Bagikan:

Bencana Asap Sumsel, WALHI: Singapura dan Malaysia Harus Ikut Tanggung Jawab

Walhi Sumatera Selatan menuntut negara-negara ASEAN seperti Singapura dan Malaysia ikut bertanggung jawab atas bencana asap yang terjadi di Sumatera Selatan.

NUSANTARA

Selasa, 14 Okt 2014 10:45 WIB

Author

Mongabay

Bencana Asap Sumsel, WALHI: Singapura dan Malaysia Harus Ikut Tanggung Jawab

walhi, asap, kebakaran, lingkungan hidup

Walhi Sumatera Selatan menuntut negara-negara ASEAN seperti Singapura dan Malaysia ikut bertanggung jawab atas bencana asap yang terjadi di Sumatera Selatan. Alasannya, perusahaan dari kedua negara ini beroperasi di Indonesia seperti di konsesi Sinar Mas Group. Perusahaan tersebut ikut berperan dalam kebakaran dan penambahan titik api. Ditambah lagi, kedua Negara tersebut sudah terlebih dahulu meratifikasi AATHP (ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution).

“Begitu banyak perusahaan di Indonesia, termasuk di Sumsel, yang kantor pusatnya berada di Singapura atau Malaysia. Pemerintah Singapura dan Malaysia pun tahu konsensi perusahaan tersebut saat ini ditemukan hotspot,” kata Direktur Walhi Sumsel Hadi Jatmiko, Jumat (19/09/2014).

Walhi mendesak pemerintah untuk segera mencabut izin perusahaan yang lahannya terbakar. Menurut Hadi, ini membuktikan kalau perusahaan tidak bisa merawat dan menjaga lahan dan konsesinya. Lahan sebaikny diberikan kepada masyarakat karena masyarakat lebih bisa menjaga lahan dan hutan dari kerusakan. Sesuai PP No 04 Tahun 2001, jika terjaid kebakaran di lahan konsesi perusahaan maka yang bertanggung jawab adalah pihak perusahaan, siapa pun pelakunya.

“Selain itu, melalui perjanjian AATHP kami menuntut pemerintah melakukan penegakan hukum dengan menjerat korporasi, baik perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI) dengan meminta ganti kerugian atas kerusakan dan segera melakukan pemulihan lingkungan hidup,” kata Hadi Jatmiko.

Bencana asap melana Sumatera Selatan sejak Agustus dan akan makin parah seiring dengan musim kemarau yang baru akan berakhir pada Oktober 2014. Bencana ini adalah dampak dari buruknya tata kelola hutan dan lahan oleh pemerintah local yang mengobral izin tanpa mengindahkan daya dukung lingkungan.

Grup Perusahaan Asian Pulp And Paper (APP) misalnya memiliki tujuh perusahaan yang bergerak di HTI. Mereka menguasai setidaknya 792.135 hektar atau sekitar 47 persen dari luas hutan produksi tetap di Sumatera Selatan seluas 1.669.370 hektar. Sementara penguasaan lahan di kawasan hutan yang diberikan pemerintah melalui skema pengelolaan hutan bersama masyarakat (hutan desa, hutan tanaman rakyat, dan hutan kemasyarakatan) seluas kurang lebih 32.000 hektar.

“Luas penguasaan hutan dan lahan oleh perusahaan perkebunan dan HTI berdampak munculnya bencana asap yang setiap tahunnya terus berulang,” kata Hadi. Berdasarkan data hotspot Walhi dari satelit Terra dan Aqua selama Agustus – 16 September 2014, dari 1173 hotspot, 169-nya berada di lahan perusahaan perkebunan, dan 531 berada di dalam konsesi HTI. Hotspot di konsesi HTI tersebut, sebanyak 417 titik berada di wilayah konsesi HTI APP di atas lahan gambut.

Di saat yang sama, pemerintah justru mengatakan kalau titik api terjadi karena aktivitas pertanian di pedesaan oleh masyarakat adat.

“Itu upaya buat melindungi perusahaan, yang mengorbankan masyarakat adat. Apalagi pemerintah dan kepolisian lebih fokus pada pelaku pembakaran, bukan pada pihak perusahaan sebagai pemilik lahan yang harus bertanggungjawab,” kata Rustandi Adriansyah, ketua BPH AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Sumsel.

“Masyarakat adat memiliki pola sendiri dalam mengelola lahan pertanian, termasuk ketika membakar lahan. Mereka tidak akan membakar dalam area yang luas. Sebelum membakar, mereka membagi lahan yang dibatasi parit. Ukurannya per dua kapling. Tujuan parit ini mencegah kebakaran meluas dan menimbulkan asap yang banyak,” jelasnya.

Hasanuddin dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumsel mengaku terus melakukan upaya pemadam kebakaran lahan di Sumsel. “Kami melakukan pemadaman melalui udara maupun darat,” katanya. Melalui udara, pihaknya mengoperasikan tiga helikopter, yang bekerja dari pagi hingga sore. Begitu juga tim pemadam dari darat. “Kami juga dibantu peralatan dan personil dari pihak perusahaan,” kata Hasanuddin.

Kepolisian turut membantu dengan melacak para pelaku pembakaran lahan. Misalnya beberapa hari lalu mereka menangkap dua orang yang diduga melakukan pembakaran lahan milik PTPN VII. Tapi pihak PTPN VII menyebutkan dua orang itu tengah berupaya memadamkan api.

Bagaimana dengan tentara? “Untuk saat ini tentara masih siaga, sebab kondisinya masih dapat diatasi,” kata Hasanuddin.

Tulisan ini hasil kerjasama Mongabay Indonesia dan Green Radio.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending