelompok intoleran dan pemerintah daerah yang tadinya ambigu akan patuh dan menuruti kebijakan Pemerintah Pusat.

Terkait dengan tren kekerasan agama di dibawah kepemimpinan Lukman Hakim, Bonar mengaku sulit untuk memprediksinya. Sebab, kata dia akar masalah yakni penyebaran secara luas pandangan intoleransi belum tertangani.

“Baik (melalui) media dakwah, pengajian, media cetak dan internet. Selama tidak ada counter (perlawanan, red.) pikiran keras itu, potensi kasus kekerasan berbasiskan agama akan selalu terjadi,” ujar Bonar.

Ia mengakui, kondisi ini adalah dilema pemerintahan demokratis dengan adanya kebebasan media, khususnya internet.

“Tapi bagaimana pun (pemerintah harus) menghadang pikiran intoleran dan tidak demokratis yang memanfaatkan ruang (demokratis) itu,” pungkasnya.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending