Bagikan:

Tumpeng Sewu, Merawat Kearifan Lokal Banyuwangi

Warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, hari ini (25/9) menggelar tradisi Tumpeng Sewu.

NUSANTARA

Kamis, 25 Sep 2014 15:57 WIB

Author

Hermawan

Tumpeng Sewu, Merawat Kearifan Lokal Banyuwangi

Tumpeng Sewu, Banyuwangi

KBR, Banyuwangi – Warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, hari ini (25/9) menggelar tradisi Tumpeng Sewu.

Tumpeng Sewu adalah ritual adat selamatan massal yang digelar di Desa Kemiren, salah satu basis Suku Osing, masyarakat asli Banyuwangi. Tradisi itu bertujuan, untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keberkahanan yang mereka terima. Tumpeng sewu diyakini merupakan selamatan tolak bala (menghindarkan dari segala bencana dan sumber penyakit).

“Kalau ritual itu ditinggalkan, maka akan berdampak buruk kepada masyarakat Desa Kemiren, sehingga warga Osing menjaga tradisi itu hingga turun temurun,” kata sesepuh adat Desa Kemiren, Juhadi Timbul.

Ritual Tumpeng Sewu ini ditandai dengan kegiatan pembuatan nasi di setiap rumah. Nasi dalam bentuk kerucut dengan lauk pauk khas Osing, yakni pecel pithik (ayam panggang dicampur kelapa). Makanan itu lantas ditaruh di depan rumah.

Bentuk mengerucut ini memiliki makna khusus, yakni petunjuk untuk mengabdi kepada Sang Pencipta, di samping kewajiban untuk menyayangi sesama manusia dan lingkungan alam. Sementara pecel pithik mengandung pesan moral yang bagus, yakni "ngucel-ucel barang sithik". Dapat juga diartikan mengajak orang berhemat dan senantiasa bersyukur.

Dengan diterangi oncor ajug-ajug (obor bambu berkaki empat), Tumpeng Sewu ini menjadi sebuah ritual yang khas dan tetap sakral. Sebelum makan bersama, warga Desa Kemiren mengawalinya salat maghrib berjamaah dan doa bersama. Usai makan bersama, warga membaca Lontar Yusuf (Surat Yusuf) hingga tengah malam di rumah salah seorang tokoh masyarakat setempat. Lontar Yusuf yang merupakan rangkaian dari ritual ini menceritakan perjalanan hidup Nabi Yusuf.

Melengkapi tradisi Tumpeng Sewu, pada siang hari, warga desa melakukan ritual menjemur kasur (mepe kasur) secara massal. Uniknya, semua kasur yang dijemur berwarna hitam dan merah.

Warga Suku Osing beranggapan bahwa sumber penyakit datangnya dari tempat tidur, sehingga mereka menjemur kasur di halaman rumah masing-masing agar terhindar dari segala jenis penyakit. Penjemuran kasur ini bisa ditemui di sepanjang jalan Desa Kemiren, mulai pagi hingga sore.

"Juga akan digelar selamatan desa di makam Buyut Cili, leluhur desa," kata Juhadi Timbul.

Soal tradisi ini, Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas menyebut, Tumpeng Sewu ini bagian dari upaya merawat tradisi.

"Kearifan lokal yang harus terus dirawat. Kearifan lokal sejatinya menyangga dan mendukung jalannya kehidupan ini," kata bekas anggota DPR ini.

Editor: Anto Sidharta

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending