Bagikan:

Cara Anak Muda di Jakarta untuk

Kalangan muda di Jakarta berupaya mendekatkan diri dengan petani dengan mendirikan komunitas terima kasih petani.

NUSANTARA

Jumat, 10 Okt 2014 19:20 WIB

Author

Anto Sidharta

Cara Anak Muda di  Jakarta untuk

Anak Muda di Jakarta, Petani

KBR, Jakarta – Bisakah kalangan muda di Ibu Kota Jakarta memahami nasib petani? Gerakan anak muda yang tergabung dalam komunitas “Terima Kasih Petani” telah membuktikan bahwa mereka mampu untuk menyelami kehidupan petani.

Di komunitas ini, kalangan anak muda berupaya meningkatkan apresiasinya tentang petani. Mereka berasal dari beragam profesi keahlian seperti video-maker, graphic designer, spesialis komunikasi dan media. Melalui kampanye di media sosial, misalnya di @tkspetani, mereka menyosialisasikan gagasan soal pentingnya perlindungan untuk petani.

Salah satu tema yang disorot oleh komunitas ini salah satunya adalah soal regenerasi petani di Indonesia. Sebab banyak anak muda saat ini enggan menjadi petani.

“Kita mulainya dari regenerasi petani Indonesia itu menghawatirkan. Kalau tidak ada regenerasi, itu nanti kita makan apa,” ujar Chaerany Putri, inisiator "Terima Kasih Petani" ketika berbicara dalam Program “Kabar Komunitas” di Green Radio, Jakarta (10/10).

Tema menjadi salah satu yang mereka share di jejaring media sosial. Beragam persoalan lain yang pernah mereka angkat antara lain, “5 juta petani sudah ganti profesi”, “pendapatan petani di bawah Rp500 ribu per bulan” dan “85 persen petani itu mengandalkan hujan, jadi pengairan sangat buruk”.

Melalui informasi yang mereka sebarkan di jejaring sosial, mereka berupaya ”mendekatkan” anak muda di Jakarta dengan petani.

“Kayak salad gitu, terus kita tanya salad dari mana? Bisa sampai ada di meja gitu dinikmati dari mana?” ujar Putri, lulusan MIT Sloan School of Management,  Amerika Serikat itu.

Sebelum mengampanyekan ide-ide itu, pada relawan di komunitas ini berupaya terjun langsung dan merasakan keseharian petani.

“Satu hari kebetulan di Lampung nginep di rumah petani. Tahu kehidupan dia. Kehidupan rumah tangganya, anak-anaknya. Mau gak sih anak-anaknya jadi petani kayak bapaknya? Gimana sih mereka menghadapi kesulitan pendapatan yang selama ini berhutang pada pada tengkulak,” kata Putri.

Hasil perjumpaan mereka dengan petani mereka dokumentasikan dalam sebuah film untuk dikampanyekan pada kalangan anak muda.

Sejauh ini, kata Putri, upaya mereka mendapat respons yang positif. Ada kelompok-kelompok komunitas lain yang mau bergabung dengan mereka, semisal komunitas di bidang berkebun, taman atau pupuk. Putri berharap keberadaan komunitas ini bisa menjadi perekat komunitas-komunitas lainnya.

Rencana ke Depan

Sejauh ini komunitas yang dipelopori lima sukarelawan (volunteer) ini memang banyak “bergerak” di media sosial. Namun, mereka pun mulai bergabung dengan komunitas lain untuk menyebarluaskan gagasan mereka. Misalnya, pada peringatan Hari Tani Nasional ke-54 yang jatuh pada 24 September lalu, mereka mengampanyekan komunitas mereka di sebuah acara yang digagas lintas komunitas di Jakarta.

Secara bertahap mereka akan membuat program yang mendekatkan kalangan muda dengan petani. Ke depan, berbagai rencana besar pun sudah ada di benak para pegiat di komunitas ini.

“Pengen ada wadah yang mengahasilkan program misalnya adopsi petani, adopsi lahan, anak muda masuk desa. Skill (keahlian, red.) yang dipunya anak muda (bisa) ditransfer untuk petani. (Atau) meningkatkan demand (permintaan, red.) untuk produk lokal, kita adain farmer market.  Atau kerja sama dengan produsen makanan lokal untuk berkontribusi dengan program ini,” ujar Putri.

Ia mengaku sudah menjalin bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk menunjang rencana mereka. 

Ia meyakinkan, aksi “mendekatkan” kalangan muda dengan petani sangat penting. Dari aksi ini akan menimbulkan kepedulian kalangan muda untuk petani yang kini hidupnya miskin.

“Bayangkan hidup hanya di bawah Rp500 ribu per bulan, itu kalau panen. Panen setahun harusnya dua kali kalau tidak ada gagal panen. Gimana hidup dengan tiga anak (misalnya) atau menyekolahkan anak. Itu problem serius, kalau bukan kita siapa lagi?” pungkas Putri.



Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending