KBR, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum LBH Padang merespons rilis hasil ekshumasi yang dilakukan terhadap kasus kematian remaja AM, 13 tahun, di Markas Polresta Padang, Sumatra Barat hari ini. Direktur LBH Padang, Indira Suryani yang juga kuasa hukum keluarga korban AM, mendesak empat hal, antara lain, agar Perhimpunan Forensik dan Midakolegal Indonesia PDFMI segera menyelesaikan dan menyerahkan seluruh salinan berkas pemeriksaan ekshumasi dan hasil otopsi ulang kepada orang tua, keluarga dan juga kuasa hukum.
Lalu, Polda Sumbar dan Polresta Padang agar segera menyerahkan seluruh salinan berkas otopsi pertama terhadap jenasah AM kepada keluarga dan kuasa hukum, serta termasuk segala berkas pemeriksaan.
"Ketiga, LBH Padang mendesak Polda Sumbar dan PDFMI melakukan upaya penyebaran informasi yang lengkap, bukan sebagian, dengan data-data scientific seperti hasil pemeriksaan laboratorium terutama bagi keluarga korban dan kuasa hukum. Ini kami pergunakan untuk membandingkan laporan tersebut dengan kesaksian daripada saksi dengan laporan hasil otopsi pertama," tuturnya kepada KBR Media, Kamis (26/9/2024).
Keempat, LBH Padang tetap mendorong ada upaya penyelidikan dan penyidikan dalam kasus AM dengan serius.
Hasil Ekshumasi
Sebelumnya, Tim Dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Forensik dan Midakolegal Indonesia (PDFMI) merilis hasil ekshumasi yang dilakukan terhadap kasus kematian Afif Maulana (13) di Markas Polresta Padang.
Sebelumnya, Afif merupakan korban yang ditemukan meninggal dunia di bawah Jembatan Kuranji, Padang, Sumatera Barat (Sumbar) pada Juni lalu.
"Pemeriksaan telah dilakukan secara bersama-sama dan teliti oleh Dokter Forensik terhadap kasus," kata Ketua Tim dr Ade Firmansyah Sugiharto di Padang, Kamis (26/9/2024) seperti dikutip ANTARA.
Ia mengatakan analisis dan pemeriksaan yang dilakukan pihaknya berdasarkan metode ilmiah yang dicocokkan dengan berbagai kronologis, tempat kejadian, dokumen, serta keterangan dari Polresta Padang, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, serta Lembaga Perlindungan Korban dan Saksi.
Dari berbagai pemeriksaan itu, kemudian didapatkan tiga simulasi kejadian yang kemudian disebut menyebabkan kematian Afif.
Pertama, adalah tentang keterangan bahwa korban tewas karena jatuh dari motor saat Polisi berusaha mencegah aksi tawuran bersenjata tajam.
Opsi lain, adanya tindakan kekerasan atau penganiayaan yang dialami Afif, ketiga karena jatuh dari jembatan karena posisi jenazah ditemukan di bawah jembatan.
Ade menceritakan, tim telah mencoba mendalami ketiga simulasi tersebut dengan cara mencocokkannya ke kondisi tubuh serta lokasi kejadian.
Hasilnya tim menemukan suatu kesesuaian antara kejadian yang jatuh dari jembatan Kuranji dengan kondisi tubuh korban yang dilakukan pemeriksaan serta analisis.
Tim mencoba mengukur tinggi jembatan dengan dasar sungai mencapai 14,7 meter, kemudian mencatat tinggi serta berat badan korban.
Dengan tinggi, berat, serta massa tubuh korban tim lalu menganalisis potensi energi yang muncul ketika jatuh dari ketinggian 14 meter lebih.
Potensi energi yang diterima oleh tubuh ketika terjatuh dianalisis sekitar 7.200 joule, dan angka itu memang lebih tinggi dari batas toleransi tubuh manusia.
Ade juga mengatakan, batas toleransi untuk daerah kepala di kisaran 1.800 joule, leher 1.800 joule, dada 60 joule, dan tungkai 8.000.
Berdasarkan hal tersebut maka tim menemukan adanya kesesuaian antara analisis dengan kondisi patah tulang iga, punggung, serta kepala.
Baca juga:
- Kasus Kematian Remaja AM, Puan Minta Penegak Hukum Beri Perhatian Khusus
- Kasus Kematian Remaja AM, Kepolisian Periksa 79 Orang
Sementara untuk opsi kalau korban tewas karena ditendang dari motor itu bisa dikesampingkan oleh tim sebab saat itu kecepatan motor yang dibonceng oleh Afif memiliki kecepatan 60-80 kilometer per jam.
Kecepatan demikian menurut analisis tidak akan sampai menimbulkan kondisi seperti yang dialami oleh tubuh korban.
Sama halnya dengan adanya dugaan korban meninggal dunia karena mendapatkan tindakan kekerasan atau penganiayaan dari yang dinilai tidak berkesesuaian dengan kondisi tubuh korban.
Sisi patah tulang iga tubuh korban ada di bagian belakang, hal ini berbeda dengan kondisi kekerasan yang biasanya menyebabkan patah di depan.
Selain itu patah tulang iga tubuh korban memiliki pola patahan yang hampir segaris, harusnya disebabkan karena benturan dengan energi yang besar di waktu bersamaan.
"Tidak mungkin ada satu orang yang bisa memukul atau menendang dengan kekuatan yang hampir sama, kekerasan biasanya menimbulkan dampak di lokasi yang random dan tidak segaris," katanya
Pada bagian lain, kegiatan pers rilis itu dihadiri langsung oleh Pihak Kepolisian, media, serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang yang merupakan kuasa hukum dari korban.