Bagikan:

Moratorium Tak Dijalani, Warga Tumbak NTT Kembali Datangi Lokasi Tambang

Masyarakat Tumbak, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, kembali mendatangani lokasi perusahaan PT Aditya Bumi Pertambangan (ABP). Warga kesal karena perusahaan tetap mendatangkan alat berat, padahal Komnas HAM sudah meminta penghentian sementara kegiatan

NUSANTARA

Senin, 22 Sep 2014 15:24 WIB

Author

Antonius Eko

Moratorium Tak Dijalani, Warga Tumbak NTT Kembali Datangi Lokasi Tambang

NTT, pertambangan, pelanggaran HAM

Masyarakat Tumbak, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, kembali mendatangi lokasi perusahaan PT Aditya Bumi Pertambangan (ABP). Warga kesal karena perusahaan tetap mendatangkan alat berat, padahal Komnas HAM sudah meminta penghentian sementara kegiatan sampai kasusnya selesai. 


Paulus Rahmat dari Solidaritas Nasional untuk Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) mengatakan, warga juga mendesak bupati segera mengeluarkan surat kepada perusahaan agar tidak beraktivitas di tanah warga.


“Tapi surat itu belum dikeluarkan bupati. Menurut warga perusahaan itu tetap melakukan kegiatan di sana karena mereka belum terima surat dari bupati tentang moratorium itu. Sehingga warga jelas kecewa karena sebelumnya sudah ada kesepakatan tak ada kegiatan tambang selama masalah ini belum diselesaikan,” kata Paulus. 


Warga ketakukan karena alat berat milik perusahaan sudah masuk ke lokasi pertambangan pada Minggu (21/9) malam. Lokasi menjadi terang benderang karena lampu sorot yang dipasang pihak perusahaan. Selain itu, ada beberapa anggota polisi yang menjaga lokasi itu. 


Menurut Paulus, masuknya perusahaan tambang membuat warga khawatir bakal kehilangan tanah yang menjadi sumber hidup, dimana mereka bisa berkebun, berladang dan mendirikan rumah. 


“Selain itu bisa juga terjadi pencemaran lingkungan dan nantinya bakal terjadi kekeringan. Tapi yang paling besar dampaknya adalah masyarakat kehilangan sumber hidupnya, yang bergantung pada tanah.” 


Sebelumnya, aksi penolakan warga Tumbak, Manggarai Timur pada 13 September lalu berujung tindak kekerasan yang dilakukan polisi. Kekerasan itu dipicu oleh upaya perusahaan untuk memasukkan alat berat untuk pengeboran ke dalam wilayah adat warga. 


Upaya untuk memaksakan alat berat tersebut mendapatkan penolakan warga yang telah melakukan pagar betis untuk mempertahankan wilayah adat sejak 11 September. 


Upaya damai warga tersebut dihadapi dengan kekerasan oleh pihak aparat. Polisi memaksa warga untuk membubarkan pagar betis, dengan cara menarik paksa dan membentak-bentak warga.



Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending